Dalam rangka
membuktikan keimanan kita, marilah kita berlatih melakukan
amalan-amalan sederhana, yang bisa kita mulai dengan memaknai serta
mengamalkan bacaan-bacaan populer yang sudah kita kenal selama ini,
namun justru karena sangat populer acapkali kita memperlakukannya
sebagai hal yang rutin, datar bahkan sering tanpa makna, “boro-boro”
kita amalkan dalam perilaku.
Marilah kita mulai dengan membahas ucapan salam “Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh”.
Setahun terakhir ini ada sebuah seri sinetron televisi yang amat sangat
populer, yaitu “Tukang Bubur Naik Haji”. Mari kita perhatikan, hampir
dalam setiap babak diawali dan diakhiri dengan ucapan salam, padahal isi
ceritanya tentang pertengkaran, iri-dengki, gosip bahkan fitnah.
Demikian berulang-ulang terjadi. Sinetron ini menggambarkan dengan tepat
kebiasaan masyarakat kita sehari-hari. Bukankah kita sering
menyaksikan, mengalami atau bahkan mungkin melakukannya sendiri, tatkala
mengucapkan atau membalas salam. Mungkin kita tidak menyadari,
mengucapkannya sambil ogah-ohan setengah hati, “salam!”. Atau berteriak
“Assssalammmmualaikummmm……..”.
Padahal ucapan salam itu doa, yang berarti kita sedang berbicara dengan
Gusti Allah Sang Maha Raja di Raja, menyampaikan permohonan. Pantaskah?
Layakkah? Sopankah, berbicara dengan Sang Maha Kuasa sambil berteriak?
Layakkah kita memperlakukan ucapan doa yang begitu mulia itu bagaikan
sebuah mainan? Layakkah kita sering mengucapkan tapi tidak
mengamalkannya?
Semua umat Islam pasti tau ucapan
“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh”, yang artinya “ Semoga
kedamaian, rahmat dan berkah Allah dilimpahkan kepada anda”.
Ucapan
salam yang merupakan doa tersebut menjadi kebiasan dan ciri khas umat
Islam, mematuhi ajaran Kanjeng Nabi Muhammad Saw sebagaimana
diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah sebagai berikut: “ Kalian tak
akan masuk surga sampai kalian beriman dan saling mencintai. Maukah aku
tunjukkan satu amalan yang bila dilakukan akan membuat kalian saling
mencintai? Yaitu sebarkanlah salam diantara kalian”.
Hadis lain
yang diriwayatkan Abu Daud dan Tarmizi, menjelaskan derajat nilai
penggalan-penggalan salam yaitu “Assalamualaikum” dengan 10 pahala,
“Assalamualaikum warahmatullah” dengan 20 pahala dan diucapkan lengkap
“Assalamulaikum warahmatullahi wabarakatuh” sebagai 30 pahala.
Jika kita kaji secara cermat, hakekat dan tujuan menyebarkan salam yang
dilandasi keimanan itu adalah untuk saling mencintai. Agar suasana serta
hubungan saling mencintai bisa terwujud maka salam atau kedamaian -
rahmat dan berkah itu harus diamalkan, dikerjakan sebagai perilaku
menjadi perbuatan dan tindakan. Bukan hanya sekedar diucapkan. Apalah
artinya Haji Muhidin dan Mak Enok dalam sinetron tadi selalu mengucapkan
salam, bila perilakunya senantiasa menerbarkan kebencian dan
permusuhan? Jika selalu menaruh
syak wasangka buruk kepada
orang lain? Jika mau menang dan benar sendiri? Jika perangainya kasar
lagi merendahkan orang lain? Jika perilakunya ujub-riya dan merasa sudah
menggenggam kunci surga? Jika membagi senyum saja pelit? Semua pasti
tidak suka terhadap Haji Muhidin dan Mak Enok. Sebaliknya kita senang
terhadap Rumanah, Haji Salam dan Emaknya yang lembut, pemaaf, penuh
cinta kasih lagi peduli terhadap sesamanya. Karena itu kita jangan
sampai mau menjadi orang yang seperti Haji Muhidin (sebelum tobat) dan
Mak Enok. Bahkan cucu saya yang baru berumur 3,5 (tiga setengah) tahun
pun tidak mau disamakan dengan mereka.
Agar kita bisa
mengamalkan dan menebarkan kedamaian serta cinta-kasih, maka marilah
kita mulai dengan berdamai pada diri sendiri. Memahami kelebihan dan
kekurangan diri sendiri sekaligus memaafkannya dengan kebesaran hati
jika menemukan kekurangannya, dan sebaliknya mensyukuri segala kelebihan
serta kenikmatan yang kita peroleh; memahami hakekat eksistensi
kehidupan kita selaku khalifatullah fil ard. Sesudah bisa menciptakan
kedamaian pada diri sendiri, selanjutnya menyebarkan sebagaimana
perintah Baginda Rasul, kepada orang-orang serumah, kepada isteri/suami,
anak-cucu, sanak-saudara.
Dari rumah kita melangkah keluar,
kepada tetangga kiri-kanan, depan-belakang. Sudahkah kita bertegur sapa
secara baik. Jika kita baru pindah rumah, sudahkah kita datang
memperkenalkan diri kepada tetangga-tetangga baru kita? Dengan rendah
hati menanyakan serta mempelajari tata pergaulan lingkungan? Berperilaku
sopan lagi baik, bertegur sapa dan murah senyum? Sudahkah kita peduli
terhadap sekeliling kita? Menjaga agar keberadaan dan kegiatan kita
tidak merusak lingkungan tempat tinggal kita? Sumbangsih apa yang sudah
kita berikan untuk menciptakan kedamaian, rahmat dan berkah pada
lingkungan tempat tinggal kita?
Dari lingkungan tempat tinggal,
kita melangkah lebih jauh ke lingkungan pergaulan, pekerjaan, ke
masyarakat luas, bangsa dan negara. Bekal dan tujuan, visi dan misinya
tetap sama yaitu iman dan amal saleh berupa kedamaian, rahmat dan berkah
Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Itulah
saudaraku, salah satu amalan sederhana sehari-hari yang mestinya mudah
namun justru sering kita abaikan. Marilah kita bersama-sama melatih diri
serta saling mengingatkan untuk mengamalkan ajaran yang luar biasa
indahnya tersebut, dan……wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Depok, 17 April 2013.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda