Jumat, 03 Januari 2014

Seri "Tasawuf, Salon Kecantikan Jiwa di Era Globalisasi" (3): Salon Kecantikan Jiwa.





Pesona dunia dan gaya hidup yang digelorakan oleh Gelombang Globalisasi, bisa  membuat manusia terombang-ambing, terhempas ke sana ke mari, menjadi materislistis, individualistis, hedonistis dan bahkan narsis. Manusia yang seperti itu telah dikuasai oleh Divisi-Divisi Peperangan Panglima Iblis, khususnya Divisi Pesona Dunia dan Divisi Hawa Nafsu, sehingga tamak dan serakah, tidak pernah merasa cukup.Mereka tidak peduli dengan akhlak mulia dan wajah batinnya. Ada yang rela bekerja keras siang malam karena percaya hanya dengan cara itulah mereka bisa membahagiakan keluarga. Mereka mengukur nilai-nilai kehidupan bukan lagi dengan nilai-nilai idiil, melainkan dengan satuan materi seperti mobil, rumah, liburan ke luar negeri dan sejenisnya. Yang lebih memprihatinkan adalah yang ingin serba instan, bisa berkuasa dan kaya raya dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, dengan segala cara. Menempatkan kekuasaan dan harta benda sebagai tujuan dan bukan sarana untuk mewujudkan cita-cita idiil yang luhur.Sungguh, semua itu mengakibatkan kerusakan pada wajah batin dan jiwa kita.

Sahabatku, marilah kita membentengi diri dan keluarga kita dari serangan Divisi-Divisi Peperangan Panglima Iblis dalam Perang Semesta yang seperti itu.Dan kalau toh kita terkena, tidaklah juga perlu berkecil hati.Namun marilah kita cepat memperbaiki benteng pertahanan batin dan mengobati serta memperbaiki wajah batin kita yang terhantam serangan.

Pertahanan batin, mengobati dan memperbaiki wajah batin itu menjadi tugas tasawuf.Oleh karena itu pula Prof.K.H.Ali Yafie dalam buku Jati Diri Tempaan Fiqih, mengibaratkan tasawuf dengan sebuah kompleks ataupun gedung yang memiliki dua fasilitas kehidupan moderen di era globalisasi ini.Guna mengobati dan memperkuat daya pertahanan batin manusia, kompleks ini menyediakan rumah sakit. Sedangkan untuk memperbaiki sekaligus  mempercantik wajah batin tersedia salon kecantikan.

Gedung tersebut memiliki orang-orang profesional, yang dalam istilah tasawuf disebut mursyid.Mursyid  adalah orang-orang profesional, dokter dan perawat kecantikan hati nurani, kecantikan batin. Mursyid profesional ini  tidak berasal dari satu aliran tertentu saja, tetapi berasal dari berbagai aliran dengan berbagai metode yang berbeda-beda, yang bisa menghasilkan model tata rias yang berbeda, bahkan sampai jenis bedaknya pun juga berbeda-beda.

Metode-metode dalam dunia tasawuf disebut tarekat.Misalnya ada tarekat Syaziliyah, itu berarti metode Imam al-Syazili yang dipakai untuk merawat kecantikan batin.Ada pula tarekat Iskandariyah, ada tarekat Rifa’iyah dan banyak macam lagi.Di Indonesia saja ada sekitar 40 macam tarekat.

Metode mengobati, merawat, memperindah dan mempercantik batin, hati nurani atau qalbu akan menghasilkan kecantikan batin yang disebut akhlak karimah atau akhlak yang mulia, yang bisa menjadi pedoman hidup di tengah hingar bingar pesona dunia.

Apabila tasawuf diibaratkan rumah sakit, Puang Yafie menjelaskan, dokter-dokter profesional selalu ingin menciptakan suatu kondisi kesehatan yang baik pada diri manusia.Pada dasarnya manusia itu sehat, tetapi karena berbagai faktor misalnya makanan, minuman dan lingkungan, maka kemudian menjadi tidak sehat. Demikian pula hanya  dengan kondisi mental manusia, pada dasarnya adalah baik, sebagai ditegaskan dalam Al Qur’an, surat at-Tin: 4,  La-qad khalaqnaa al-insaana fii ahsani taqwiim. (Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya)”.

Ayat itu menggambarkan kondisi mental manusia yang seimbang, sehat dan baik.Namun lantaran berbagai faktor misalkan iblis, hawa nafsu, kawan, lingkungan dan pendidikan yang tidak baik, maka bisa terjadi gangguan mental, sehingga yang semula pada dasarnya baik menjadi sakit.

Menghadapi manusia yang sakit itu, seperti halnya di rumah sakit, tasawuf melakukan diagnose, yang dalam bahasa tasawuf disebut tahliil al-qalb atau tahliil al-nafs, yaitu memeriksa dahulu kondisi mental, sejauh mana ia sehat dan sejauh mana ia mendapat gangguan. Ini seperti check-up di rumah sakit umum.

Dari hasil diagnose selanjutnya ditentukan terapinya, yang disebut dawaa’ al-qalb atau dawaa’ amraadh al-qalb.Jadi, semua orang yang masuk ke wilayah tasawuf, harus bersedia diperiksa, dicek kesehatannya untuk mendapatkan terapi.Jalan menuju terapi itu disebut riyaadah atau pelatihan.Seperti  di rumah sakit, jika dalam observasi diketahui ada penyakit yang harus dioperasi, bahkan sudah mulai semenjak menjelang pemeriksaan laboratorium, maka sang pasien harus berpuasa terlebih dahulu. Pun demikian halnya dalam perawatan tasawuf, sang murid disuruh melakukan puasa-puasa sunah yang banyaknya tergantung pada kondisi yang bersangkutan. Di samping berpuasa, murid tasawuf juga dilatih agar bisa senantiasa mengenal dan mengingat Allah, melalui zikir.Zikir yang istiqomah, kontinyu terus menerus disebut wirid, dan wirid adalah riyaadah yang paling ringan.

Jika kita mengibaratkan tasawuf  sebagai perawatan dan tata rias wajah batin di salon kecantikan jiwa, maka kita mengenal tahapan kegiatan awal yang disebut membersihkan wajah dari berbagai kotoran termasuk debu-debu kehidupan. Sesudah bersih tahap berikutnya adalah memberikan foundation, memasang alas atau dasar, baru sesudah itu dilakukan tata rias seperti bedak, celak mata, merapikan alis dan bulu mata, bayangan hidung, pemerah bibir dan lain sebagainya.
Membersihkan wajah batin di dalam tasawuf merupakan tahap pengenalan kondisi awal (awwal maqaamaat).Pada tahap awal ini kita diajarkan untuk  mawas diri, melakukan diagnose dan kalkulasi kehidupan, yang lazim disebut muraqaabah dan muhaasabah.Kita selama ini pada umumnya jago dalam melihat serta menilai orang lain, namun tidak pandai bahkan hampir tidak berani melihat dan menilai diri sendiri. Dengan muraqabah, kita melihat dan menyoroti diri kita, dan sesudah itu membuat muhasabah, perhitungan atau kalkulasi, sudah sejauh mana nilai-nilai kehidupan, seberat apa timbangan dosa dan amal saleh kita. Setelah melihat kekurangan dan coreng-moreng wajah batin, maka kemudian kita diajarkan untuk membuat penyesalan dengan cara bertobat.

Pada dasarnya manusia itu tidak sempurna, ada saja kekurangannya, tidak luput dari dosa dan kesalahan. Karena itu meskipun sudah dijamin untuk diampuni dosanya yang telah lalu dan yang akan datang, bahkan dijamin pula derajat kemuliaannya di sisi Allah, Kanjeng Nabi Muhammad tetap senantiasa melakukan pertobatan dan beristighfar setiap hari.“Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata, supaya Allah memberimu ampunan kepadamu terhadap dosanya yang telah lalu dan yang akan datang, serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu pada jalan yang lurus,” (Surat Al-Fath: 1- 2).

Demikianlah, jaminan dari Allah tidak membuat Rasulullah jemu memberikan keteladanan sebagaimana sabdanya yang dirawikan oleh Bukhari, “Demi Allah, sungguh aku selalu beristighfar dan bertobat kepada Allah dalam sehari lebih dari 70 kali”.Dalam kesempatan lain beliau kembali mengingatkan, “Wahai sekalian manusia, bertobatlah kepada Allah, karena aku selalu bertaubat kepada-Nya dalam sehari sebanyak100 kali,” (Hadis Muslim).

Selanjutnya beliau juga menganjurkan agar kita membiasakan berzikir dengan zikirnya malaikat dan para makhluk sebanyak 100 kali setiap menjelang salat subuh, yaitu “Subhaanallaahi wa bihamdihi, subhaanallaahil ‘adziim, astaghfirullaah.Maha Suci Allah dengan segala puji bagi-Nya, Maha Suci Allah Yang Maha Agung, hamba memohon ampun kepada Allah.” Zikir yang sekaligus bermakna sebagai doa ini terdiri dari tasbih, yaitu bacaan subhanallah, hamdallah yaitu bacaan alhamdulillah atau puji-pujian kepada Allah serta istighfar yaitu mengucapkan astaghfirullah sebagai permohonan ampun.

Sahabatku, akan halnya bagaimana cara bertobat, kita telah membahasnya dalam sub judul Bertaubat, Langkah Awal Jalan Tasawuf, dan  sub judul Permohonan Maaf Menjelang Puasa serta sub judul Pintu Tobat Tidak Pernah Tertutup.Karena itu saya hanya ingin menambahkan suatu ilustrasi yang diberikan oleh Kyai Ali Yafie, dengan mengandaikan masalah tobat ini bagaikan pengakuan serta penyesalan dalam bidang hukum. Seorang penjahat yang melakukan kejahatan kemudian menyesali kejahatannya, maka akan memperingan hukumannya. Sebaliknya bila tidak, hukumannya diperberat.Begitu pula halnya di hadapan Allah. Kalau kita menyesali kesalahan-kesalahan maka akan memperingan dosa kita. Sesudah menyesal, lalu secara spontan mengucapkan, astaghfirullaah wa atuubi ilaika, memohon ampun dan menyatakan tobat kepada Allah, dengan sepenuh kesadaran batin, dan bukan sekedar ucapan belaka. Setelah itu masih ada lagi tindak lanjutnya, yakni secara sadar harus bertekad di dalam diri untuk tidak akan mengulangi kesalahan yang telah diperbuat. Proses yang seperti itulah yang disebut dengan taubat nasuuha, yaitu tobat yang sebenar-benarnya tobat.

Jika tadi kita mengibaratkan tobat sebagai membersihkan wajah batin, maka sesudah wajah bersih, perawatan kecantikan berikutnya adalah membuat pondasi tata rias. Di dalam tasawuf, ini seperti menanamkan dasar ketauhidan, yakni pengakuan sekaligus penyerahan diri secara total kepada Allah Yang Maha Esa lagi Maha Kuasa. Kalimat zikir yang menyertai pengakuan sekaligus penyerahan diri ialah tahliil, laa ilaaha illaallaah. Sesudah wajah batin bersih dan kemudian diberi pondasi yang kokoh, barulah tata rias wajah batin  dilakukan. Berbagai riasan wajah batin itu adalah sifat, moral dan perilaku  luhur yang berlandaskan pada keimanan yang kokoh, yang pada akhirnya menghasilkan amal saleh, antara lain ikhlas, sabar, jujur, taat, tawakal, tawadlu, ridho dan merasa cukup atau qanaah, senantiasa bersyukur, baik budi, murah hati dan suka menolong serta penuh kasih sayang terhadap sesamanya.

Tasawuf juga membuat dua tahapan pengobatan, perbaikan dan perawatan jiwa manusia.Pertama yaitu tahapan takhalli atau pengosongan jiwa dari sifat-sifat tercela.Kedua yaitu tahalli atau mengisi kembali dengan sifat-sifat terpuji.Hasil dari kedua tahapan ini adalah tajalli, yaitu manusia baru dengan wajah batin yang indah dan sempurna, yang mampu meresapi rasa ketuhanan dan memiliki sifat, moral serta perilaku mulia.Orang yang seperti ini akan selalu merasa bersama Tuhan, mencintai dan mentaati-Nya dengan sebenar-benarnya. Dia bukan hanya sekedar bisa melakukan kebaikan, tapi juga berani membasmi kemungkaran.Berani menarik garis tegas antara yang haq dan yang batil, antara yang halal dan baik dengan yang haram dan tidak baik.

Semoga itu adalah anda dan kita semua pembaca catatan ini.Aamiin.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda