Minggu, 05 April 2020

I'TIBAR MENYIKAPI WABAH CORONA



Alqur’an banyak mengisahkan berbagai bencana yang memusnahkan sesuatu kaum dan peradaban yang tidak berpegang pada tali Allah.
 
Bencana apapun bentuknya, apakah itu bencana alam atau wabah penyakit selalu mengobarkan perasaan mencekam lagi menakutkan. Apalagi jika berskala nasional, bahkan global seperti pandemi Corona Virus yang mulai merebak di akhir tahun 2019 ini, yang kemudian disebut Covid-19.

Alqur’an banyak mengisahkan berbagai bencana yang memusnahkan sesuatu kaum dan peradaban yang tidak berpegang pada tali Allah,  misalkan kaum Nabi Nuh, kaum Nabi Luth, kaum Nabi Shaleh, kaum Nabi Huud dan kaum Nabi Syuaib. Sebagian besar dari mereka musnah, runtuh disapu bencana baik yang merupakan bencana alam, maupun bencana lain yang pada masa sekarang diduga sejenis  virus. Bangsa ‘Aad yang merupakan kaum Nabi Huud dalam Alqur’an digambarkan sebagai bangsa yang sangat maju yang memilik bangunan-bangunan tinggi lagi megah. Di puing-puing rerentuhan itu, tumbuh kembali generasi dan peradaban baru, era baru, zaman baru.

Lima puluh hari sebelum Kanjeng Nabi Muhammad Saw dilahirkan, Mekah dikepung oleh bala tentara dari Yaman yang sangat kuat, yang dipimpin  Raja Abrahah yang mengendarai gajah. Mereka hendak menyerbu untuk menghancurkan Kakbah. Menghadapi pasukan yang kekuatannya jauh diatasnya itu, para pemuka Quraisy dengan dipimpin oleh kakek Nabi, Abdul Muthalib, berserah diri seraya berdoa, “Ya Tuhanku! Tiada yang hamba harap selain Paduka! Ya Tuhanku! Tahanlah mereka dengan benteng Paduka! Sesungguhnya siapa yang memusuhi rumah ini adalah musuh Paduka. Mereka tidak akan dapat menaklukkan kekuatan Paduka.”
Kisah serbuan Tentara Bergajah ini, dituangkan dalam Surat Al-Fiil (Gajah), dan bersama dengan kisah kaum para Nabi, oleh umat Islam disepakati sebagi i’tibar, bahan pelajaran bagi kaum yang mendustakan dan mempermainkan aturan-aturan Allah, sebaliknya juga penguat iman bagi yang taat. Dalam Al Fiil diterangkan, Allah mengirim balatentaraNya berupa burung berduyun-duyun, yang melempari Tentara Bergajah dengan batu siksaan, dan menjadikan mereka bagai daun-daun yang dimakan ulat.

Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar mengutip Syekh Muhammad Abduh menulis batu-batu yang dibawa oleh burung-burung itu adalah virus cacar air, yang dengan cepat menyerang serta melumpuhkan pasukan Abrahah.

Bagaimana halnya dengan Covid-19? Kaum ilmuwan dan ahli strategi perang menilai adalah senjata biologi. Dengan berbagai dalih ada yang menyebut buatan China, sementara yang lain menyatakan buatan Amerika Serikat. Mana yang benar, kita masih harus menunggu. Namun demikian satu hal yang kita sudah yakin benar adalah, pertama, tiada sesuatu pun kejadian yang tidak diketahui Allah, dan segala sesuatu yang terjadi itulah takdirNya. Kedua, semua isi alam semesta ini bisa berubah, tidak ada yang abadi, dan semua itu adalah makhlukNya, termasuk aneka macam virus serta bakteri.

Menghadapi serbuan ganas makhlukNya yang tak nampak mata ini, apa yang sebaiknya kita lakukan? Rasulullah mengajarkan untuk melakukan ikhtiar dan berdoa. Dalam berikhtiar dikatakan, “Setiap penyakit itu ada obatnya. Karena itu apabila obat tepat mengena pada penyakit, maka yang sakit sembuh dengan izin Allah Azza wa Jalla (Shahih Muslim).

Dalam hal menyikapi wabah, Rasulullah secara tegas menyatakan: “ Wabah adalah pertanda siksa yang ditimpakan Allah Azza wa Jalla kepada sebagian manusia di antara para hambaNya. Karena itu apabila kalian mendengar adanya wabah tersebut, jangan kalian memasukinya. Dan kalau terjadi di suatu daerah, sedangkan kalian ada di sana, maka janganlah kalian lari menghindarinya.”

Sahabat Kanjeng Nabi yaitu Khalifah Umar bin Khattab suatu waktu tatkala sedang bepergian menuju negeri Syam, sekarang Suriah-Libanon-Yordania-Palestina, mendapat kabar jika di daerah tujuan sedang berjangkit wabah penyakit. Khalifah meminta pendapat anggota rombongan dan cerdik pandai. Terjadi perdebatan seru, pro dan kontra, jalan terus atau kembali, sampai kemudian datang sahabat Abdurrahman bin Auf yang mengingatkan hadis Nabi di atas. Maka sebagai umat yang taat kepada Allah dan Rasulullah, akhirnya mereka sepakat menjalankan hadis tersebut dan kembali ke Madinah.

Apa hakikat ajaran dari hadis itu? Secara tegas membatasi bahkan mencegah terjadinya mobilitas orang. Yang di daerah wabah tidak boleh keluar agar tidak menyebarkannya kepada orang dan daerah lain, sedangkan yang di luar tidak boleh masuk agar tidak tertular. Apa artinya, lockdown, karantina wilayah ataukah Pembatasan Sosial Berskala Besar? Silahkan apa istilahnya, sepanjang melokalisasi, mengunci penyebaran penyakit.

Di samping ikhtiar, marilah kita teguhkan keyakinan dan doa mohon kesembuhan bagi yang sakit, mohon dijaga serta dihindarkan bagi yang sehat. Marilah kita memohon pertolongan Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahaagung, selamat dari gangguan makhlukNya yang kita sebut sebagai Corona atau Covid 19, menjadi dan tetap sehat walafiat. Memohon hikmah dan berkah atas bencana wabah ini, sehingga kita bisa membangun kembali tata kehidupan yang diridhoi, dirahmati serta diberkahiNya. Tata kehidupan yang jauh dari kezoliman dan kerakusan yang merusak alam rayaNya, kehidupan yang amanah, yang menjunjung tinggi keadilan, kejujuran serta kemaslahatan rakyat.

Sejalan dengan doa Abdul Muthalib tatkala menghadapi serbuan tentara bergajah, “ Wahai Tuhan kami! Tiada yang kami harap selain Paduka! Wahai Tuhan kami! Tahanlah wabah ini dengan benteng Paduka! Sesungguhnya siapa yang tidak mematuhi apalagi yang memusuhi ajaran Paduka adalah musuh Paduka. Mereka tidak akan dapat menaklukkan kekuatan Paduka. Amin.”
(https://panjimasyarakat.com/2020/04/05/itibar-menyikapi-wabah-corona/)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda