Catatan: Seri tulisan ini merupakan Bab Penutup dari naskah buku penulis yang berjudul: "Bertasawuf di Era Globalisasi." Semoga berkenan.
Sahabatku,
judul buku ini yaitu Bertasawuf di Era
Globalisasi, memiliki dua pengertian yang dipadukan menjadi satu.Yang
pertama, bertasawuf atau menjalankan
tasawuf dalam kehidupan kita sehari-hari. Yang kedua, di era globalisasi, yaitu di suatu zaman yang seluruh dunia diibaratkan
bagai selembar kain yang rata tanpa ada lipatan atau bekas lipatan sama sekali.
Di zaman yang juga disebut sebagai era kesejagatan ini, sebuah kejadian di
sebuah titik atau tempat, dalam tempo hanya sekejap sudah bisa diketahui oleh
seluruh penghuni dunia lainnya.
Dalam
era globalisasi sekarang, terjadi suatu gelombang kehidupan yang dahsyat yang
membuat seluruh penduduk dunia bagai tidak berjarak lagi. Gelombang ini saya
sebut Gelombang Globalisasi-II, yang ditandai antara lain dengan hadirnya
sebuah teknologi informasi yang super canggih, yang dikendalikan oleh kekuatan
modal yang juga berskala global, yang kita namakan Kapitalisme Global.
Gelombang
Globalisasi-I, telah terjadi pada abad 19 dan terus berlangsung sampai Perang
Dunia II tahun 1940-an. Setelah Perang Dunia II, Gelombang Globalisasi-I,
sedikit mereda, namun bangkit kembali menjelang akhir abad 19 dalam bentuk
Gelombang Globalisasi-II.
Seperti
halnya Gelombang Globalisasi-II, Gelombang Globalisasi-I juga ditandai dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diawali oleh James Watt dari
Inggris yang menemukan mesin uap pada tahun 1765.Empat tahun berikutnya,
penemuan ini dipatenkan dan mulai memicu hadirnya mesin-mesin industri moderen
berkapasitas produksi tinggi, yang kemudian menjadi dasar lahirnya Revolusi
Industri yang terus berkembang dan kita kenal sampai sekarang.
Dua
puluh delapan tahun berikutnya, yaitu 1807, Robert Fulton bersama keluarga
Robert R.Livingston, secara spektakuler mengoperasikan kapal komersial pertama
yang digerakkan oleh mesin uap, yang mampu menempuh jarak 300 mil antara New York City – Albany,
dalam tempo 62 jam.
Penemuan-penemuan
yang mampu mengubah wajah dunia ini, terus berlanjut dengan ditemukannya
teknologi komunikasi jarak jauh, telegraf, oleh Samuel Finley Breese Morse
tahun 1837, disusul pula dengan penemuan telpon oleh Alexander Graham Bell
tahun 1876.
Hampir
bersamaan dengan itu, jalur transportasi yang menghubungkan benua Eropa dengan
Asia, yang semula hanya bisa ditempuh melalui tiga jalur, bertambah satu jalur
lagi secara sangat berarti pada tahun 1870. Sebelum itu jalur perhubungan
terdiri dari, pertama sepenuhnya
jalur darat melalui “Jalur Sutra (Utara dan Selatan)” menembus kaki gunung
Himalaya dan gurun Gobi yang sulit tiada tara. Kedua sepenuhnya jalur laut mengelilingi benua Afrika dengan
lautannya yang ganas. Ketiga,
kombinasi laut dan darat melalui kawasan Timur Tengah. Adapun jalur keempat adalah Terusan Suez, yang
merupakan terusan buatan manusia terbesar yang menghubungkan Mesir dengan
semenanjung Sinai sejauh 163 kilometer dengan lebar 300 meter atau terpanjang
kedua di dunia.Terusan ini dibuat selama hampir sebelas tahun, selesai pada
tahun 1869 dan mulai dioperasikan tahun 1870. Terusan terpanjang adalah Terusan
Laut Putih – Baltik di Rusia sepanjang 227 km, yang dibuka pada 1933.
Melalui
terusan Suez, apalagi dengan kapal-kapal bertenaga uap yang menggantikan
kapal-kapal layar, jalur perhubungan antara Eropa dan Asia termasuk Indonesia,
menjadi jauh lebih mudah, aman dan cepat. Semua itu kian berkembang dengan
keberhasilan Wright Bersaudara, yaitu Orvile Wright dan Wilbur Wright, membuat
pesawat terbang tahun 1903.
Berbagai
penemuan tadi, membangkitkan syahwat kekuasan dan pesona dunia para pemilik
modal dan negara-negara Barat, khususnya Eropa. Syahwat hegemoni kekuasaan yang memang selalu melekat pada diri siapa
pun para penguasa dan pemilik uang semenjak zaman baheula, mendorong mereka
berusaha menguasai wilayah dan aset-aset dunia yang penduduk dan penguasanya
lemah atau bisa dilemahkan. Syahwat kekuasaan dan pesona dunia itulah yang
menyerbu serta melanda dunia, bergulung-gulung bagai gelombang yang
dikendalikan oleh para pemilik modal atau para kapitalis.Dan demi
mempertahankan area yang sudah dikuasainya, mereka selanjutnya membangun
imperium-imperium kekuasaan. Maka timbullah apa yang disebut dengan kapitalisme-imperialisme, yang secara
menyolok merupakan penjajahan terhadap bangsa-bangsa lain.
Sejarah
mengajarkan, sesungguhnya penjajahan serta penguasaan manusia dan suatu bangsa
atas yang lain, telah berlangsung semenjak awal peradaban manusia.Lebih-lebih
sesudah revolusi industri mampu menghasilkan produk-produk konsumsi yang masal,
yang harus dipasarkan dan terjual, supaya menghasilkan keuntungan besar bagi
para pemodalnya. Sejarah juga mengajarkan, selalu saja ada pihak yang
dikorbankan demi memberikan kepuasan besar yang tiada batas kepada pihak lain.
Kekuasaan
mutlak, penindasan, penjajahan dan perbudakan serta penyimpangan tata nilai pada akhirnya juga
akan memicu kesadaran pihak yang tertindas, yang bisa tumbuh bergelora menjadi
ideologi pembebasan. Dalam sejarah peradaban, ideologi pembebasan telah mampu
mengorbarkan “perang pembebasan” melawan rezim-rezim penindas yang mapan, zalim
dan atau yang menjungkirbalikkan akhidah ketuhanan.Maka Kanjeng Nabi Ibrahim
sebagai Bapak dari agama-agama langit, bangkit melawan Raja Namrud dan ayah
kandungnya sendiri,yang dimulai dengan menghancurkan berhala-berhala sesembahan
mereka. Kanjeng Nabi Musa menyulut api perlawanan terhadap struktur politik dan
agama sekaligus, melawan kekuasaan tirani Raja Fir’aun, ayah angkatnya yang
zalim dan mengaku sebagai Tuhan.
Baginda
Rasul, Kanjeng Nabi Muhammad Saw, menyulut api revolusi dan perjuangan
spiritual keagamaan dalam suatu tatanan masyarakat yang secara sosial politik
dan ekonomi termasuk mapan pada zamannya.
Sementara
itu, Proklamator kita, Bung Karno dan Bung Hatta, bahkan bukan hanya
mengobarkan perang kemerdekaan Indonesia, tetapi juga semangat kemerdekaan bangsa-bangsa
Asia-Afrika lainnya. Dengan ideologi pembebasan yang bercirikan
sosio-nasionalisme, keduanya bersama kekuatan rakyat berhasil memanfaatkan
momentum Perang Dunia II, mengusir penjajahan dari bumi Nusantara, dan untuk
sementara membendung Gelombang Globalisasi-I.
Pasca
Perang Dunia-II, Gelombang Globalisasi-I nampak mereda dalam situasi yang
disebut “Perang Dingin”, yang terjadi antara dua kekuatan super power, yaitu antara Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat
dan Blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet.Tetapi Perang Dingin itu pun
akhirnya meletihkan dan berakhir pelan-pelan, dimulai dengan tampilnya kaum
pragmatis di Republik Rakyat China (RRC) yang dipimpin Deng Hsiaoping setelah
Mao Zedong wafat Januari 1978.Deng menyadari bahwa ideologi komunis yang
berlandaskan pada Marxisme/Leninisme yang menjadi andalan Blok Timur ternyata
tidak dapat menjawab semua persoalan yang dihadapi RRC. Oleh karena itu ia
kemudian menyesuaikan penerapan ideologi komunisme dengan tuntutan nyata
pembangunan RRC, terutama demi mengejar berbagai ketertinggalannya.
Deng
Hsiaoping selanjutnya melancarkan program pembaharuan yang mencakup empat
bidang, yaitu pertanian, industri, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) serta
militer. Guna menunjang itu semua, RRC
harus membuka diri untuk
memperoleh bantuan dan kerjasama luar negeri. (Memori Jenderal Yoga, Bab 17: Perubahan Di Negara-Negara Komunis,
B.Wiwoho dan Banjar Chaeruddin, Bina Rena Pariwara, 1991).
Setelah
RRC membuka tirai bambunya, demikian
julukan terhadapnya, Uni Soviet yang dipimpin oleh Mikhail Gorbachev pada dasa
warsa 1980an, juga ikut membuka tirai
besinya.Ia melancarkan kebijakan baru yang dikenal sebagai perestroika atau restrukturisasi ekonomi
dan glasnost atau keterbukaan.Dengan
itu Soviet mengambil langkah besar dalam memperbaiki hubungan dengan Blok
Barat, serta memberikan kesempatan kepada negara-negara sekutu dan satelitnya
buat memempuh jalan masing-masing.Dalam pidato di Vladivostok 28 Juli 1986,
Gorbachev menegaskan “Kita butuh perdamaian.” Dan dengan segera pula ia menarik
100.000 lebih tentara Soviet dari Afghanistan yang sudah diintervensi dan
dikuasainya semenjak 1979.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda