Rabu, 01 Agustus 2012

PRESIDEN SBY SEMAKIN KEHILANGAN ORIENTASI.


Dilanda berbagai krisis:
PRESIDEN SBY SEMAKIN KEHILANGAN ORIENTASI.

Membaca pemberitaan media online ternama detikNews,  “ SBY:  Orangtua Yang Anaknya Jadi Korban Bullying Dapat Lapor ke Saya”, Selasa sore 31 Juli 2012, perasaan seperti semakin teriris dan hati menjadi miris.

Dalam keadaan semua normal dan kehidupan masyarakat berjalan baik-baik saja, pernyataan itu bagus. Tapi dalam keadaan di mana-mana merebak konflik sosial berdarah-darah, yang terakhir adalah peristiwa  bentrok aparat bersenjata dengan masyarakat karena sengketa lahan perkebunan Pabrik Gula Cinta Manis, di desa Limbang Jaya, Ogan Ilir, Sumatera Selatan Jumat sore 27 Juli 2012, pernyataan tersebut menjadi hambar tak bermakna.  Peristiwa yang menelan korban jiwa seorang anak berusia 12 tahun, dua perempuan satu di antaranya remaja dan  tiga orang pria luka-luka, sungguh bagaikan perjuangan gerakan intifada rakyat Palestina yang bersenjatakan batu melawan tentara Zionis Yahudi yang bersenjata api lengkap.

Seribu satu alasan bisa saja dikemukakan oleh Pemerintah untuk membela tindakan aparat. Namun janganlah menganggap rakyat itu bodoh. Perang melawan musuh-musuh negara saja, dan lebih-lebih bagi umat Islam, kita dilarang menyerang warga sipil khususnya wanita dan anak-anak. Sedangkan ini menghadapi rakyatnya sendiri,

Hampir bersamaan dengan peristiwa berdarah tadi, muncul pula berita bullying dari para senior kepada  para yunior di sebuah sekolah di Jakarta. Ironisnya, terhadap peristiwa Cinta Manis yang amat pahit bagi rakyat itu, Presiden SBY cukup dengan hanya memberikan perintah normatif  kepada Menteri Kordinator Politik, Hukum dan Keamanan, yaitu  mencari solusi terbaik serta menghimbau masyarakat untuk bisa menahan diri ( tribunnews.com edisi petang, 31 Juli 2012). Sedangkan atas peristiwa bullying anak-anak sekolah, Presiden SBY tampil bagaikan seorang hero yang siap mati pasang badan menghadapi penjahat-penjahat sadis tak berperikemanusiaan, dengan meminta para orangtua korban untuk lapor kepadanya.

Bagaimana anda saudara-saudara sebangsa dan setanah air, jika harus membayangkan, membuat gambaran visual yang hidup atau film video atas sikap Presiden SBY dalam menghadapi kedua peristiwa tersebut? Bisa jadi muncul suatu adegan konyol yang menggelikan. Tapi bagi saya sungguh membuat miris, karena semua itu semakin menunjukkan bahwa Presiden kita semakin kehilangan orientasi. Semakin tidak bisa membuat skala prioritas. Presiden telah mengalami disorientasi.

Sebagaimana kita pahami bersama, cita-cita kemerdekaan yang kita Proklamasikan 67 tahun yang lalu (17 Agustus 1945), dengan tegas menyatakan tujuan bernegara kita adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,  meningkatkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta dalam pergaulan dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Pada kenyataannya, Republik Indonesia saat ini semakin menjauh dari cita-cita yang secara cemerlang dijunjung tinggi oleh para pendiri bangsa. Alih-alih menjadi semakin baik, kondisi bangsa secara obyektif justru semakin memburuk, bahkan mengarah pada negara gagal, mengarah pada kehancuran Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sebagaimana diperingatkan oleh 45 Tokoh Nasional dalam memperingati Kemerdekaan setahun yang lalu, kerusakan telah melanda semua aspek dan lini kehidupan,  Dewasa ini kita sudah dilanda 7 krisis nasional, yang dari waktu ke waktu semakin meningkat skalanya. Ketujuh krisis tersebut yaitu: 1). Krisis kewibawaan Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. 2).Krisis kepercayaan terhadap partai politik dominan dan parlemen. 3). Krisis efektivitas penegakkan hukum. 4). Krisis kedaulatan sumber daya alam. 5).Krisis kedaulatan pangan, yang sungguh sangat ironis,  sebagai sebuah negara agraris namun hampir semua kebutuhan komoditi pertaniannya harus diimpor. Sangat ironis sebagai negara maritim, namun kebutuhan garam dan ikan lautnya harus diimpor dari negara-negara tetangga yang garis pantai dan luas lautannya jauh lebih kecil dibanding dengan yang kita miliki. 6). Krisis pendidikan. 7).Krisis integrasi nasional.

Semua itu terjadi karena pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak efektif, lemah dan hanya mengejar pencitraan diri  ketimbang kerja nyata. Presiden telah mengalami disorientasi. Keadaan rakyat yang berjalan sekarang ini lebih karena usaha mereka sendiri dan bukan karena peran negara. Negara seperti sering ditunjukkan dalam berbagai “social unrest” yang berujung konflik-konflik fisik, tidak hadir tatkala rakyat membutuhkan bantuan  dan perlindungannya.

Pada setahun yang lalu itu pula,  45 Tokoh Nasional tersebut sebagaimana terbukti sekarang, memperkirakan krisis-krisis tadi akan semakin meningkat, rakyat semakin pesimis dan terpuruk, dan terbukti sampai-sampai mau makan tahu-tempe saja susah. Jika situasi buruk itu terus berlangsung, maka akan terlalu berisiko bagi NKRI. Meskipun menurut Konstitusi, keharusan pergantian kepemimpinan 5 tahunan perlu dipelihara, tetapi apabila Presiden SBY tidak bisa memelihara keharusan ini dengan membiarkan demoralisasi dan anomali kehidupan berbangsa dan bernegara, maka keharusan konstitusional itu otomatis gugur. Bangsa dan negara harus diselamatkan. Untuk itu perubahan adalah “conditio sine qua non”. Semakin cepat semakin baik agar ongkos politik, biaya ekonomi dan risiko sosial budaya bisa berkurang.

Para tokoh itu juga menyerukan agar DPR mengambil langkah politik untuk segera mengakhiri kekuasaan yang hanya menyandera rakyat ini. Kepemimpnan SBY sudah terbukti tidak mampu dan secara moral sudah tidak patut untuk menyelenggarakan negara dan kekuasaan pemerintahan.

Demikianlah pernyataan 45 tokoh tadi setahun yang lalu, yang saya  kutip kembali mengingat relevansinya  yang semakin kuat dengan keadaan. Keempat puluh lima tokoh tersebut antara lain Prof.K.H.Alie Yafie (ulama), Prof Bismar Siregar  (mantan Hakim Agung),  KH.Cholil Badawi (tokoh dan Pembina Dewan Dakwah Indonesia), Ketua Umum Konferensi Waligereja Indonesia Mgr.Martinus D.Situmorang, Romo Benny Susetyo, Prof.Dr.Adnan Buyung Nasution, Prof.Dr.Anwar Nasution. Hariman Siregar, B.Wiwoho, Indro Tjahjono, Mulyana W.Kusumah, Amir Daulay, Jenderal Purn Tyasno Sudarto, Letjen Purn Marinir Suharto, Murwanto, Tjuk Sukiadi, D.H.Assegah, Dr.Jamester Simarmata, Monang Siburian, K.H.Muhammad Zain, Chris Siner K.Timu, Sugeng Sarjadi, Dr.Sukardi Rinakit, Dr. Eggi Sudjana, Burzah Sarnubi, Dr.Muslim Abdurahman, Fany Habibie dll.

Semoga di bulan Ramadhan yang sekaligus juga merupakan bulan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia ini, Allah Swt, Tuhan Yang Maha Kuasa, membangunkan kesadaran bernegara serta patriotisme kita, menolong dan menyelamatkan kita bangsa Indonesia. Amin. (B.Wiwoho).

Beji, 01 Agustus 2012.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda