Bahwa
kekuasaan itu tidak bisa dipisahkan dengan kepemimpinan, banyak orang yang
tahu, bahkan sangat paham. Tapi bahwa pada kedua hal itu juga melekat satu hal lain yakni tanggungjawab,
banyak orang yang gagal paham. Padahal junjungan kita Nabi Muhammad sudah
berwanti-wanti : “Semua kamu adalah
pemimpin dan bertanggungjawab atas kepemimpinannya. Seorang imam adalah
pemimpin dan bertanggungjawab atas rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin
dalam keluarganya dan bertanggungjawab atas kepemimpinannya. Seorang
isteri adalah pemimpin dan
bertanggungjawab atas penggunaan harta suaminya. Seorang karyawan (pelayan)
bertanggungjawab atas harta perusahaannya (majikan). Seorang anak
bertanggungjawab atas penggunaan harta ayahnya.” (HR.Bukhari dan Muslim).
Sabda
Rasulullah Saw. tersebut menegaskan kaitan erat antara posisi atau kedudukan
setiap orang dan tanggungjawabnya. Sedangkan setiap orang adalah pemimpin dalam
ruang lingkup kedudukannya. Dari yang terbesar atau tertinggi seperti imam
(termasuk ini adalah Presiden, Menteri, Pejabat Negara sampai dengan Kepala Rukun
Tetangga), sampai dengan lingkup kepemimpinan yang terendah atau terkecil yaitu
seorang anak dalam rumahtangga.
Seorang
pemimpin masyarakat seperti presiden, menteri, anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
pegawai negeri sipil maupun militer dan polisi, karena ruang lingkup
kedudukannya, memikul tugas dan tanggungjawab yang amat besar. Kepada mereka rakyat
menyerahkan hartanya dalam bentuk pajak, serta mengamanahkan pengelolaan sumber
daya alam negerinya, dengan harapan dikelola secara amanah demi mewujudkan
suasana kehidupan sehari-hari yang aman tenteram, adil makmur dan
sejahtera.
Akan
hal ini Nabi mengingatkan: “Pemimpin
suatu kelompok adalah pelayan kelompok tersebut. Oleh karena itu pemimpin
hendaklah melayani dan menolong orang lain untuk maju.” (Ad-Dailami dan At
Tabrani). Sabda beliau selanjutnya, “Sejahat-jahat
penguasa adalah siapa yang melahap harta yang bukan haknya. Sebab, ia membuat
rusaknya tata cara dan menjadi penyebab penderitaan, meluasnya kesulitan serta
meratanya kesusahan.”
Betapa
keras dan tegas cap yang diberikan Baginda Rasul kepada pejabat yang tidak
amanah, yang tidak bertanggungjawab, dan betapa parah kerusakan serta keburukan
yang diakibatkan oleh perbuatannya tersebut. Itulah jenis kejahatan yang di
masa sekarang ini kita kenal sebagai korupsi dalam segala manifestasi dan
bentuknya. Sejahat-jahatnya kejahatan. Betapa mengerikannya. Marilah kita
senantiasa mawasdiri dan saling mengingatkan, agar kita tidak termasuk dalam
golongan pemimpin yang seperti itu. Aamiin. Berikutnya: Al Gahazali, Bapak Teori Kekuasaan 4 Abad Sebelum Machiavelli.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda