Sahabatku.
Setelah membahas berbagai seni, kiat dan falsafah kepemimpinan berbagi
tokoh dunia maupun Jawa, marilah kita kembali mengkaji seni dan kiat
kepemimpinan Al Ghazali sebagaimana yang dituangkan dalam bukunya Nasihat Bagi Penguasa.
Siasat Politik. Nikmat paling besar setelah nikmat Islam menurut Al
Ghazali adalah kesehatan dan ketenteraman. Rasa aman tenteram masyarakat
banyak, dapat tercapai hanya dengan siasat politik sang penguasa. Oleh karena
itu seorang penguasa mesti menggunakan siasat politik yang dilaksanakan secara adil. Sebagai
khalifah Allah di muka bumi, maka seorang penguasa harus memiliki kemuliaan, yakni kewibawaan dan
kenegarawanan yang dirasakan, diakui, disegani dan dihormati rakyatnya di mana
pun berada.
Kemuliaan Pemimpin. Demi menjadikan dirinya mulia di mata rakyat, seorang
Pemimpin, Penguasa atau Raja harus melakukan tiha hal yaitu: Pertama, menciptakan keamanan, dengan
melindungi seluruh pelosok negeri dari gangguan keamanan. Rakyat yang dilanda
ketakutan lantaran perasaan tidak aman akan menganggap pemimpinnya sebagai
orang yang lemah. Kedua, menghormati dan
menghargai para cerdik pandai. Ketiga,
mencintai orang-orang yang memiliki keutamaan.
Hal buruk yang harus dihindari. Seorang Pemimpin atau penguasa, lanjut Al Ghazali, harus
taat kepada Allah Swt dan Rasulullah Saw.
Ketidaktaatan seorang pemimpin terhadap perintah Allah dan sunah rasul
merupakan hal yang buruk. Di samping itu seorang pemimpin negara juga tidak
boleh memasukkan kecintaan atau pun kebencian atas sesuatu ke dalam hati.
Demikian juga ia harus menghindari kecenderungan emosional dan pilih kasih,
tidak bertindak seronok-gegabah dan tergesa-gesa. Namun lebih dari itu, tiga
hal buruk berikut ini harus dicegah yaitu marah dan murka, loba dunia dan
kikir.
Yang harus melekat dan yang harus
dijauhi. Ada empat hal yang selalu wajib
melekat pada diri penguasa yakni akal, adil, sabar dan sifat malu.Sebaliknya
ada empat hal pula yang harus dijauhi ialah dengki, sombong, kikir dan
permusuhan.
Lima kewajiban. Yang dimaksud kewajiban di sini bukanlah kewajiban
sebagaimana yang terkait dalam tujuan dan cita-cita bernegara, melainkan
kewajiban dalam rangka seni dan kiat kepemimpinan. Dalam hal ini Al Ghazali
menggariskan enam hal. Pertama,
menjauhkan orang-orang bodoh dari kepemimpinan dan pemerintahannya. Kedua, merekrut orang-orang cerdas dan
potensial demi membangun negeri. Ketiga menghargai
orang tua dan orang bijak. Keempat,
melakukan uji coba dan meningkatkan kemajuan negara dengan melakukan penertiban serta pembersihan terhadap
segala tindak kejahatan. Kelima, taat
pada aturan serta
Undang-Undang dan jangan sekehendak hati.
Di
samping hal-hal tersebut, Al Ghazali juga menganjurkan seorang penguasa
meneladani ajaran Plato mengenai
tanda-tanda seorang penguasa yang berjaya, serta ajaran Socrates tentang ciri-ciri penguasa yang kekal kekuasaannya.
Ajaran
Plato yang dianjurkan adalah fisik
yang kuat, diam yang bermakna, pendapat yang selalu direnungkan dan
dipertimbangkan dengan hati, rasional dalam pemerintahan, mulia hatinya,
dicintai rakyat, sayang terhadap pegawai dan bawahannya, belajar dari sejarah
serta konsisten terhadap agama dan keputusannya.
Sedangkan
ajaran Socrates yang dianjurkan
yaitu, menghidupkan akal dan agama di hatinya, pemikirannya logis dan relistis,
cinta ilmu pengetahuan, memiliki keutamaan dan rumah yang besar, mendidik
orang-orang yang suka membesar-besarkan kelemahan orang lain dari pemerintahan
sehingga terhindar dari caci-maki.
Sahabatku,
inilah sebagian dari seni dan kiat kepemimpinan yang diajarkan oleh Sang
Pembela Akidah Islam Al Ghazali. Nampak adanya benang merah mengenai etika dan
moral kepemimpinan, baik dari ajaran-ajaran Islam, filsuf-filsuf Cina, Jawa
maupun Yunani. Semoga kita bisa meneladaninya. Aamiin. Berikutnya: KELOMPOK YANG HARUS DISINGKIRKAN DARI
PEMERINTAHAN.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda