Selasa, 19 Juli 2022

Indonesia Harus Belajar Dari Kebaikan Dan Keburukan Masa Lalu

 

Catatan Wartawan Senior Vincent Lingga. panjimasyarakat.com

Indonesia, harus belajar dari kebaikan dan keburukan, kelebihan dan kekurangan masa lalu,termasuk dari Pemerintahan Orde Baru. Dalam melaksanakan dan mewujudkan berbagai kebijakan misalkan,  tidak dapat hanya dikomandokan, apalagi di zaman demokrasi ini. Istilah ekonominya semua kebijakan harus di pasarkan dengan cara yang tepat dan ke target sasaran yang tepat. Demikian benang merah pandangan wartawan senior Vincent Lingga, yang cukup dekat dengan tokoh-tokoh kunci baik semasa Orde Baru maupun Era Reformasi sekarang  ini. Catatan tersebut dituangkan dalam buku trilogi TONGGAK-TONGGAK ORDE BARU, karya wartawan Panji Masyarakat, B.Wiwoho.

Vincent Lingga menilai, buku trilogi ini patut disambut dan sangat dihargai,karena memperkaya sumber referensi dari peristiwa, catatan dan fakta sejarah kehidupan bangsa dan negara, yang disusun dengan cermat dan rapih mencakup periode lebih 30 tahun dari 76 tahun umur Republik ini. Buku semakin bermakna dan penting karena ditulis oleh Wiwoho, bukan hanya sebagai pengamat, tapi bahkan sering sebagai orang dalam (insider) pemerintahan


Vincent Lingga (nomer dua dari kiri) bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani sewaktu sidang tahunan ADB di Yokohama Mei, 2017

Vincent Lingga menulis, “Sebagai sahabat, semula saya hanya ingin memberikan endorsement, dukungan semangat saja kepada Wiwoho dalam kerja kerasnya menulis buku trilogi TONGGAK-TONGGAK ORDE BARU. Namun dalam bincang-bincang 26 Agustus 2021 bersama sahabat-sahabat Jasso Winarto, Richard Haryoseputro, Prof.Dr.Gunawan Sumodiningrat dan Banjar Chaeruddin, Wiwoho meminta agar kami jangan hanya berbasa-basi sebagaimana endorsement pada umumnya, tapi lebih dari itu, jangan segan-segan untuk memberikan kritik, saran ataupun catatan dan komentar, sehingga bisa memperkaya data dan fakta, bahkan bila perlu mengoreksi isi buku.

“Harapan Wiwoho itu saya coba  penuhi dengan membuat beberapa catatan atau mungkin lebih tepat penekanan-penekanan” sebagai berikut:

Trilogi Pertama: JATUH BANGUN STRATEGI PEMBANGUNAN

1.Bagian II, Bab 10 tentang Koreksi Terhadap Strategi Pertumbuhan.                                                                                  

Bab tersebut menjelaskan  bagaimana Orde Baru sudah sejak dari awal menggunakan konsep trilogi strategi pembangunan dan dengan tepat menentukan  garis prioritasnya sesuai dengan tantangan yang dihadapi.

Pada awalnya karena menghadapi instabilitas politik dan ekonomi yangg carut marut (inflasi lebih 600%), urutan trilogi yang digunakan adalah: 1. Stabilitas Nasional yang dinamis. 2. Pertumbuhan Ekonomi yang Tinggi dan 3. Pemerataan.

Tapi pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara tidak disengaja menimbulkan kesenjangan (ketimpangan) penghasilan di masyarakat  yang mengancam persatuan nasional. Dengan cepat urutan Trilogi Pembangunan pertengahan 1970an diubah menjadi: 1. Pemerataan. 2. Pertumbuhan Ekonomi Yang Tinggi 3. Stabilitas Nasional Yang Dinamis.

Keberhasilan pelaksanaan Trilogi Pembangunan dengan urutan prioritas sangat efektip itu, dimungkinkan juga karena program pembangunan dilaksanakan oleh tim menteri-menteri ekonomi yang kompak dan sehaluan pikir di bawah pimpinan Widjojo Nitisastro yang sangat berwibawa dan dipercaya penuh oleh Presiden Soeharto waktu itu.

2. Trilogi Pertama Bagian III Bab 13: Pernah Berhasil Swasembada Beras.

Salah satu program/kebijakan Orde Baru yang sangat berhasil dan bahkan mendapat penghargaan internasional, termasuk dari Organisasi Pangan PBB (FAO) tahun 1985 adalah swasembada beras. Program ini dilaksanakan lewat kebijakan Bimbingan Massal (Bimas) kepada petani yang diberikan oleh para Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), tamatan SLTA Pertanian yang direkurt menjadi pegawai Kementerian Pertanian.  

PPL sangat berjasa membimbing  petani menaikkan hasil sawah/ladang nya lewat bibit yang (unggul) tepat, dengan pemupukan dan pestisida yang tepat, efisien dan ramah lingkungan.

Pemerintah menyadari bahwa bahan pangan, terutama beras, mempunyai bobot yang sangat tinggi dalam pembentukan indek inflasi sehingga, selain membangun dan memperluas saluran irigasi, Pemerintah  memberikan perhatian yang luar biasa besar pada program Bimas.

Salah satu penyebab kenapa dalam dua dekade terakhir, Indonesia makin sering tergantung kepada impor untuk  pelbagai bahan pangan seperti beras, kedelai, bawang, jagung, adalah kurangnya perhatian pada program penyuluhan dan bimbingan kepada petani. Bahkan status kepegawaian tenaga PPL, terutama sejak otonomi daerah, sering tidak menentu. Malah status kepegawaian PPL banyak terkatung-katung. Padahal PPL sangat diperlukan oleh petani, baik untuk bercocok tanam (best farm practices) juga untuk memilih tanaman apa yang cocok untuk pelbagai daerah.

Vincent Lingga (paling kiri), sedang menjadi moderator di seminar mengenai kelapa sawit di Jakarta.

 

3.Trilogi Pertama Bagian III Bab 24: Penghargaan  Kependudukan PBB.  

Bab ini dengan jelas menguraikan bagaimana Orde Baru sejak awal pemerintahan, sudah memberikan perhatian yang sangat besar terhadap masalah kependudukan, terutama pertambahan penduduk yang sangat tinggi. Kebetulan Widjojo Nitisastro, otak konsep pembangunan ekonomi saat itu,  adalah ahli kependudukan yang memilih demografi sebagai topik disertasi doktornya  di Universitas Berkeley, Amerika Serikat.

Logikanya, akan sangat sulit memenuhi kebutuhan rakyat meskipun pertumbuhan ekonomi tinggi,  kalau pertumbuhan penduduk tidak terkendali. Berapapun produksi beras atau bahan pangan lainnya dinaikkan atau gedung sekolah atau pusat kesehatan dibangun, tidak akan cukup, kalau pertambahan penduduk tetap tinggi.

Maka digalakkanlah  program keluarga berencana sampai ke semua desa lewat lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), yang berperan bukan hanya sebagai pelaksana kampanye keluarga berencana,  tapi juga sekaligus pembina ibu-ibu dalam perawatan kesehatan anak.” 

Salah satu kelemahan Pemerintah sesudah reformasi (1998) adalah kurang diperhatikannya gerakan keluarga berencana ini, terutama di pedesaan. Hal ini menjadi salah satu sebab tingginya tingkat kemiskinan.

Trilogi Kedua: MUSUH TERBESAR: KESENJANGAN BERNUANSA SARA & EKSTREMISME

Bagian II Penggalangan Citra di Masa Orde Baru

Orde Baru menyadari pentingnya komunikasi yang tepat dan terukur ke masyarakat dalam negeri dan luar negeri  untuk menjelaskan kebijakan pembangunan dan keberhasilan pembangunan.

Pointnya,  kebijakan tidak  hanya di komandokan ke masyarakat, meskipun Soeharto, dengan latar belakang militer, sebenarnya lebih cenderung menggunakan sistem komando. Dengan kata lain, kebijakan tidak dapat hanya dikomandokan, apalagi di zaman demokrasi ini. “Istilah ekonominya“ semua kebijakan harus di pasarkan dengan cara yang tepat dan ke target sasaran yang tepat.

Semua kebijakan, misalkan reformasi perpajakan,  yang kadang kadang terasa pahit pada awalnya, disosialisasikan dengan cara komunikasi yang tepat dan ke sasaran yang tepat.

Pemerintah bahkan sering menggunakan lembaga-lembaga swasta dan ahli-ahli/profesional strategi komunikasi , termasuk lembaga-lembaga yang dipimpin oleh penulis buku ini (Wiwoho) untuk mendisain strategi komunikasi  guna mengkampanyekan pelbagai kebijakan pemerintah kepada masyarakat banyak.

Sesudah krisis Pertamina 1975 yang sampai merusak kredibilitas negara dan Pemerintah Indonesia di luar negeri, Pemerintah  menggunakan perusahaan kehumasan  Amerika Serikat ( Hill & Knowlton) selama lebih 15 tahun untuk melobi Kongress Amerika. Hill & Knowlton juga ditugaskan untuk menyebarkan atau  memberikan informasi/data dengan perspektif yang luas ke wartawan media massa asing yang ada di Indonesia dan di luar negeri lewat kantor di Jakarta bernama National Development Information Office (NDIO), yang sejak tahun 1993 langsung juga dikelola oleh Wiwoho, di bawah pengawasan Sekretariat Negara.

“Saya bersyukur, dari awal 1977 s/d April 1983, pernah diminta oleh Sekretaris Kabinet Ismail Saleh yang waktu itu juga Pemimpin Umum Lembaga Kantor Berita Nasional Antara, mendampingi staf Hill &Knowlton di NDIO Jakarta, bahkan  sempat berkantor (in-service training di New York dari Mei s/d Des. 1978.) Pemerintah yang sekarang, pada hemat saya  juga dapat mengambil pelajaran dari uraian strategi komunikasi yang di paparkan dalam buku ini, “ tulis Vincent Lingga.

Buku ini bermakna dan penting

Sebagai penutup, buku trilogi “ Tonggak Tonggak Order Baru” ini patut disambut dan sangat dihargai, karena akan memperkaya pustaka referensi untuk mengambil pelajaran dari peristiwa dan catatan fakta sejarah kehidupan bangsa dan negara Indonesia, yang disusun dengan cermat dan rapih mencakup periode lebih 30 tahun dari 76 tahun umur Republik ini.

Buku semakin bermakna dan penting karena ditulis oleh Wiwoho, bukan hanya sebagai pengamat, tapi bahkan sering sebagai orang dalam (insider) pemerintahan.

Selama Orde Baru, Wiwoho sangat dekat dengan banyak Menteri pembuat kebijakan, tokoh2 militer, agama Islam dan cendekiawan karena dia sering membantu melaksanakan strategi komunikasi untuk memasyarakatkan pelbagai kebijakan Pemerintah, termasuk kampanye reformasi perpajakan terbesar selama 15 tahun mulai 1984.

“Sebagai wartawan LKBN Antara tahun 1967-1983 dan kemudian harian berbahasa Inggris ‘The Jakarta Post’ tahun 1983- sampai sekarang, saya sangat dekat mengikuti sepak terjang Wiwoho sebagai wartawan, kemudian praktisi strategi komunikasi serta pemimpin beberapa lembaga riset swasta yang menggeluti kebijakan Pemerintah, isu-isu pembangunan dan kenegaraan pada umumnya, “ demikian Vincent Lingga.

(Vincent Lingga, Senior Editor, The Jakarta Post).

 

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda