Sahabatku,
kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan perkembangan zaman itu adalah sebuah
keniscayaan. Demikian pula kehidupan di dunia dan alam raya. Semua
berlangsung sesuai sunatullah. Kita
tidak mungkin lari darinya, apalagi dengan bersikap bagaikan burung onta yang
mencoba menyembunyikan kepalanya ke dalam tanah bila menghadapi bahaya,
sementara badannya yang besar teronggok di permukaan.
Karena
itu kita mesti mengarungi gelombang kehidupan ini dengan persiapan diri dan
bekal yang memadai. Dunia dan apa-apa yang ada di dalamnya menurut Al Ghazali
mengutip Rasulullah, terkutuk kecuali yang digunakan untuk apa-apa yang
diridhoi Allah. Oleh karena itu dunia harus ditaklukkan untuk beribadah kepada
Allah.
Ia
menjelaskan, segala perbuatan dan tindakan yang ditujukan untuk akhirat, sudah
tidak dikategorikan dunia lagi. Umpamanya, seorang pedagang yang bermaksud
mencari rejeki untuk bekal ibadah dan bukan untuk memuaskan hawa nafsu serta
keserakahannya. Dagang yang demikian itu termasuk amal akhirat, asal
benar-benar niatnya dilaksanakan. Begitu pula dengan amal-amal mubah yang dilaksanakan dengan niat
ibadah dan memang sungguh-sungguh diwujudkan. Misalkan, makan agar badan kuat,
dan setelah itu menolong fakir miskin. Juga tidur agar badan sehat, dan dengan
badan yang sehat itu kita melakukan kegiatan-kegiatan yang diridhoi Allah. Status
hukum mubah adalah kegiatan yang bila dikerjakan tidak berpahala tapi juga
tidak berdosa, sedangkan bila ditinggalkan pun tidak berdosa dan tidak
berpahala.
Adapun
batasan bekal ibadah, yaitu betul-betul untuk bekal ibadah, berhubungan dengan
urusan akhirat dan tujuannya harus mutlak untuk itu.Bukan hanya sekedar
penghias bibir yang tidak diwujudkan dalam perbuatan. Maka dalam kaitan ini
menurut Al Ghazali, mengharapkan kebaikan bukanlah riya. Juga apabila kita
ingin dihormati orang dengan tujuan agar seruan dan ajakannya menegakkan amar
makruf nahi munkar diikuti orang banyak.Yang harus senantiasa kita waspadai,
semua itu dengan tidak bermaksud memuliakan diri sendiri atau untuk memenuhi
dahaga pesona dunia.
Orang-orang
yang memiliki pengikut dan pengaruh besar di masyarakat serta mempunyai ilmu
dan kemampuan yang dibutuhkan bagi kemaslahatan orang banyak,karenanya juga
tidak boleh uzlah mengasingkan diri. Seperti Kanjeng Nabi, ia harus berdiri
kokoh bagaikan gunung karang di tengah samudera kehidupan, berada di tengah
masyarakat menegakkan urusan agama, menegakkan yang haq memberantas yang batil.
Mengajak masyarakat melaksanakan kebaikan dan memberantas kemungkaran, memberi
nasehat, menjelaskan hukum-hukum Allah.
Orang
yang seperti itu mempunyai potensi besar untuk masuk ke dalam golongan
orang-orang yang mampu menjalankan firman Allah dalam surat Al-Bayyinah ayat 7,
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman
dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.”Perintah
buat mengerjakan amal saleh juga ditegaskan sebelumnya dalam Surat An-Nahl ayat
97, “Barangsiapa yang mengerjakan amal
saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya
akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.”
Di
dalam Al-Qur’an cukup banyak kata iman yang dikaitkan dengan amal saleh, karena
amal memang merupakan realisasi dari iman.Perwujudan nyata dari iman adalah
amal saleh.Jika hanya berbicara mengenai iman saja, maka itu merupakan rahasia
antata kita dengan Gusti Allah.Tiada seorang pun kecuali diri sendiri yang tahu
apakah kita betul-betul beriman atau tidak.Oleh sebab itu jika iman dikaitkan
dengan amal, menjadi nampak perwujudannya di dalam perilaku sehari-hari,
sehingga dengan demikian iman menjadi sempurna karena ada buktinya. Mewujudkan
iman menjadi amal saleh merupakan tahapan-tahapan perjalanan seorang salik
dalam menapaki jalan ketuhanan.
Amal
saleh atau kerja yang mulia dan baik, seringkali hanya ditafsirkan secara
sempit, terbatas pada perbuatan ibadah ritual yang kita kenal sehari-hari
seperti salat, puasa dan haji.Bahkan ada lagi yang membuat sekedar ukuran
formalitas.Misalkan orang yang berpeci putih atau bersorban diberi predikat
orang beriman yang saleh. Tentu saja ini menyedihlkan, sebab iman dan amal
saleh hanya diukur sebatas itu. (Memaknai
Kehidupan).
Menurut
Prof.K.H. Ali Yafie, pengertian amal saleh yang perlu kita miliki dan yang
harus dikembangkan adalah seluruh aktivitas yang dilakukan orang beriman, yang
dimulai dengan kebersihan, dikembangkan dalam kesederhanaan dengan sasaran
pengabdian. Itulah gambaran yang lengkap dari amal saleh.Dan itu pula yang
dikembangkan dalam pembinaan tasawuf, yang menitikberatkan pada pembinaan
personal-individual.
Sahabatku,
dengan pemahaman mengenai tasawuf dan gelombang globalisasi sebagaimana telah
kita bahas di atas, maka dengan berbekal tasawuf kita akan berani berdiri tegar
dan kokoh. Dengan tasawuf kita akan bisa membangun semangat dan pola hidup
meneladani pola kehidupan Kanjeng Nabi Muhammad dan para sahabatnya, yaitu bersih – sederhana – mengabdi (BSM).
Pola hidup yang tidak konsumtif, yang tidak larut dalam gemerlap pesona dunia
dengan serba kemewahannya.
Sederhana
pada hemat Puang Yafie, tidak identik dengan kemiskinan atau pun hidup miskin.
Sederhana tidak tergantung pada materi yang dimiliki, tetapi pada sikap. Sikap
inilah yang perlu diluruskan. Tidak ada halangan bagi seseorang, bahkan seorang
sufi sekalipun, untuk hidup kaya. Sebab banyak di dalam cerita, sufi itu adalah
orang-orang kaya. Seperti yang paling terkenal adalah Imam al-Malik, seorang
sufi yang kaya raya. Sahabat Nabi SAW, yang bernama Abdurrahman bin ‘Auf dan
Usman bin ‘Affan adalah sufi yang kaya raya. Akan tetapi, kekayaannya
betul-betul digunakan sesuai dengan tuntunan Islam.
Sederhana
adalah tidak berlebih-lebihan dan tidak bermewah-mewahan. Oleh karena itu, pola
hidup sederhana ini memerlukan penjelasan untuk menepis pengertian yang tidak
positif. Biasanya hidup sederhana diartikan dengan miskin dan serba kekurangan.
Ini merupakan pengertian yang tidak positif. Yang tepat, hidup sederhana adalah
hidup berkecukupan. Dalam bahasa fiqih disebut “kifaayah” , yakni hidup yang tidak berlebih-lebihan. Jadi, hidup
yang tidak bermewah-mehah dan tidak foya-foya, tetapi berkecukupan. Itulah arti
hidup sederhana secara positif.
Kalau
kita mendengar kata “sederhana”, konotasinya pada kemiskinan, serba kekurangan.
Itu yang perlu diluruskan, karena tidak benar. Sederhana itu berbeda dengan
miskin. Orang kaya itu perlu hidup sederhana, karena batasannya adalah
berkecukupan, dengan catatan tidak berlebih-lebihan, dan tidak berfoya-foya.
(Prof. Dr. Muhammadiyah Amin dalam Jati
Diri Tempaan Fiqih).
Jika
kita bisa mengembangkan pola hidup BSM di kancah dunia yang sedang dikendalikan
oleh Kapitalisme Global ini, insya Allah perekonomian Indonesia akan bergeser
dari perekonomian yang konsumtif menjadi perekonomian yang produktif. Devisa
kita akan bisa banyak dihemat. Ekonomi berbiaya tingggi akan dapat ditekan.
Lapangan kerja akan banyak tersedia. Pengangguran ditekan sekecil mungkin, sumber
daya alam terkelola dengan baik, lingkungan hidup terjaga dan terpelihara, kesenjangan
sosial terjembatani, korupsi dapat diberantas, keadilan sosial dapat
ditegakkan, keamanan dan ketertiban umum terpelihara baik lagi terkendali.
Demi
mempraktekkan pola hidup BSM, Puang Kyai Ali Yafie dalam Ramadhan Menggugah Semangat Proklamasi
(Bina Rena Pariwara, 2005) menekankan, segala macam aktivitas yang
kita lakukan harus dimulai dengan kebersihan jiwa, kebersihan hati dan niat,
dikembangkan dalam pola kehidupan serta perilaku kesederhanaan, dengan sasaran
pengabdian demi kemaslahatan umat. Pola hidup BSM harus dikembangkan menjadi
moral ekonomi, politik, hukum dan terus dikembangkan ke sektor-sektor kehidupan lainnya.
Sahabatku,
secara individu, orang yang sudah memiliki tasawuf sebagai pertahanan
jiwanya, akan melaksanakan pola hidup
BSM dalam situasi dan kondisi apa pun termasuk di era globalisasi sekarang,
sehingga bersama golongan orang-orang yang beriman dan beramal saleh, akan
senantiasa bertawakal kepada Gusti Allah, yang tidak akan pernah terpengaruh
dengan kesusahan dan kepayahan dunia. Akan senantiasa lapang dada, jauh dari
pikiran kusut yang merepotkan.Senantiasa tenteram dan tidak menjadi boyongan
makhluk, yang tidak terhempas dan tidak terbenam oleh ombak perobahan tempat,
masa dan keadaan. Bagaikan gunung karang yang perkasa, tetap tegak kokoh walau dihempas bertubi-bertubi oleh Gelombang
Globalisasi yang menerjang bergulung-gulung, di tengah lautan kehidupan nan
ganas.
Semoga
kita memperoleh anugerah-Nya, dimasukkan dan senantiasa berada di dalam
golongan hamba-hamba sekaligus kekasih-Nya yang seperti itu.
Duh Gusti,
anugerahkanlah kepada hamba,
gelora pesona cinta nan membara,
‘tuk kepakkan sayap jiwa,
terbang suka cita luar biasa
ke haribaan Paduka.
Alhamdulillaah, alhamdulillaah,
alhamdulillaah,
aamiin, aamiin, aamiin ya rabbill
‘aalamiin.
Beji,
Depok: Jumat 13 Desember 2013.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda