Pesona
dunia dan gaya hidup yang digelorakan oleh Gelombang Globalisasi, bisa membuat manusia terombang-ambing, terhempas
ke sana ke mari, menjadi materislistis, individualistis, hedonistis dan bahkan
narsis. Manusia yang seperti itu telah dikuasai oleh Divisi-Divisi Peperangan
Panglima Iblis, khususnya Divisi Pesona Dunia dan Divisi Hawa Nafsu, sehingga
tamak dan serakah, tidak pernah merasa cukup.Mereka tidak peduli dengan akhlak
mulia dan wajah batinnya. Ada yang rela bekerja keras siang malam karena
percaya hanya dengan cara itulah mereka bisa membahagiakan keluarga. Mereka
mengukur nilai-nilai kehidupan bukan lagi dengan nilai-nilai idiil, melainkan
dengan satuan materi seperti mobil, rumah, liburan ke luar negeri dan
sejenisnya. Yang lebih memprihatinkan adalah yang ingin serba instan, bisa berkuasa
dan kaya raya dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, dengan segala cara. Menempatkan
kekuasaan dan harta benda sebagai tujuan dan bukan sarana untuk mewujudkan
cita-cita idiil yang luhur.Sungguh, semua itu mengakibatkan kerusakan pada
wajah batin dan jiwa kita.
Sahabatku,
marilah kita membentengi diri dan keluarga kita dari serangan Divisi-Divisi
Peperangan Panglima Iblis dalam Perang Semesta yang seperti itu.Dan kalau toh
kita terkena, tidaklah juga perlu berkecil hati.Namun marilah kita cepat memperbaiki
benteng pertahanan batin dan mengobati serta memperbaiki wajah batin kita yang
terhantam serangan.
Pertahanan
batin, mengobati dan memperbaiki wajah batin itu menjadi tugas tasawuf.Oleh
karena itu pula Prof.K.H.Ali Yafie dalam buku Jati Diri Tempaan Fiqih, mengibaratkan tasawuf dengan sebuah
kompleks ataupun gedung yang memiliki dua fasilitas kehidupan moderen di era
globalisasi ini.Guna mengobati dan memperkuat daya pertahanan batin manusia,
kompleks ini menyediakan rumah sakit. Sedangkan untuk memperbaiki
sekaligus mempercantik wajah batin
tersedia salon kecantikan.
Gedung
tersebut memiliki orang-orang profesional, yang dalam istilah tasawuf disebut mursyid.Mursyid adalah orang-orang profesional, dokter dan
perawat kecantikan hati nurani, kecantikan batin. Mursyid profesional ini tidak berasal dari satu aliran tertentu saja,
tetapi berasal dari berbagai aliran dengan berbagai metode yang berbeda-beda,
yang bisa menghasilkan model tata rias yang berbeda, bahkan sampai jenis
bedaknya pun juga berbeda-beda.
Metode-metode
dalam dunia tasawuf disebut tarekat.Misalnya
ada tarekat Syaziliyah, itu berarti metode Imam al-Syazili yang dipakai untuk
merawat kecantikan batin.Ada pula tarekat Iskandariyah, ada tarekat Rifa’iyah
dan banyak macam lagi.Di Indonesia saja ada sekitar 40 macam tarekat.
Metode
mengobati, merawat, memperindah dan mempercantik batin, hati nurani atau qalbu
akan menghasilkan kecantikan batin yang disebut akhlak karimah atau akhlak yang
mulia, yang bisa menjadi pedoman hidup di tengah hingar bingar pesona dunia.
Apabila
tasawuf diibaratkan rumah sakit, Puang Yafie menjelaskan, dokter-dokter
profesional selalu ingin menciptakan suatu kondisi kesehatan yang baik pada
diri manusia.Pada dasarnya manusia itu sehat, tetapi karena berbagai faktor
misalnya makanan, minuman dan lingkungan, maka kemudian menjadi tidak sehat.
Demikian pula hanya dengan kondisi
mental manusia, pada dasarnya adalah baik, sebagai ditegaskan dalam Al Qur’an,
surat at-Tin: 4, “La-qad khalaqnaa al-insaana fii ahsani taqwiim. (Sesungguhnya Kami
telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya)”.
Ayat
itu menggambarkan kondisi mental manusia yang seimbang, sehat dan baik.Namun
lantaran berbagai faktor misalkan iblis, hawa nafsu, kawan, lingkungan dan
pendidikan yang tidak baik, maka bisa terjadi gangguan mental, sehingga yang
semula pada dasarnya baik menjadi sakit.
Menghadapi
manusia yang sakit itu, seperti halnya di rumah sakit, tasawuf melakukan
diagnose, yang dalam bahasa tasawuf disebut tahliil
al-qalb atau tahliil al-nafs, yaitu
memeriksa dahulu kondisi mental, sejauh mana ia sehat dan sejauh mana ia
mendapat gangguan. Ini seperti check-up
di rumah sakit umum.
Dari
hasil diagnose selanjutnya ditentukan terapinya, yang disebut dawaa’ al-qalb atau dawaa’ amraadh al-qalb.Jadi, semua orang yang masuk ke wilayah
tasawuf, harus bersedia diperiksa, dicek kesehatannya untuk mendapatkan
terapi.Jalan menuju terapi itu disebut riyaadah atau pelatihan.Seperti di rumah sakit, jika dalam observasi
diketahui ada penyakit yang harus dioperasi, bahkan sudah mulai semenjak
menjelang pemeriksaan laboratorium, maka sang pasien harus berpuasa terlebih
dahulu. Pun demikian halnya dalam perawatan tasawuf, sang murid disuruh
melakukan puasa-puasa sunah yang banyaknya tergantung pada kondisi yang
bersangkutan. Di samping berpuasa, murid tasawuf juga dilatih agar bisa
senantiasa mengenal dan mengingat Allah, melalui zikir.Zikir yang istiqomah,
kontinyu terus menerus disebut wirid, dan
wirid adalah riyaadah yang paling ringan.
Jika
kita mengibaratkan tasawuf sebagai
perawatan dan tata rias wajah batin di salon kecantikan jiwa, maka kita
mengenal tahapan kegiatan awal yang disebut membersihkan wajah dari berbagai
kotoran termasuk debu-debu kehidupan. Sesudah bersih tahap berikutnya adalah
memberikan foundation, memasang alas
atau dasar, baru sesudah itu dilakukan tata rias seperti bedak, celak mata,
merapikan alis dan bulu mata, bayangan hidung, pemerah bibir dan lain
sebagainya.
Membersihkan
wajah batin di dalam tasawuf merupakan tahap pengenalan kondisi awal (awwal maqaamaat).Pada tahap awal ini
kita diajarkan untuk mawas diri,
melakukan diagnose dan kalkulasi kehidupan, yang lazim disebut muraqaabah dan muhaasabah.Kita selama ini pada umumnya jago dalam melihat serta
menilai orang lain, namun tidak pandai bahkan hampir tidak berani melihat dan
menilai diri sendiri. Dengan muraqabah, kita melihat dan menyoroti diri kita,
dan sesudah itu membuat muhasabah, perhitungan atau kalkulasi, sudah sejauh
mana nilai-nilai kehidupan, seberat apa timbangan dosa dan amal saleh kita.
Setelah melihat kekurangan dan coreng-moreng wajah batin, maka kemudian kita
diajarkan untuk membuat penyesalan dengan cara bertobat.
Pada
dasarnya manusia itu tidak sempurna, ada saja kekurangannya, tidak luput dari
dosa dan kesalahan. Karena itu meskipun sudah dijamin untuk diampuni dosanya
yang telah lalu dan yang akan datang, bahkan dijamin pula derajat kemuliaannya
di sisi Allah, Kanjeng Nabi Muhammad tetap senantiasa melakukan pertobatan dan beristighfar setiap hari.“Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu
kemenangan yang nyata, supaya Allah memberimu ampunan kepadamu terhadap dosanya
yang telah lalu dan yang akan datang, serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu
dan memimpin kamu pada jalan yang lurus,” (Surat Al-Fath: 1- 2).
Demikianlah,
jaminan dari Allah tidak membuat Rasulullah jemu memberikan keteladanan
sebagaimana sabdanya yang dirawikan oleh Bukhari, “Demi Allah, sungguh aku selalu beristighfar dan bertobat kepada Allah
dalam sehari lebih dari 70 kali”.Dalam kesempatan lain beliau kembali
mengingatkan, “Wahai sekalian manusia,
bertobatlah kepada Allah, karena aku selalu bertaubat kepada-Nya dalam sehari
sebanyak100 kali,” (Hadis Muslim).
Selanjutnya
beliau juga menganjurkan agar kita membiasakan berzikir dengan zikirnya
malaikat dan para makhluk sebanyak 100 kali setiap menjelang salat subuh, yaitu
“Subhaanallaahi wa bihamdihi,
subhaanallaahil ‘adziim, astaghfirullaah.Maha Suci Allah dengan segala puji
bagi-Nya, Maha Suci Allah Yang Maha Agung, hamba memohon ampun kepada Allah.”
Zikir yang sekaligus bermakna sebagai doa ini terdiri dari tasbih, yaitu bacaan
subhanallah, hamdallah yaitu bacaan alhamdulillah atau puji-pujian kepada Allah
serta istighfar yaitu mengucapkan astaghfirullah sebagai permohonan ampun.
Sahabatku,
akan halnya bagaimana cara bertobat, kita telah membahasnya dalam sub judul Bertaubat, Langkah Awal Jalan Tasawuf,
dan sub judul Permohonan Maaf Menjelang Puasa serta sub judul Pintu Tobat Tidak Pernah Tertutup.Karena
itu saya hanya ingin menambahkan suatu ilustrasi yang diberikan oleh Kyai Ali
Yafie, dengan mengandaikan masalah tobat ini bagaikan pengakuan serta
penyesalan dalam bidang hukum. Seorang penjahat yang melakukan kejahatan
kemudian menyesali kejahatannya, maka akan memperingan hukumannya. Sebaliknya
bila tidak, hukumannya diperberat.Begitu pula halnya di hadapan Allah. Kalau
kita menyesali kesalahan-kesalahan maka akan memperingan dosa kita. Sesudah
menyesal, lalu secara spontan mengucapkan, astaghfirullaah
wa atuubi ilaika, memohon ampun dan menyatakan tobat kepada Allah, dengan
sepenuh kesadaran batin, dan bukan sekedar ucapan belaka. Setelah itu masih ada
lagi tindak lanjutnya, yakni secara sadar harus bertekad di dalam diri untuk
tidak akan mengulangi kesalahan yang telah diperbuat. Proses yang seperti
itulah yang disebut dengan taubat
nasuuha, yaitu tobat yang sebenar-benarnya tobat.
Jika
tadi kita mengibaratkan tobat sebagai membersihkan wajah batin, maka sesudah
wajah bersih, perawatan kecantikan berikutnya adalah membuat pondasi tata rias.
Di dalam tasawuf, ini seperti menanamkan dasar ketauhidan, yakni pengakuan
sekaligus penyerahan diri secara total kepada Allah Yang Maha Esa lagi Maha
Kuasa. Kalimat zikir yang menyertai pengakuan sekaligus penyerahan diri ialah
tahliil, laa ilaaha illaallaah. Sesudah
wajah batin bersih dan kemudian diberi pondasi yang kokoh, barulah tata rias
wajah batin dilakukan. Berbagai riasan
wajah batin itu adalah sifat, moral dan perilaku luhur yang berlandaskan pada keimanan yang
kokoh, yang pada akhirnya menghasilkan amal saleh, antara lain ikhlas, sabar,
jujur, taat, tawakal, tawadlu, ridho dan merasa cukup atau qanaah, senantiasa
bersyukur, baik budi, murah hati dan suka menolong serta penuh kasih sayang
terhadap sesamanya.
Tasawuf
juga membuat dua tahapan pengobatan, perbaikan dan perawatan jiwa manusia.Pertama yaitu tahapan takhalli atau pengosongan jiwa dari
sifat-sifat tercela.Kedua yaitu tahalli atau mengisi kembali dengan
sifat-sifat terpuji.Hasil dari kedua tahapan ini adalah tajalli, yaitu manusia baru dengan wajah batin yang indah dan
sempurna, yang mampu meresapi rasa ketuhanan dan memiliki sifat, moral serta
perilaku mulia.Orang yang seperti ini akan selalu merasa bersama Tuhan,
mencintai dan mentaati-Nya dengan sebenar-benarnya. Dia bukan hanya sekedar
bisa melakukan kebaikan, tapi juga berani membasmi kemungkaran.Berani menarik
garis tegas antara yang haq dan yang batil, antara yang halal dan baik dengan
yang haram dan tidak baik.
Semoga
itu adalah anda dan kita semua pembaca catatan ini.Aamiin.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda