Selasa, 19 Juli 2022

Buku Tonggak-Tonggak Orde Baru Mengungkap Banyak Misteri

 

Catatan: Jasso Winarto

Buku trilogi Tonggak-Tonggak Orde Baru,  menurut wartawan yang pernah “dirumahkan” Orde Baru, Jasso Winarto, bukanlah kumpulan reportase. Juga  bukan laporan investigasi. Bukan pula dongeng atau fiksi. Buku ini adalah penyajian fakta fakta penting yang menjadi tiang utama di zaman  Orde Baru . Ya fakta politik.Ya fakta sosial. Ya fakta ekonomi .Ya fakta kebudayaan. Buku ini sangat menarik karena kita bisa mendapat jawaban atas segala kejadian penting yang seringkali penuh misteri.

Penilaian tadi diungkapkan oleh Jasso Winarto, budayawan-penulis buku dan wartawan senior, yang pada tahun 1990 terpaksa “harus dirumahkan” karena suratkabar yang dipimpinnya yaitu Media Indonesia, menurunkan tajuk rencana berjudul “Soeharto dan Fir’aun.”


 
Jasso Winarto sebagai pembahas menyalami Menteri Keuangan Mar’ie Muhammad dalam suatu seminar. Di sebelah kirinya, moderatror Prof.Dr.Gunawan Sumodiningrat.

Di zaman Orde Lama, tulisnya, Bung Karno mampu bertahan sebagai Presiden lebih dari 20 tahun, berkat dukungan tiga kaki yang disingkat Nasakom atau Nasionalis, Agama dan Komunis. Bung Karno ditetapkan sebagai Presiden seumur hidup oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atau MPR tetapi kemudian dilengserkan juga oleh MPR  tahun 1967 setelah 22 tahun berkuasa. Pelengseran Bung Karno adalah karma sejarah yang tak.bisa ditolak akibat pemberontakan PKI tanggal 30 September 1965.

Dua puluh tahun lebih dia dipuja puja rakyat sebagai Bapak Revolusi,  tetapi harus menjalani sisa kehidupannya sebagai sebuah ironi: yaitu musuh utama Orde Baru.

Akhirnya muncullah Jenderal  Soeharto. Muncullah “kekuatan rakyat” yang mendukungnya. Dan muncullah Orde Baru bagaikan matahari pagi yang bersinar terang.

Bangkitnya Indonesia pasca Soekarno ditandai dengan atmosfir yang berbeda.Tak ada lagi slogan-slogan seperti “Ganyang Malaysia” , “Hidup NASAKOM” , “Amerika kita setrika Inggris kita linggis”  atau semacam itu. Meskipun perut rakyat Indonesia  kosong tetapi kalau Bung Karno menyuruh teriak “Inggris kita Linggis !!!”,   masih nyaring juga.

Membaca buku trilogi Tonggak-Tonggak Orde Baru  karangan B.Wiwoho sangatlah menyenangkan. Sebagai seorang wartawan senior, penulis mampu menghidangkan berbagai fakta yang terjadi di zaman Orde Baru di mana Jenderal Soeharto menjadi tokoh sentral yang mampu  menentukan warna merah atau putih di semua aspek kehidupan bangsa Indonesia selama 30 tahun lebih. Kebetulan  saya pernah hidup di zaman Orde Lama di mana Bung Karno berkuasa di negeri tercinta ini, sehingga bisa merasakan betapa dahsyatnya negeri kita berubah arah dari Orde Lama ke Orde Baru.

Dalam membangun Orde Baru,  seperti diketahui Jenderal Soeharto dikelilingi oleh tokoh-tokoh seperti Benny Murdani, Yoga Sugama,

Radius Prawiro, Widjojo Nitisastro, Emil Salim dan tokoh-tokoh lain yang selama ini menjadi arsitek Orde Baru. Merekalah yang memainkan peranan penting dalam membangun Orde Baru. Mereka semua dikenal baik oleh saudara penulis.

Gaya kepemimpinan Jenderal Soeharto sangat berbeda dengan Soekarno. Sebagai Pemimpin Besar Revolusi, Soekarno selalu mengajak rakyat Indonesia berteriak, bicara  politik dari pagi sampai malam dan rakyat tidak bisa bekerja karena disuruh berpolitik tiap hari. Di zaman Orde Baru kehidupan dibalik oleh Jenderal Soeharto bagaikan membalik telapak tangan. Rakyat harus kerja. Kerja dan kerja.Jangan banyak bicara. Perubahan kehidupan di Orde Baru ini digambarkan dengan gamblang oleh saudara B.Wiwoho di dalam buku ini.

“Saya mengenal Penulis buku ini sudah lebih dari 30 tahun dan mengenal reputasinya sebagai wartawan dan aktivis di Yayasan Bina Pembangunan. Sebagai wartawan dia memiliki akses yang kuat dengan para petinggi Orde Baru. Bahkan dalam persepsi saya, sdr. B.Wiwoho ini ditakdirkan untuk hidup dan mengenal tokoh-tokoh Orde Baru serta menulisnya dengan gamblang supaya misteri-misteri di sekitar Soeharto bisa tersingkap untuk generasi selanjutnya.

Meskipun penulis adalah wartawan senior tetapi buku ini bukanlah kumpulan reportase. Juga  bukan laporan investigasi. Bukan pula dongeng atau fiksi. Sepanjang yang saya tahu, buku ini adalah penyajian fakta fakta penting yang menjadi tiang utama di zaman  Orde Baru . Ya fakta politik.Ya fakta sosial. Ya fakta ekonomi .Ya fakta kebudayaan.

 

Jasso Winarto (no 2 dari kiri) bersama Dirjen Pajak Salamun AT yang sedang bersalaman dengan kolumnis La Rose.

Saya katakan, buku ini sangat menarik karena kita bisa mendapat jawaban atas segala kejadian penting yang seringkali penuh misteri.

Meskipun banyak aktor yang memainkan peranan penting dalam Orde Baru, tetapi kita sepakat bulat bahwa sentrumnya adalah Jenderal  Soeharto. Semuanya oke kalau Pak Harto mengangguk. Dan semuanya tidak oke kalau Pak Harto menggeleng.

Saya katakan sejak awal bahwa buku ini sangat menarik. Kita bisa mendapat jawaban dari rumor yang berkembang saat itu, bagaimana Pak Harto membentuk kabinet. Ada rumor bahwa Ibu Tien campurtangan. Benarkah? Atau adakah  dukun yg memberi tahu Pak Harto?

Dari buku ini kita bisa mendapat jawaban yang jujur,  apa adanya dan tidak dibuat-buat untuk pencitraan Orde Baru.

Saya membaca draft tulisan buku ini sebelum.terbit. Harus saya akui kadang-kadang saya tercekam oleh fakta baru di buku ini.

Problem di dalam buku sesungguhnya cukup pelik, tetapi karena disajikan secara sederhana dan gamblang,  maka mudahlah pembaca mencerna,”  demikian Jasso Winarto.

(Jasso Winarto, budayawan  dan wartawan senior, pernah memimpin majalah Eksekutif serta Harian Media Indonesia, pengamat pasar modal dan penulis buku Indonesia Stock Market Handbook, Bisnis Indonesia 1990).



0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda