ARAH EKONOMI MENGANCAN MASA DEPAN ANAK CUCU KITA.
Para tokoh tersebut menyimpulkan, kondisi perekonomian nasional jangka panjang kian merisaukan. Program yang dijalankan dengan koordinasi yang buruk antar kementerian dan kepemimpinan yang lemah membuat roh pembangunan rakyat hilang. Jurang masyarakat kaya dan miskin pun melebar.
Pemerintah yang sejumlah menterinya adalah kader-kader arahan mereka, menurut mereka juga masih harus menuntaskan pekerjaan rumahnya dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif. Dunia usaha masih menghadapi ekonomi biaya tingggi, infrastruktur belum memadai, keterbatasan pasokan energi, kebijakan pusat - daerah tidak sejalan. Bahkan lebih mengerikan lagi, mereka menilai, kebijakan ekonomi jangka panjang telah kehilangan panduan.
Nah lho. Kok baru sekarang bicara?
Kemana saja mereka selama ini? Ngapain saja mereka? Padahal banyak orang dan media massa telah menyuarakan hal tersebut tatkala Penguasa Orde Reformasi yang antara lain dimotori Amin Rais mulai mengobrak-abrik berbagai tatanan ekonomi melalui pembuatan berbagai Undang-Undang yang mengobral murah "tanah-air".
Karena tekanan kapitalisme global dengan strategi globalismenya, para elit membuat beberapa UU dan kebijakan yang bertentangan dengan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan, bahkan menyerahkan begitu saja tanah air (bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya) pada cengkeraman neo-liberal dan globalisme serta takluk pada instrumen mekanisme pasar bebasnya.
UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, UU 20/2002 tentang Kelistrikan, UU 19/2003 tentang BUMN, UU 7/2004 tentang Sumber Daya Air dan UU 25/2007 tentang Penanaman Modal serta berbagai peraturan lainnya misalkan penambangan di hutan lindung, membuat negara tidak cukup lagi memiliki kuasa atas pengelolaan (produksi dan distribusi) kekayaan kita yang melimpah.
Ini menyebabkan perusakan dan eksploitasi besar-besaran untuk kepentingan kekuatan modal semata-mata, sehingga mengakibatkan gunung kita yang berfungsi sebagai paku bumi digempur, laut diaduk, pulau dikeduk, hutan dibabat, air tanah disedot tiada terkira.
Sungguh perusakan lingkungan yang luar biasa dan perekonomian yang tidak berkeadilan, tidak berkelanjutan, tidak seimbang dan tidak mandiri dan sekaligus benar-benar menjual tanah air (bahan galian dan air mineral) secara obral dan mentah-mentah tanpa diolah lebih dulu sebagai barang jadi.
Tak pelak lagi, cengkeraman kapitalisme global dan neo liberal bersama para kolaboratornya telah menempatkan Indonesia kembali dalam belenggu penjajahan gaya baru, yang jauh lebih kejam dibanding pejajahan Belanda di masa lalu. Ditambah wabah korupsi yang merajalela, telah memunculkan kecenderungan kehidupan rakyat yang sangat mencemaskan, yang jika tidak segera dihentikan, maka akan dapat menyebabkan kehidupan rakyat bagaikan "ayam mati di lumbung padi".
Mereka sedang membunuh pelan-pelan rakyat Indonesia. Mereka menikmati dan berpesta pora di atas penderitaan demi penderitaan rakyat. Dengan demokrasi globalismenya yang ahistoris bagi Republik Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, mereka menginfiltrasi dan menguasai perundang-undangan serta produk hukum kita, kemudian menguasai sumberdaya kita, membuat daya saing kita lemah, dan selanjutnya memperbodoh, membuat kita miskin, lemah lagi berpenyakitan. Ini adalah kemungkaran dan kezaliman yang terstruktur yang wajib diperangi.
Kini, 10 hari sudah kerisauan terlambat dari para pakar ekonomi tersebut digaungkan. Toh Pemerintah dan para elit tidak memberikan reaksi apa-apa. Mereka seperti sudah menutup mata dan telinganya terhadap kritik, membiarkan bagai "Anjing menggonggong kafilah berlalu". Tinggal anda, kawan-kawan fesbuker, apakah juga akan ikut masa bodoh. Tidak peduli terhadap masa depan anak cucu kita yang mencemaskan tersebut. Masya Allah, laa quwwata illaa billaah. (B.WIWOHO).
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda