Senin, 02 November 2015

AL GHAZALI, BAPAK TEORI KEKUASAAN 4 ABAD SEBELUM MACHIAVELLI: Seri Etika & Moral Kekuasaan (6).





Semakin besar kekuasaan yang melekat pada kepemimpinan seseorang, semakin besar pula tanggungjawab yang dituntut darinya. Oleh karena itulah para cerdik pandai dan filsuf dari masa ke masa, memberi bobot etika dan moral yang tinggi terhadap para pemimpin, penguasa negara dan penyelenggara pemerintahan.

Konsep pertama yang cukup lengkap tentang pemerintahan dan negarawan dibuat oleh Plato (filsuf Yunani 427 – 347 SM). Negara menurut Plato adalah manusia dalam ukuran besar. Kita tidak dapat mengharapkan jadi baik, apabila kelakuan seseorang tidak baik. Oleh sebab itu pemerintahan harus dipimpin oleh ide yang tertinggi, yaitu ide kebaikan, yang kemauan untuk melaksanakannya  tergantung pada budi. Tujuan pemerintahan yang benar pada hematnya ialah mendidik warganya mempunyai budi, sementara itu negara yang ideal harus berdasarkan pada keadilan.

Sesudah Plato, konseptor berikutnya yang amat tegas mencita-citakan suatu negara yang berdasarkan akal budi dan moral keagamaan adalah St.Augustine (354 – 430 M). Dalam bukunya ”Civitate Dei (Negara Tuhan)”, ia menggambarkan adanya dua moral yang terdapat pada manusia, yakni moral baik dan moral buruk.

Terjadinya perkelahian  dan pembunuhan antara kedua putera Adam, tidak lain merupakan gambaran dari perjuangan atara pemimpin yang bermoral baik yang membentuk “Negara Tuhan” dengan pemimpin bermoral jahat yang membentuk “Negara Setan (Civitate Diaboli)”. Konsep ini dipakai oleh umat Khatolik untuk mendirikan “Negara Gereja” yang dipimpin oleh Paus sebagai wakil tertinggi dari Tuhan di dunia.
Negara-negara Barat selanjutnya juga memiliki tokoh Machievelli, lahir di Italia  (1469 – 1527), yang menulis buku “Il Principe (Sang Pangeran)”.  Sang Pangeran menguraikan tindakan yang bisa atau perlu dilakukan seseorang untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan. Nama Machiavelli, kemudian diasosiasikan dengan hal yang buruk, yaitu menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan. Orang yang melakukan tindakan seperti ini disebut makiavelis.

Jauh sebelum Machiavelli lahir dan menulis buku, dunia Islam pun memiliki Al Ghazali (1058 – 1111), filsuf kaliber dunia yang lahir dan sudah menulis banyak buku 4 (empat) abad sebelum Machiavelli. Dalam berbagai buku dan karya tulisnya, terutama dalam “Ihya Ulumuddin” dan “Nasihat Bagi Penguasa (Al-Tibbr Al-Masbuk fi Nasihat Al Muluk)”, Al Ghazali menguraikan pengalaman dan pengejawantahan dari ajaran akhlak atau moral Islami, khususnya akhlak pemimpin masyarakat, pemimpin negara dan ulama.
Sayang sekali, banyak para pemimpin dan politisi kita bahkan yang muslim, yang lebih mengenal dan diam-diam mengamalkan ajaran Machiavelli dengan “Sang Pangeran”nya, dibanding Al Ghazali dengan “Nasihat Bagi Penguasa”nya. Berikutnya: Nasihat Al Ghazali Tentang Negara Bermoral.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda