Beberapa waktu yang lalu kita menyaksikan drama peliputan media
massa tentang kebohongan, kesaksian palsu dan bersumpah. Bahkan seorang
politisi non-muslim menantang politisi muslim yang ustadz bergelar
Prof. Dr utk berani bersumpah atas nama agama masing-masing, guna
membuktikan siapa yang bohong dan siapa yang jujur. Masya Allah. Padahal
dulu yg menantang spt itu Junjungan Kanjeng Nabi Muhammad kepada
orang-orang non muslim.
Dua hari belakangan ini media massa kembali diramaikan dengan
tantangan mantan Bendahara Partai Demokrat, Nazaruddin, terhadap Ketua
Umumnya, Anas Urbaningrum, untuk berani melakukan “sumpah pocong” demi
membuktikan siapa yang bohong dan siapa yang jujur. Tantangan ini
memperoleh banyak reaksi, namun pada umumnya bersikap sinis terhadap
sumpah seperti itu.
Sesungguhnyalah, kejujuran dan sumpah mrpkn ajaran penting yg
bernilai utama, sehingga banyak disinggung dalam Al Qur’an. Kesaksian
palsu misalkan, disinggung dlm Surat Al Furqaan: 72, sbg hal yg hrs
dihindari oleh hamba-hamba Allah Yg Maha Pengasih. Sedangkan ttg
bersumpah bahkan ditegaskan dlm Surat Ali Imran: 61 yg mengkisahkan
bagaimana Rasulullah menantang bersumpah + berdoa sungguh-sungguh agar
siapa yang berbohong beserta keluarganya untuk segera dilaknat Allah
(mubahalah).
Di Jawa, mubahalah ini dikemas sedemikian rupa menjadi amat sangat
seram dan disebut Sumpah Pocong, karena yang bersumpah harus dalam
keadaan dikafani (dipocong) layaknya orang meninggal.
Karena itu sebagai muslim, janganlah kita mencemoohkan mubahalah,
atau ajakan bersumpah untuk menguji kejujuran. Mubahalah yang
jelas-jelas ada di dalam Al Qur’an, nampaknya perlu direnungkan untuk
diterapkan di zaman sekarang, tatkala kejujuran, sumpah jabatan, sumpah
di pengadilan dll sudah tidak memiliki wibawa sama sekali. Kalau jujur,
kenapa takut? Maasyaa-Allaahu la quwwata illaa billaah.
Beji, 12/3/2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar