Seni Hubungan Suami – Isteri ala Jawa Untuk Mempunyai Anak yang Berbakat Jadi Pemimpin.
Pokok bahasan yang menarik tentang kepemimpinan adalah seni kepemimpinan. Namun sebelum sampai ke hal tersebut, penulis ingin mengupas masalah yang selama ini banyak dipertanyakan orang di berbagai belahan bumi, yakni apakah seorang pemimpin itu dilahirkan artinya sudah bakat dari lahir, ataukah hasil dari suatu pendidikan. Apakah sepenuhnya sudah dipastikan oleh Tuhan ataukah masih ada ruang usaha bagi manusia?
Dalam kearifan lokal Jawa, sebagaimana diuraikan sejumlah kitab tua seperti Serat Centhini, Serat Nitimani, Serat Kawruh Sanggama dan Primbon KPH Cakraningrat, masalah seks dalam kaitan dan makna memahami serta mempersiapkan hubungan intim pria – wanita supaya bisa menurunkan anak yang baik, juga banyak dikupas. Salah satu hal yang menarik adalah nasihat bagaimana sepasang suami-isteri harus mempersiapkan diri menjelang berhubungan intim, dan apa yang harus dilakukannya pada saat sanggama, terutama apabila mengharapkan keturunan yang baik.
Secara hakikat, ajaran ini sama dengan ajaran di dalam Islam, yaitu hubungan intim tidak boleh dipaksakan, dilakukan dalam kondisi badan sehat, sebelumnya mandi dan gosok gigi atau bersih-bersih badan supaya aroma tubuhnya harum, serta dilangsungkan dalam suasana yang tenang dan nyaman. Selanjutnya berdoa atau salat hajat dua rekaat, memohon ijin dan pertolongan Gusti Allah, agar hubungan suami isteri yang akan dilakukan diridhoi, dirahmati dan diberkahi, diberi kekuatan lahir batin sehingga berlangsung harmonis, serta dijadikan sebagai bekal ibadah dan amal saleh. Doa yang paling terkenal yang diajarkan Kanjeng Nabi Muhammad adalah, ““Dengan Nama Allah, Ya Allah! Jauhkan kami dari syetan, dan jauhkan syetan agar tidak mengganggu apa (anak) yang Engkau rezekikan kepada kami” (HR. Bukhari dan Muslim)
Yang lebih penting lagi menurut ajaran kearifan Jawa, selama bersanggama hawa nafsu tidak boleh dibiarkan melesat lepas bebas tanpa kendali agar pada saat sedang mencapai orgasme, baik tatkala terjadi pada isteri atau pun suami, masing-masing lebih utama jika bisa keduanya, mampu hening sejenak sembari berdoa di dalam hati, agar benih yang dipancarkan bisa menjadi anak yang soleh atau solehah dan sejumlah harapan baik lainnya bagi sang anak, termasuk menjadi pemimpin yang diberkahi Allah.
Suasana batin pasangan pria – wanita
pada detik-detik saat tengah orgasme itulah yang diyakini akan menentukan watak
anak yang lahir dari persetubuhan tadi. Apatah berwatak ksatria Pandawa seperti
Puntadewa, Bima, Arjuna dan Kresna ataukah para Kurawa seperti Duryudana,
Dursasana, Burisrawa dan Sengkuni bahkan Rahwana; berwatak Gajah Mada, Sunan
Kalijaga, Bung Karno, ulama, seniman, pedagang ataukah Ken Arok, Damarwulan
ataukah berandal ataukah koruptor?
Ibarat sebuah lukisan, suasana batin
orang tua sewaktu mencapai puncak hubungan seksual sangat menentukan kualitas
kain bahan lukisan. Apatah kain yang tipis menerawang, yang mudah robek ataukah
yang tebal, kuat dan bersahabat dengan berbagai jenis cat. Adapun cat, corak,
jenis dan gambar lukisan tergantung pada orangtua, guru dan masyarakat setelah
sang anak lahir. Maka seperti suasana batin Begawan Wisrawa dan Dewi Sukesi
yang lupa diri lantaran nafsu syahwatnya berkobar tanpa kendali menerjang pagar ayu atau kesusilaan, lahirlah
raksasa perkasa nan angkara murka yakni Rahwana atau Dasamuka.
Di dalam legenda dan kepercayaan
masyarakat Jawa, ada sejumlah tokoh besar yang lahir akibat hubungan gelap atau
pun pemerkosaan. Orang yang melanggar kesusilaan dengan melakukan hubungan
gelap, pada umumnya dikuasai dorongan nafsu, semangat dan tekad atau lebih
tepat nekad dengan sangat kuat terutama pihak lekaki, meski tidak jarang juga
pada kedua pelakunya, sehingga lahirlah anak yang memiliki semangat dan berani
nekad. Lebih-lebih apabila setelah lahir, anak hasil kumpul kebo ini
dibesarkan serta dididik oleh ibunya selaku orangtua tunggal dengan
keprihatinan tinggi. Maka jadilah tokoh-tokoh hasil lembu peteng yang mengukir sejarah seperti halnya Ken Arok dan
Bondan Kejawan, serta sejumlah tokoh lainnya yang diyakini masyarakat memiliki
latar belakang hasil hubungan seks yang sama.
Tentu saja penulis tidak
menganjurkan para sahabat melakukan hal yang seperti itu demi memiliki
keturunan yang perkasa dan bisa menjadi penguasa ternama. Karena
toh kalau anggapan seperti itu benar, berapa persen dari anak-anak hasil
hubungan gelap yang bisa berkuasa, dan berapa persen yang gagal total dalam
kehidupannya. Saya yakin yang gagal jauh lebih banyak. Lagi
pula, keberhasilan menjadi penguasa, tidaklah menjamin yang bersangkutan
mencapai ending atau akhir karier
yang baik. Bahkan tidak jarang kehidupannya berakhir dengan tragis. Naudzubillah.
(https://islamjawa.wordpress.com/2015/02/19/hubungan-seks-pengaruhnya-pada-anak-seks-dalam-peradaban-kebudayaan-jawa-3/ ).
Sahabatku, kita semua menyakini,
seluruh kehidupan ini sudah tertulis dalam lauh mahfudz, kitab skenario atau catatan
kejadian di alam semesta termasuk nasib, amal dan perbuatan manusia. Namun
demikian Allah Yang Maha Agung juga masih memberikan ruang ikhtiar dan doa
kepada umat manusia. Dari hikmah dan hakikat doa Rasulullah Saw serta untaian
nasihat kearifan Jawa tadi, kita bisa menarik pelajaran adanya peluang ikhtiar
manusia untuk memberikan pondasi kokoh pada anak keturunannya, semenjak benih
dipancarkan dari sela tulang sulbinya, agar menjadi insan kamil dalam suatu
peradaban nan mulia.
Insan yang sejak pembentukannya
sudah diniatkan oleh kedua orang tuanya, akan bagaikan bahan baku kain lukisan
kehidupan yang baik. Selanjutnya cat, corak, jenis dan gambar lukisan tergantung
pada orangtua, guru dan masyarakat setelah sang anak lahir. Itulah pendidikan
dan gemblengan kehidupan, yang akan menjadi lukisan pada kain. Semuanya saling
terkait, saling mengisi dan melengkapi. Tentu saja, sebaik apapun bahan catnya,
dan sehebat bagaimanapun pelukisnya, tapi apabila bahan kainnya buruk, tidaklah
mungkin bisa dibuat lukisan kepemimpinan yang mumpuni, yang hebat dan
diberkahi. Oleh karena itu marilah kita niatkan dan siapkan anak keturunan
kita, generasi masa depan untuk menjadi pemimpin-pemimpin umat yang mulia dan
diberkahi, semenjak belum terjadi pembuahan. Mari kita siapkan anak keturunan
kita untuk memahami seni kearifan ini. Aamiin.
Berikutnya: WAHYU DAN SENI KEPEMIMPINAN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar