Jumat, 08 Februari 2013

Revolusi Perpajakan th 1983 (1): MEMBANGUN MONUMEN NASIONAL YANG BISA MENJADI MESIN UANG.




                     

Pernahkah anda mengetahui ada Monumen Nasional selain Tugu Monas yang selama ini kita kenal? Tak banyak yang tau, karena memang  belum banyak dipublikasikan. Adapun yang dimaksud dengan Monumen Nasional tersebut adalah Reformasi Pajak tahun 1983 atau disebut juga sebagai Pembaharuan Sistem Perpajakan Nasional (PSPN). Hal itu dikemukakan oleh Presiden Soeharto untuk membangun tekad dan semangat tatkala melakukan PSPN, yang kemudian ditimpali oleh Menteri Keuangan Radius Prawiro, “yang bisa menjadi mesin uang”. 1)

Tentu tidak semudah itu membuat monumen nasional yang bisa menjadi mesin uang. Bahkan sebelum benar-benar terwujud menjadi mesin uang, Presiden Soeharto mengancam Direktur Jenderak Pajak Salamun AT setelah Dirjen Pajak tersebut memberikan penyuluhan kepada seluruh pimpinan pemerintahan di Istana Negara, Sabtu 16 Pebruari 1985, dengan mengatakan jika pak Salamun tidak mampu menertibkan dan memimpin aparat pajak untuk mewujudkannya, maka Presiden terpaksa akan merumahkan aparat-aparat pajak serta menyewa tenaga-tenaga asing buat menggantikannya. Pak Salamun mengungkapkan kegalauannya memperoleh ultimatum Pak Harto tersebut kepada kami, pengurus Yayasan Bina Pembangunan.

Ancaman Pak Harto itu cukup beralasan karena disamping citra buruk aparat pajak, Indonesia juga sudah mulai menghadapi bayang-bayang anjlognya harga minyak dan gas bumi, yang bisa mengakibatkan merosotnya penerimaan negara, sehingga pada gilirannya bisa menyebabkan runtuhnya Pemerintahan bahkan negara. Ancaman yang sama juga terbukti dilakukan Pak Harto tiga bulan kemudian, tatkala mereformasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dengan menyewa jasa lembaga surveyor Swiss, Societe Generale de Surveillance (SGS). SGS mulai mengambilalih serta melaksanakan tugas Ditjen Bea dan Cukai berdasarkan Instruksi Presiden no 4 tanggal 11 April 1983, dan berlangsung  selama 12 tahun.






 
1).    Catatan penulis berdasarkan pembicaraan-pembicaraan dengan Radius Prawiro dan Salamun AT. Hal yang sama juga disinggung dalam buku:  Radius Prawiro, “Pergulatan Indonesia Membangun Ekonomi, Pragmatisme Dalam Aksi” PT.Elex Media Komputindo, 1998 hal 326, “Radius Prawiro, Kiprah, Peran dan Pemikiran”, Pustaka Utama Grafiti, 1998 hal  245 dan Anne Booth, “Ledakan Harga Minyak dan Dampaknya”,  UI-Press, 1994 hal 52.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda