Puaskah KitaMenjadikan Indonesia Sebagai Negeri Para Binatang?
Entah dosa apa yang bangsa Indonesia lakukan, sehingga dari bangsa manusia, kini kita menjadi bangsa binatang yang terdiri dari cebong, kampret, kadrun alias kadal gurun dan berbagai jenis binatang atau penamaan buruk lainnya. Naudzubillah.
Sebutan tersebut hampir setiap saat mengisi berbagai media sosial termasuk grup-grup WA, melibatkan para cerdik pandai sampai masyarakat awam, yang terus seru semenjak akhir 2016. Padahal selama ini kita mengenal kalimat bijak yang berlaku universal yang menyatakan, “hati-hati dengan kata-kata, karena perkataan sejatinya adalah doa”. Leluhur Jawa bahkan menambahkan, karena kata-kata buruk akan diaminkan oleh setan, dan dicatat malaikat.
Ungkapan-ungkapan buruk tersebut seminggu belakangan ini menghangat sejalan dengan perseteruan, atau ketidakkompakan antara sejumlah menteri di bidang ekonomi dengan Guberur DKI Jaya yang didukung oleh banyak dokter dan ahli epidemologi. Dalam krisis kemanusian separah dan sudah memasuki bulan ketujuh ini, keadaan tadi sungguh sangat memprihatinkan. Tidak malukah mereka para elit dengan berbagai jejak digital di awal pandemi, yang dengan gamblang memuat pernyataan-pernyataan konyol mereka?
Indonesia semenjak Reformasi sedang dirobek-robek dengan
berbagai pembelahan SARA, upaya penguasaan asing mengulang jejak penjajahan
Belanda/Portugis dengan alasan bisnis seperti pada abad 16 yang silam, ditambah kenyataan adanya kesenjangan dan
ketidakadilan yang sangat menyolok, berpilin, berkelindan satu sama lain,
dengan jargon-jargon pembelahan radikalisme, kadrun, cebong, kampret dan
sejenisnya.
Sungguh sangat memprihatinkan banyak orang pandai yang dengan
bangga sering mengusung isyu-isyu tersebut. Mengecap orang yang tak sejalan
dengan stempel-stempel pengelompokan.
Reformasi banyak diwarnai secara bebas lepas oleh kaum marginalis yang haus pesona dunia,
yang tak peduli dengan tata nilai.
Lantas bagaimana sebaiknya? Terus kita tempa pembelahan sampai terjadi perang saudara? Perang antar agama, antar suku, golongan? Keluarga pecah lantaran beda agama, beda suku, beda golongan? Demikian pula persahabatan. Sudah siapkah kita saling baku hantam baku bunuh? Apa perlu kita mulai meniru milisi-milisi bersenjata seperti yang hari-hari belakangan ini berkembang di Amerika?
Lebih lengkap klik https://panjimasyarakat.com/
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda