PEMILU 2014 INKONSTITUSIONAL DAN BERPOTENSI
MENIMBULKAN ANARKI DAN CHAOS.
Pemilu tinggal 13 hari lagi. Berapa banyak diantara 240 juta
rakyat Indonesia termasuk para elite dan calon legislatifnya yang berfikir
jernih tentang akibat Keputusan Mahkamah Konstitusi No.14/PUU-XI/2013 yang
menyatakan UU no.42 th 2008 yang mendasari penyelenggaraan Pemilu tindak
serentak bertentangan dengan konstitusi. Karena bertentangan dengan konstitusi,
maka secara otomatis UU PILPRES (UU no.42/2008), UU Pileg (UU No. 42 Tahun
2012) dan UU PEMILU (UU No. 15 Tahun 2011) tersebut tidak mempunyai kekuatan
lagi secara hukum, sehingga dengan demikian semua perbuatan yang dilakukan
berdasarkan UU itu batal demi hukum.
Oleh sebab itu jika Pemilu pada tanggal 9 April 2014 yang disusul
dengan Pemilihan Presiden tetap dilaksanakan berdasarkan UU yang
inkonstitusional, maka hasilnya juga akan inkonstitusional atau tidak
berdasarkan UUD 1945. Pihak-pihak yang menang, baik Presiden, Wakil Presiden,
anggota Dewan Perwakilan Daerah, DPR Pusat maupun Daerah, semuanya tidak sah
karena menggunakan produk hukum yang bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak
mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
Hal tersebut akan sangat pontensial menimbulkan konflik-konflik
horizontal maupun vertikal yang berujung pada keadaan “chaos”. Dalam rangka
mengantisasi dan mencegah terjadinya “chaos” berupa berbagai kekacauan
kehidupan sosial kemasyarakatan yang mengerikan, delapan orang anak bangsa yang
selama ini banyak berkecimpung di dalam soal hukum, politik dan akademik
terpanggil untuk mengajukan Permohonan Uji Materiil (Judicial Review) kepada
Mahkamah Agung, atas dua peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang
menjadi dasar penyelenggaraan Pemilu 2014.
Delapan orang anak bangsa yang terpanggil sebagai pemohon uji
materiil itu adalah: Jack Yanda Zaihifni Ishak Phd.Msc.SH, Lawrence
T.P.Siburian SH. Mh.LLM, Chudry Sitompul SH.MH, Dr.Dodi S.Abdulkadir,
Bsc.SE.SH.MH, Dr. R. Taufik Mappaere, SH. LLM. B.Wiwoho, Unoto Dwi Yulianto
SH.MH dan Muhammad Haekal Hasan SH.LLM.
Adapun kedua Peraturan KPU yang dimohonkan uji materiil adalah:
1.Peraturan KPU No.29 Tahun 2013 Tentang Penetapan Hasil Pemilihan
Umum, Perolehan Kursi, Calon Terpilih dan Penggantian Calon Terpilih dalam
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota.
2. Peraturan KPU no.1 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Peraturan
KPU no.17 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pelaporan Dana Kampanye Peserta Pemilihan
Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) BERLAKU SEJAK DIUCAPKAN.
Mengenai alasan sejumlah pihak yang menyatakan Pemilu 2014 masih
bisa dilaksanakan berdasarkan kedua Peraturan KPU tadi karena ada keputusan
Mahkamah Konstitusi yang menyatakan mulai berlaku pada Pemilu 2019, Pemohon
menyatakan alasan MK menunda pelaksakaan putusannya pada Pemilu 2019 adalah
cacat hukum, berdasarkan:
- Ketentuan Pasal 47 UU no.24 th
2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang menyatakan: “Putusan Mahkamah
Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tertap sejak diucapkan sidang
pleno terbuka untuk umum”. Pasal ini secara jelas menetapkan bahwa
berlakunya keputusan adalah saat diucapkan di sidang pleno terbuka untuk
umum, dan bukan ditunda di lain waktu.
- Putusan MK No.14 di atas yang
mempertimbangkan tahapan penyelenggaraan Pemilu th 2014 telah dan sedang
berjalan serta sudah mendekati waktu pelaksanaan Pemilu adalah telah melampaui
kewenangan yang dimiliki MK sendiri dalam memeriksa, mengadili dan
memutuskan suatu perkara/permohonan yang diajukan kepadanya, yaitu
terbatas pada menerima, menolak dan atau menyatakan tidak dapat diterima
(niet ontvankelijk verklaard).
- UUD
1945 dan UU No.24 Tahun 2003 Tentang MK menggariskan salah satu tugas MK
adalahmenyatakan suatu UU bertentangan dengan UUD. Mahkamah Konstitusi
tidak diberi wewenang untuk membuat norma perundang-undangan yang baru.
JALAN KELUARNYA MEMBUAT PERPU.
Dengan berbagai pertimbangan khususnya demi mencegah kevakuman
hukum yang bisa menimbulkan anarki hukum dan situasi “chaos”, Pemohon meminta
kepada Mahkamah Agung yang memiliki kewenangan untuk melakukan uji materiil
peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang, untuk antara lain:
- Menyatakan kedua peraturan KPU
yang disebut di atas, yang menjadi dasar pelaksanaan Pemilu 2014 bertentangan
dengan Undang-Undang yang ada di atasnya.
- Memerintahkan
Pemerintah/Presiden untuk segera menerbitkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (PERPU)
untuk menjadi landasan hukum penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan
Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Pusat dan Daerah tahun 2014
serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014.
- Memerintahkan
KPU untuk mentaati putusan MA untuk mengganti / menyesuaikan Peraturan KPU
dengan PERPU.
Demikianlah, semoga Permohonan Uji Materiil ini memperoleh ridho,
rahmat dan berkah Tuhan Yang Maha Kuasa.
Jakarta, Kamis 27 Maret 2014.
Jack Yanda Zaihifni Ishak Phd.Msc. SH.
Lawrence T.P.Siburian SH. Mh.LLM.
Chudry Sitompul SH.MH.
Dr.Dodi S.Abdulkadir, Bsc.SE.SH.MH.
Dr. R. Taufik Mappaere, SH. LLM.
B.Wiwoho.
Unoto Dwi Yulianto SH.MH.
Muhammad Haekal Hasan SH.LLM.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda