SULUK MALEMAN TENTANG PERBEDAAN INDONESIA DENGAN NUSANTARA

Ray Sahetapy: Pada dasarnya nama adalah sebuah doa. Nama yang diberikan ibarat sebuah chip yang ditanamkan dalam kesadaran sang penyandang nama agar berperilaku sesuai dengan nama tersebut. Maka sebenarnya dengan nalar ini kita bisa mencoba membedah kondisi aktual bangsa dan negara. Sebagai misal, kata Indonesia itu terbentuk dari kata Indo yang berakar dari kata Hindia atau India, dan nesia yang artinya adalah kepulauan. Secara filosofis, berarti Indonesia adalah rangkaian pulau yang merupakan sambungan atau perpanjangan tangan dari India. Perpanjangan tangan secara ekonomis bisa dibaca sebagai agen, sementara secara politik sama dengan antek. Jadinya tak mengherankan, bila sekarang bangsa kita yang sebenarnya sangat kaya ini justru lebih banyak tampil sebagai sekedar agen atau antek asing saja.

Bambang Wiwoho: Sejak terjadi pergolakan di internal Demak, dan Demak bergeser ke Pajang dan kemudian Mataram, peradaban maritim ini kemudian menjadi terlantar sampai sekarang. Sebagai contoh sederhana, penyebutan pulau-pulau kecil di perbatasan Indonesia sebagai pulau terluar adalah produk peradaban darat agraris; karena seharusnya bila berbasis peradaban maritim pulau-pulau tersebut harus dianggap sebagai halaman depan dan disebut sebagai pulau terdepan, bukan terluar. Penyikapan semacam ini tentu akan menghasilkan cara pengelolaan yang berbeda terhadap pulau-pulau tersebut.

Bambang Wiwoho: Setelah reformasi, kondisi bangsa ini ibarat jama’ah sholat Jum’at di masjid. Makmumnya sudah penuh dan siap sholat, tapi malah imamnya absen.

Anis Sholeh Ba’asyin: Mengenal kembali asal kita sebagai manusia dalam kaitannya dengan seluruh ciptaan lain, menjadi sangat penting sebelum kita mengenali diri kita sebagai mahluk sejarah. Dengan menyadari kesatuan kita sebagai manusia dan sebagai bagian semesta, akan membuat kita bisa lebih arif dan bijak ketika merealisasikan tugas sejarah kita sebagai bagian dari sebuah keluarga, masyarakat, suku atau bangsa..

        Pati, 21 Juni 2013. Foto-foto:  Dokumentasi Orkes Sampak GusUran