BUKU TONGGAK-TONGGAK ORDE BARU, THE UNTOLD STORY
BUKU TRILOGI TONGGAK
TONGGAK ORDE BARU
Telah terbit buku baru yang mengisahkan tonggak-tonggak penting perjalanan bangsa Indonesia, semenjak tahun-tahun terakhir menjelang kejatuhan Presiden Soekarno sampai dengan kejatuhan Presiden Soeharto, ditutup epilog yang membahas keadaan bangsa dan negara pada akhir-akhir ini, indikator-indikator penting serta berbagai kemungkinan dan saran mengantisipasinya.
Buku dengan judul utama TONGGAK-TONGGAK ORDE BARU itu merupakan trilogi atau seri 3 (tiga) buku yang terbit sekaligus. Seri pertama berjudul tambahan atau sub judul JATUH BANGUN STRATEGI PEMBANGUNAN (424 halaman). Seri kedua MUSUH TERBESAR KESENJANGAN BERNUANSA SARA & EKSTREMISME (356 halaman). Buktu ketiga, KEJATUHAN SOEHARTO DAN ANCAMAN PEMBELAHAN BANGSA (358 halaman). Semuanya dituangkan ke dalam 12 BAGIAN dengan 111 Bab, serta menyebut sekitar 3000 nama orang/lembaga dan sejenisnya.
Ketiga buku ini mengungkapkan perjalanan bangsa dan negara dengan sejumlah “untold story ”, yang membentang dalam kurun waktu lebih dari 35 tahun, hampir separuh dari usia republik yang 76 th, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, ditambah gambaran penting tahun-tahun terakhir ini, yang perlu dicermati serta diantisipasi secara tepat agar 273,5 juta penduduk negeri maritim Nusantara Raya, dengan lebih dari 300 suku bangsa yang mendiami lebih dari 17.500 pulau ini, tidak terbelah, tetapi justru semakin kokoh bersatu jaya sentosa.
Buku ditulis oleh B.Wiwoho, wartawan, penulis, aktivis lembaga swadaya masyarakat dan mantan Direktur National Development Information Office (NDIO) yang namanya telah tercatat dalam Worldcat Identities, dengan 53 karya publikasi dalam 3 bahasa dan dikoleksi oleh 365 perpustakaan dunia. WorldCat adalah situs katalog dan komunitas yang bermarkas di Hongkong, yang mulai beroperasi pada tahun 1971, dengan menghimpun kumpulan katalog yang mencatat isi koleksi perpustakaan di 170 negara dan teritori. Situs ini dioperasikan oleh Online Computer Library Center (OCLC).
B.Wiwoho mengawali kariernya di Harian Suara Karya akhir 1971. Tak sampai satu tahun ia sudah mendapat kepercayaan bertugas meliput kegiatan Presiden dan Wakil Presiden, yang pada masa itu menuntut berbagai persyaratan ketat, disamping juga sebagai wartawan untuk penugasan-penugasan khusus di berbagai bidang. Selain menjadi wartawan, penulis juga aktif dalam kegiatan lembaga swadaya masyarakat, organisasi asosiasi bisnis, pelatihan kepemimpinan serta praktisi komunikasi.
Sepuluh orang tokoh di bidangnya, khususnya wartawan-wartawan senior telah memberikan sambutan sekaligus endorsement terhadap TONGGAK-TONGGAK ORDE BARU. Mereka adalah Prof.Dr.Gunawan Sumodiningrat, Prof.Dr.Salim Haji Said, Parni Hadi, Dr.Soemarso Slamet Rahardjo, Banjar Chaeruddin, R.Haryoseputro, Vincent Lingga, Jasso Winarto, Tribuana Said dan Jack Yanda Zaihifni Ishak Ph.D.
Menurut Guru Besar Universitas Gajah Mada Prof.Dr. Gunawan Sumodiningrat, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, Orde Baru telah menanamkan tonggak penting dalam sejarah pembangunan bangsa. Amat disayangkan, pengalaman yang terjadi di negara lain sebagaimana dituliskan oleh pakar ekonomi pembangunan Michael Todaro dalam Economic Development In The Third World, tidak menjadi bahan pelajaran bagi para pemangku kebijakan di Indonesia. Sebagai akibatnya berbagai permasalahan multidimensional muncul dalam kehidupan sosial masyarakat.
Pada hemat Guru Besar yang juga berpengalaman panjang di Pemerintahan ini, Trilogi Tonggak-Tonggak Orde Baru, menceritakan secara halus dan santun kegagalan pemerintah Orde Baru oleh tiga sebab: (1) kepemimpinan yang terlalu lama; (2) hilangnya kebersamaan diantara penentu kebijakan serta (3) suasana politik yang belum dapat terkelola sejak awal pembangunan.
Pengamat kebijakan publik Jack Yanda Zaihifni Ishak Ph.D, menyatakan, penulis boleh disebut sebagai "insider" berbagai kebijakan Orde Baru, sehingga kaya akan informasi dari sumber-sumber asli yang sifatnya faktual dan banyak berupa rahasia negara. Buku ini sangat diperlukan bagi mahasiswa, aktivis, politisi dan pembuat kebijakan untuk masa depan.
Sementara itu menurut budayawan, pengamat pasar modal dan wartawan senior Jasso Winarto, dari buku ini kita bisa mendapat jawaban yang jujur, apa adanya dan tidak dibuat-buat untuk pencitraan Orde Baru. “Saya membaca draft buku sebelum terbit. Harus saya akui kadang saya tercekam oleh fakta baru di buku ini. Problem sesungguhnya cukup pelik, tetapi karena disajikan secara sederhana dan gamblang, maka mudahlah pembaca mencerna”, tulisnya.
Wartawan senior dan Guru Besar Ilmu Politik Unversitas Pertahanan, Sekolah Staf Angkatan Laut dan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Prof.Dr.Salim Haji Said, dalam sambutannya menuliskan, ada benang merah yang kuranglebih sama tentang kekuasaan yang digambarkan dalam buku ini dengan buku yang ditulisnya, “Menyaksikan 30 Tahun Pemerintahan Otoriter Soeharto”, yakni kekuasaan di pusat pemerintahan negara dengan sejarahnya yang cepat berulang termasuk pembajakan atas demokrasi.
Ia mengingatkan, di banyak negara perpanjangan masa berkuasa menjadi akar dan landasan pembangunan dinasti. Pelajaran sekaligus peringatan ini berlaku sepanjang masa, dan bagi siapa saja termasuk Indonesia di era Reformasi.
Tentang kecenderungan yang sedang terjadi terhadap ancaman pembelahan bangsa berdasarkan kelompok identitas bernuansa SARA yang digambarkan B.Wiwoho, Prof. Salim Haji Said mengingatkan agar segera dihentikan dan jangan dibiarkan berlarut-larut. “Saya mengalami sendiri suasana pembelahan ideologi berikut dampaknya yang tak terperikan pada tahun 1965.” Pembelahan sebagaimana kecenderungan yang terjadi sekarang ini, akibatnya bisa jauh lebih besar dibandingkan pembelahan tahun 1965, demikian nasihatnya.
Edisi I tiga buku berukuran 15,5 x 23 Cm, diterbitkan oleh Elmatera Publishing Yogyakarta, didukung oleh Yayasan Pendidikan Karakter Bangsa - Graha Sembada Insani. Nara hubung atau contack person ke WA : 08174892033. ***
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda