Bertasawuf
di era globalisasi, mana mungkin? Mau jadi apa nanti umat dan komunitas Islam?
Semua menyepi, tinggal di gunung, gua dan tempat-tempat sunyi dengan mengenakan
baju sangat sederhana dari kulit binatang dan makan seadanya. Bukankah itu akan
sama dengan kehidupan zaman primitif ? Begitulah pertanyaan sejumlah sahabat
yang mengkuatirkan jika semakin banyak umat Islam yang menganut tasawuf, agar
bisa bermakrifat yaitu mengenal, mengasihi dan dikasihi Allah Swt dengan
sepenuh kasih.
Kekuatiran
itu wajar, karena memang ada penganut-penganut tasawuf yang beruzlah dengan
hidup menyendiri seadanya di tempat-tempat sepi. Tetapi bagi yang memahami
sejarah kehidupan junjungan kita Nabi Muhammad Saw, kekuatiran tadi tidak perlu
terjadi. Meskipun demikian, bagi orang awam kekuatiran itu wajar adanya. Saya
pun pada mulanya berpendapat seperti itu. Kecewa dengan berbagai kemunafikan
serta hedonisme masyarakat, selama beberapa bulan di paruh pertama dasa warsa
90an, hampir setiap hari sepulang kerja saya menyendiri di menara khalwat, berusaha
membulatkan tekad untuk beruzlah menyepi meninggalkan semua hiruk-pikuk serta
pesona dunia. Sampai kemudian di suatu tengah malam ustadz Buya Endang Bukhari
Ukasyah yang kasih sayangnya kepada saya luar biasa, datang dari Sumedang dan
langsung menyusul ke menara khalwat saya.
Buya nan
arif dan waskita ini selalu bisa membaca isi serta pergolakan hati saya, tanpa
saya perlu mengutarakan atau mengungkapkannya. Begitu sudah duduk bersila,
beliau langsung mengingat-kan kehidupan Kanjeng Nabi sehari-hari yang
senantiasa berada di tengah dan bersama umatnya dalam suka dan duka. Dengan
cara yang seperti itulah Baginda Rasul bermakrifat, bukan dengan hidup
menyendiri di tempat sunyi. Dan adakah umat Islam termasuk para ulama-ulama
tasawuf yang tingkat makrifatnya bisa menandingi Rasulullah? Tentu saja tidak
ada.
Karena itu
wahai Sahabatku, marilah kita sama-sama menjadi salik, menjadi murid yang
menapaki jalan tasawuf dengan saling mencerahkan satu sama lain. Untuk itu,
pertama-tama, mari kita mencoba memahami arti tasawuf, yang secara etimologis
diperselisihkan oleh para ahli, karena perbedaan mereka dalam memandang
asal-usul kata itu, misalkan saff, saufanah, suffah dan safwah. Kata saff merujuk pada barisan dalam salat
berjamaah. Seorang sufi akan berada di baris pertama di depan Allah Swt. Kata saufanah menurut Ensiklopedi Islam (Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta) adalah sejenis
buah-buahan kecil berbulu yang banyak tumbuh di gurun pasir Arab Saudi.
Pengambilan kata ini karena banyak orang sufi memakai pakaian berbulu atau
kulit binatang yang masih kasar. Kata suffah
berarti pelana, yang banyak dipakai oleh para sahabat Kanjeng Nabi Muhammad Saw
yang miskin, untuk bantal tidur di samping Masjid Nabawi di Madinah. Sedangkan
kata safwah berarti sesuatu yang
terpilih atau terbaik.
Secara
sederhana dapat dirumuskan, tasawuf adalah jalan untuk mendekatkan diri kepada
Gusti Allah dengan tiga pendekatan atau tiga inti pokok ajaran yaitu (1) tekun
ibadah, (2) bulat hati kepada Gusti Allah, (3) berpaling dari godaan
pesona dunia atau tidak cenderung pada
kemewahan dan pesona dunia.
Bagaimana
mengamalkannya? Sebagai contoh, mari kita mencoba memahami hakikat berwudhu
atau bersuci. Bersuci dalam faham tasawuf tidak cukup hanya menuangkan air dan
membuang kotoran yang melekat di tubuh kita sebagaimana yang lazim kita lakukan
selama ini, tapi juga harus bisa membersihkan hati, lahir batin kita, diri kita
dari pikiran, keinginan, tingkah laku dan perbuatan tercela. Membersihkan dan
selanjutnya menjaga jiwa raga dari segala perbuatan dosa dan tercela; menjaga
agar tidak bergelimang dengan pesona dunia.
Bahkan
lebih jauh lagi kita niatkan, kita tekadkan agar seluruh anggota tubuh kita,
khususnya yang kita sucikan dapat melakukan amal saleh, dapat menghasilkan
perbuatan-perbuatan baik yang memberikan kemaslahatan bagi sesamanya. Amalan
batin ini harus kita usahakan selalu menyertai kita sewaktu berwudhu, terus
diingat sampai wudhu berikutnya, sekaligus menjaga agar kita senantiasa dalam
keadaan memiliki wudhu.
Dengan
tiga pendekatan tadi, maka tujuan mempelajari tasawuf bukanlah untuk bisa
melihat Gusti Allah dengan mata telanjang, juga bukan untuk menjadi sakti penuh
karomah sebagaimana penilaian kebanyakan orang, melainkan untuk beribadah dan
beramal saleh secara baik, untuk memelihara hati dari kotoran-kotoran hati
serta hal-hal yang tercela, sehingga hati menjadi jernih. Hati yang jernih
seperti itu akan dapat menangkap apa-apa yang tersirat dari yang tersurat,
dapat memahami hikmah dari segala ketentuan Gusti Allah atas diri kita.
Tentang
tasawuf, Ibnu Khaldun menjelaskan, adalah semacam pengembangan ilmu syariah
yang semula dimaksudkan untuk tekun beribadah dengan memutuskan pertalian
terhadap segala hal selain Allah, hanya menghadap Allah semata, menolak pesona
dunia serta membenci segala hal yang bisa memperdaya orang. Untuk itu penganut
tasawuf perlu menyendiri dalam menapaki jalan Tuhan dengan berkhalwat dan
ibadah.
Para ulama tasawuf sepakat, tasawuf juga mendidik budi pekerti
manusia agar tidak tamak, tidak ujub dan tidak riya, tapi menjadi manusia yang
ikhlas dalam beribadah, rendah hati dan damai dalam perbuatan. Dengan demikian
kita bisa menjadi sangat dekat dengan Sang Maha Pencipta, Gusti Allah Yang Maha
Suci. Tasawuf menurut tokoh sufi Al Junaid, adalah keluar dari budi serta
perangai tercela, dan masuk ke budi dan perangai yang terpuji.
Buya Hamka
dalam buku Tasauf Moderen yang
ditulis dan diterbitkan pertama kali pada tahun 1939 menyatakan, di zaman Nabi
Muhammad hidup, semua orang menjadi sufi, yaitu sufi sepanjang artian Al Junaid
tadi. Baik Nabi dan sahabatnya yang berempat atau yang beribu-ribu itu,
semuanya berakhlak tinggi, berbudi mulia, sanggup menderita lapar dan haus, dan jika beroleh kekayaan,
tidaklah kekayaan itu lekat di dalam hatinya, sehingga merasa sedih bila harta
itu habis.
Tatkala
wilayah Islam bertambah luas, kekuasaan kerajaan dan kekayaannya tumbuh luar
biasa, banyak orang melalaikan ibadah lantaran tenggelam dalam pesona dunia.
Hal itu membuat banyak ulama yang berselisih faham. Akibatnya ada yang merasa
kecewa, sehingga kemudian menyisih dari pergaulan ramai. Mereka inilah yang
merupakan cikalbakal kaum sufi dalam pengertian yang hidup sangat sederhana di
tempat-tempat sepi, yang semula bermaksud baik, tetapi akhirnya menempuh jalan
sesat.
Menurut
Buya Hamka, mereka bermaksud memerangi hawa nafsu, dunia dan setan, tetapi
kadang-kadang menempuh jalan yang tidak digariskan agama, bahkan mengharamkan
hal dan barang yang dihalalkan Allah, menyumpahi harta, tidak mau mencari
rezeki dan membenci kerajaan. Sehingga tatkala balatentara Mongol masuk ke
negeri Islam, tidak ada lagi senjata yang ampuh buat menangkis, sebab kekuatan
Islam telah terbagi, terpecah dan lemah.
Para penganut tasawuf yang seperti itu, telah tenggelam dalam
khalwat dengan pakaian sufinya yang amat sederhana, tidak peduli apa-apa, tidak
menangkis serangan, karena “lezat” di dalam kesunyian tasawufnya. Pada hemat
Buya, hal itu tidak berasal dari pelajaran Islam. “Zuhud yang melemahkan itu bukanlah ajaran Islam. Semangat Islam ialah
semangat berjuang. Semangat berkurban, bekerja, bukan bermalas-malasan,
lemah-paruh dan melempem”.
Prof.K.H.Ali
Yafie dalam bukunya Jati Diri Tempaan
Fiqih mengajarkan, ruang lingkup kajian tasawuf itu adalah mengenai
pengenalan diri manusia, terutama pengenalan batinnya. Berdasarkan pengenalan
itu, tasawuf memberikan kiat-kiat pembinaan manusia agar bisa memiliki sifat
kebersihan, kesederhanaan dan pengabdian. Bahasa populernya bisa hidup BSM,
yaitu bersih, sederhana dan mengabdi.
Sejalan
dengan Kyai Ali Yafie dan Buya Hamka,
Prof.Dr.H.Abubakar Aceh dalam Pengantar
Ilmu Tarekat, Uraian Tentang Mistik, penerbit Ramadhani 1963/1986, juga
membuat rumusan yang sederhana mengenai tasawuf, yakni mendidik budi pekerti
manusia agar tidak hidup tamak, tetapi menjadi manusia yang wara’, yaitu yang
ikhlas dalam ibadah serta damai dalam perbuatan.
Sahabatku,
demikianlah makna dan semangat tasawuf menurut para ulama. Jelas mana yang
sesuai dengan semangat Islam dan mana yang tidak. Untuk itu marilah tanpa
kecuali, kita saling mengingatkan lagi saling mencerahkan.
Salam
damai sejahtera, penuh limpahan rahmat dan berkah-Nya. Aamiin.
1 Komentar:
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda