Rabu, 01 Januari 2014

Seri "Tasawuf, Salon Kecantikan Jiwa di Era Globalisasi" (2): Musik Jiwa Dalam Perang Semesta.




Hampir bersamaan dengan meredanya Perang Dingin, ilmu pengetahuan dan teknologi juga mengalami perkembangan yang luar biasa pesat, terutama di bidang teknologi informasi.Jika perkembangan iptek di abad ke-19 telah menghasilkan industri moderen serta membuat hubungan antar benua dan daerah menjadi suatu keniscayaan, maka perkembangan iptek di akhir abad ke-20 telah membuat dunia serasa tidak berjarak, dan manusia merasa seolah bisa mewujudkan semua mimpinya.Bahkan ruang-ruang pribadi dalam rumahtangga pun seakan tidak bersekat lagi.

Lompatan-lompatan besar dalam iptek yang sangat spektakuler di paruh kedua abad ke-20, dipicu oleh Perang Dunia II. Masing-masing pihak yang berperang yaitu Jerman dan Jepang di satu pihak melawan Amerika Serikat dan sekutunya di pihak lain, berusaha menemukan alat-alat perang baru yang bisa mengalahkan musuhnya. Maka pada tahun1941, insinyur Jerman Konrad Zuse membuat komputer guna merancang pengoperasian pesawat terbang dan peluru kendali.Sementara Inggris membuat komputer buat memecahkan kode-kode rahasia Jerman.Selanjutnya Amerika pun tidak mau ketinggalan.

Pada generasi pertama, komputer tersebut berukuran sangat besar, hampir sebesar lapangan bola.Namun dengan penemuan transistor yang menggantikan tabung vakum di radio, televisi, peralatan elektronik dan komputer tahun 1948, maka ukuran-ukuran mesin dan alat-alat elektronik menurun drastis, dan terus mengecil seperti yang kita pakai sekarang. Di samping itu pemanfaatan komputer juga melesat luar biasa menjadi apa yang kita kenal sebagai teknologi informasi, yaitu teknologi apapun yang bisa membantu manusia dalam membuat, mengubah, menyimpan, mengkomunikasikan serta menyebarluaskan informasi dengan kecepatan sangat tinggi, malahan bisa dibilang hanya sekejap.

Di bidang perhubungan dan pengangkutan atau distribusi barang, Perang Dunia II juga mendorong Angkatan Bersenjata Amerika Serikat, US Army, untuk merancang sistem mobilisasi peralatan perang yang mudah, aman dan tepat guna, yang kemudian kita kenal dengan peti kemas. Seperti halnya penemuan komputer, suasana Perang Dingin setelah berakhirnya Perang Dunia II, memacu negara-negara maju untuk mengembangkan dan menyempurnakan penemuan-penemuannya semasa perang, termasuk penemuan sistem peti kemas.Sistem yang semula hanya dipakai di kalangan militer, kemudian dikembangkan menjadi untuk bisnis, dengan diluncurkannya pelayaran perdana kapal peti kemas Gate Way City tahun 1957, menempuh jalur Houston – New York. Selanjutnya pada tahun 1972, sistem peti kemas mulai go internationalmelayari jalur Eropa, Jepang dan Australia, dan dalam tempo lima tahun sudah melayari hampir seluruh dunia.

Sistem peti kemas mampu memuat apa saja, mulai dari produk dalam bentuk curah sampai produk-produk jadi yang berupa perakitan seberat puluhan ton. Ini merupakan revolusi moda transportasi yang juga luar biasa dengan keunggulan-keunggulan antara lain, keamanan lebih terjamin, risiko kerusakan barang kecil, biaya murah, proses distribusi barang yang meliputi pelayaran dan bongkar muat lebih cepat, kapasitas angkut besar dan merupakan multi moda transporasi darat – laut – udara.

Lompatan besar iptek lainnya yang bahkan sedang berlangsung yang belum bisa diketahui persis ujungnya, adalah apa yang disebut nano teknologi. Konsep nano teknologi diperkenalkan pertama kali oleh ahli fisika Amerika, Richard Feynman, pada tahun 1959. Istilah nano teknologi itu sendiri diresmikan oleh Prof.Norio Taniguchi di Jepang tahun 1974, dan sejak itu terus berkembang.

Nano teknologi adalah pembuatan dan penggunaan materi atau devais pada ukuran yang amat sangat kecil, mulai dari 0,1 hingga 100, selanjutnya disebut skala nano dengan kode nano meter (nm). Satu nm sama dengan satu per milyar meter (0,000.000.000.1m atau 10-9), yang berarti 50.000 kali lebih kecil dibanding garistengah rambut manusia.Contoh pembanding lainnya yaitu ukuran protein dalam sel tubuh manusia sebesar sekitar 5nm. Materi pada dimensi skala nano menunjukkan sifat fisis yang berbeda, sehingga dengan itu para ahli berharap dapat membuat terobosan baru di bidang iptek khususnya kesehatan. Sungguh tak terbayangkan, seberapa besar ukuran seperlimapuluhribu rambut manusia, terutama pula bagaimana memahami serta mendayagunakan materi sebesar itu bagi kehidupan kita.

Toh kini sudah terbukti. Beberapa contoh terobosan  penting yang sudah dipakai di berbagai produk yang digunakan di seluruh dunia, meliputi penggunaan di komputer, elektronik, kosmetika, pupuk, bahan polimer hingga ramuan herbal, misalkan: (1) katalis pengubah  pada kendaraan yang mereduksi polutan udara, (2) devais pada komputer yang membaca serta menulis dari dan ke hard disk, (3) beberapa pelindung terik matahari dan kosmetika yang secara transparan dapat menghalangi radiasi berbahaya dari matahari.

Tetapi lagi-lagi, tekonologi informasi super canggih itu pun dikuasai oleh kaum kapitalis, yang dengan dalih rasionalitas, efektivitas dan produktivitas, menawarkan kebebasan individu, kepentingan diri dan pasar bebas, yang kemudian memicu timbulnya Gelombang Globalisasi-II, melanda segenap pelosok dunia, bergulung-gulung, menggilas nalar serta melibas kearifan-kearifan tradisional dan agama.

Kapitalisme Global juga menggubah musik jiwa yang mendendangkan pemujaan pada pesona dunia dengan aneka selera dan gaya hidupnya, menggalang alam pikiran manusia agar terpadu secara total menjadi satu dimensi yang mengagungkan rasionalitas, yang pada hakekatnya membangun gaya hidup yang individualistis, materialistis, hedonistis dan bahkan narsis.

Bersama musik jiwa tersebut, Kapitalisme Global menciptakan kebutuhan-kebutuhan palsu yang menghisap individu-individu ke dalam pusaran sistem produksi dan konsumsi.Berbagai komponen penunjang seperti manajemen, media massa, industri periklanan, film dan cara-cara berrfikir sempit, semuanya diarahkan untuk memproduksi sistem represif dalam suatu masyarakat industri maju yang moderen yang tak mengenal alternatif. Manusia-manusia moderen di segenap pelosok bumi, mengira dirinya benar-benar hidup bebas dalam panggung pesona dunia yang menawarkan aneka kemungkinan untuk dipilih, diraih dan diwujudkan. Padahal kebebasan beserta kepuasan diri yang dikehendakinya, sesungguhnya hanyalah apa yang didiktekan oleh Kapitalisme Global kepadanya.

Perkembangan serta kemajuan ilmu pengetahuan dan tekonologi, sesungguhnya harus kita syukuri. Namun pendayagunaannya yang melampaui batas kewajaran kebutuhan hidup, telah mendorong para kapitalis yang menguasainya menjadi serakah dan tamak,

Manusia yang memperoleh amanah sebagai khalifah di muka bumi, ternyata memang mempunyai potensi besar untuk merusak bumi itu sendiri.Pagar makan tanaman, demikian bunyi peribahasa, dimungkinkan bila manusia tidak bisa mengendalikan hawa nafsunya.Tidak bisa mengalahkan godaan setan dan pesona dunia, yang dalam sub judul Surga Dikepung Kesulitan, Neraka Dikelilingi Kemudahan, saya sebut sebagai Divisi-Divisi Perang Panglima Setan.

Maka bila  nafsu serakah dan ketamakan manusia membara kemudian berkobar, ia menjadi lebih buas dibanding binatang yang paling buas sekalipun,  lebih buas dari harimau, lebih berbahaya dibanding ular yang paling berbisa. Harimau menerkam dan membunuh mangsanya hanya untuk sekedar makan penangsal perut, tidak lebih.Harimau tidak menyimpan dan menimbun makanannya.Sedangkan manusia membunuh rusa, harimau, gajah dan lain-lain bukan untuk makan tapi demi memuaskan dahaga ujub dan riya, berbangga lagi menyombongkan diri semata.Ia bangga dapat memamerkan fotonya di atas bangkai binatang buruannya, memajang kulit harimau, tanduk rusa yang bercabang-cabang dan gading gajah hasil buruannya. ((Memakanai Kehidupan, B.Wiwoho, Bina Rena Pariwara, 2006).

Prof.Dr.H.Abubakar Aceh dalam Pengantar Ilmu Tarekat, Uraian Tentang Mistik menyatakan, dari kacamata sufi, kerusuhan di dunia ini disebabkan oleh dua hal, pertama lantaran manusia tidak percaya adanya Tuhan. Kedua, karena manusia itu terlalu mencintai dirinya. Penyebab yang pertama mengakibatkan  orang tidak mengenal Tuhan, sehingga menjadi tidak takut dan tidak patuh kepada perintah dan larangan-larangan-Nya. Padahal perintah dan larangan-Nya itu dimaksudkan untuk menjaga keharmonisan hubungan antar manusia dan keharmonisan antar makhluk, bahkan keharmonisan alam raya.

Sebab yang kedua mengakibatkan orang mencintai harta benda  dan kekayaan, mencintai makan minum yang lezat yang berlimpah-limpah, mencintai anak-isteri secara berlebihan, mencintai rumah yang besar dan megah, mencintai nama yang harum dan masyhur, yang akhirnya membawa kepada kecintaan yang sangat kepada dunia dan ingin hidup kekal di atas permukaan bumi.

Kedua hal di atas membuat orang tidak mengindahkan tata nilai dan budi luhur, memuja hawa nafsu dan pesona dunia tanpa peduli dengan hak-hak orang lain, apalagi makhluk lain dan alam raya. Keinginan untuk membuat dirinya lebih berkuasa, lebih kaya, lebih hebat, lebih masyhur dari orang lain, sudah barang tentu menempatkan orang-orang lain berada di bawahnya, dengan konsekuensi merusak hubungan persaudaraan serta keharmonisan. Orang-orang yang seperti itu akan berjuang demi kepentingannya sendiri tanpa peduli terhadap kepentingan serta hak-hak orang lain, tanpa peduli untuk mensyukuri dan melestarikan alam raya dengan segenap seisinya. Mereka tidak mau memahami hakikat rahmatan lil alamien ataupun hamemayu hayuning bawono, meskipun mungkin mulutnya sering mengucapkan. Apa dan siapa pun harus tunduk dan mengabdi pada kepentingannya.

Kedua penyebab kerusuhan dunia tersebut sudah menyertai manusia semenjak awal, dan merupakan batu ujian bagi ketakwaan dan budi luhur. Alkisah, pada suatu hari Khalifah Ali bin Abi Thalib mengunjungi masjid besar Basrah dan menjumpai banyak orang  saling bercerita tidak karuan, sehingga ia mengusirnya. Tetapi tiba-tiba ia berdiri dekat satu golongan yang tengah mendengarkan  penuh perhatian terhadap cerita seorang anak muda, yang bernama Hasan. Lalu  Sang Khalifah berkata kepada anak itu, “Jika kamu dapat menjawab kedua soal ini, aku akan membiarkan engkau berbicara kepada kumpulan  orang-orang itu, namun bila engkau tidak memberikan jawaban yang benar, aku akan mengeluarkan engkau dari dalam masjid ini seperti mengeluarkan teman-temanmu yang lain. Maka kata anak itu, “Bertanyalah, ya Amirul Mukminin!” Lalu Khalifah Ali berkata, “Coba ceritakan kepadaku, apakah yang menyelamatkan agama atau peraturan, dan apakah yang merusakkannya?”. Sang anak menjawab, “Yang dapat menyelamatkannya adalah wara’, dan yang membinasakannya adaalah tamak.” Ali bin Abi Thalib menyahut, “Sungguh benar katamu itu. Orang semacam engkau layak berbicara terhadap orang banyak.”

Anak kecil tersebut tiada lain adalah Hasan Basri, yang dikemudian hari menjadi salah seorang tokoh sufi terkemuka. Semenjak kecil ternyata ia sudah bisa mengupas penyakit-penyakit jiwa manusia dan cara mengobatinya.

Sahabatku, alunan musik jiwa yang dihembuskan oleh Gelombang Globalisasi-II, pada hemat saya telah menjadi  “Perang Semesta”, yang tergolong perang paling dahsyat yang dikuatirkan oleh Kanjeng Nabi Muhammad Saw. Sebagaimana saya uraikan dalam sub judul Tiga Komponen Dasar Manusia, Rasulullah seusai Perang Badar meluruskan anggapan para sahabatnya yang menyatakan Perang Badar sebagai perang besar yang menghasilkan kemenangan dari segala kemenangan. Menurut beliau, kembali dari Perang Badar itu adalah kembali dari perang yang sekecil-kecilnya.”Kita ini kembali dari peperangan yang paling kecil, menuju peperangan yang lebih besar, yaitu peperangan melawan hawa nafsu.” Seorang sahabat bertanya, perang apa yang paling utama. Baginda Rasul menjawab, “Engkau perangi hawa nafsumu.”Abu Daud meriwayatkan sabda beliau, “Bukanlah orang yang gagah berani itu lantaran dia cepat melompati musuhnya di dalam pertempuran, tetapi orang yang berani ialah yang bisa menahan dirinya dari kemarahan.”

Perang Semesta yang menyertai Gelombang Globalisasi-II, merupakan perang moderen terdahsyat, yang bukan lagi ditentukan oleh benteng-benteng batu nan kokoh dan meriam, melainkan perang dalam segala bentuk, khususnya perang budaya dan gaya hidup yang mampu menembus masuk ke ruang-ruang pribadi di dalam rumahtangga setiap penduduk dunia.

Demi memenangkan peperangannya, para Kapitalis Global terus berusaha menggelorakan pesona gaya hidup beserta produk-produk konsumtifnya, dengan akibat di samping kerusakan tata nilai budi luhur dan  keagamaan, juga terkurasnya sumber daya alam dan kerusakan lingkungan hidup.

Maasyaa-Allaahu la quwwata illaa billaah.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda