Kamis, 27 Maret 2014

Siaran Pers Judicial Review PEMILU INKONSTITUSIONAL;



PEMILU 2014 INKONSTITUSIONAL DAN BERPOTENSI
MENIMBULKAN ANARKI DAN CHAOS.

Pemilu tinggal 13 hari lagi. Berapa banyak diantara 240 juta rakyat Indonesia termasuk para elite dan calon legislatifnya yang berfikir jernih tentang akibat Keputusan Mahkamah Konstitusi No.14/PUU-XI/2013 yang menyatakan UU no.42 th 2008 yang mendasari penyelenggaraan Pemilu tindak serentak bertentangan dengan konstitusi. Karena bertentangan dengan konstitusi, maka secara otomatis UU PILPRES (UU no.42/2008), UU Pileg (UU No. 42 Tahun 2012) dan UU PEMILU (UU No. 15 Tahun 2011) tersebut tidak mempunyai kekuatan lagi secara hukum, sehingga dengan demikian semua perbuatan yang dilakukan berdasarkan UU itu batal demi hukum.

Oleh sebab itu jika Pemilu pada tanggal 9 April 2014 yang disusul dengan Pemilihan Presiden tetap dilaksanakan berdasarkan UU yang inkonstitusional, maka hasilnya juga akan inkonstitusional atau tidak berdasarkan UUD 1945. Pihak-pihak yang menang, baik Presiden, Wakil Presiden, anggota Dewan Perwakilan Daerah, DPR Pusat maupun Daerah, semuanya tidak sah karena menggunakan produk hukum yang bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

Hal tersebut akan sangat pontensial menimbulkan konflik-konflik horizontal maupun vertikal yang berujung pada keadaan “chaos”. Dalam rangka mengantisasi dan mencegah terjadinya “chaos” berupa berbagai kekacauan kehidupan sosial kemasyarakatan yang mengerikan, delapan orang anak bangsa yang selama ini banyak berkecimpung di dalam soal hukum, politik dan akademik terpanggil untuk mengajukan Permohonan Uji Materiil (Judicial Review) kepada Mahkamah Agung, atas  dua peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang menjadi dasar penyelenggaraan Pemilu 2014.

Delapan orang anak bangsa yang terpanggil sebagai pemohon uji materiil itu adalah: Jack Yanda Zaihifni Ishak Phd.Msc.SH, Lawrence T.P.Siburian SH. Mh.LLM, Chudry Sitompul SH.MH, Dr.Dodi S.Abdulkadir, Bsc.SE.SH.MH, Dr. R. Taufik Mappaere, SH. LLM. B.Wiwoho, Unoto Dwi Yulianto SH.MH dan Muhammad Haekal Hasan SH.LLM.

Adapun kedua Peraturan KPU yang dimohonkan uji materiil adalah:
1.Peraturan KPU No.29 Tahun 2013 Tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum, Perolehan Kursi, Calon Terpilih dan Penggantian Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.
2. Peraturan KPU no.1 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Peraturan KPU no.17 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pelaporan Dana Kampanye Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) BERLAKU SEJAK DIUCAPKAN.

Mengenai alasan sejumlah pihak yang menyatakan Pemilu 2014 masih bisa dilaksanakan berdasarkan kedua Peraturan KPU tadi karena ada keputusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan mulai berlaku pada Pemilu 2019, Pemohon menyatakan alasan MK menunda pelaksakaan putusannya pada Pemilu 2019 adalah cacat hukum, berdasarkan:
  1. Ketentuan Pasal 47 UU no.24 th 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang menyatakan: “Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tertap sejak diucapkan sidang pleno terbuka untuk umum”. Pasal ini secara jelas menetapkan bahwa berlakunya keputusan adalah saat diucapkan di sidang pleno terbuka untuk umum, dan bukan ditunda di lain waktu.
  2. Putusan MK No.14 di atas yang mempertimbangkan tahapan penyelenggaraan Pemilu th 2014 telah dan sedang berjalan serta sudah mendekati waktu pelaksanaan Pemilu adalah telah melampaui kewenangan yang dimiliki MK sendiri dalam memeriksa, mengadili dan memutuskan suatu perkara/permohonan yang diajukan kepadanya, yaitu terbatas pada menerima, menolak dan atau menyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard).
  3. UUD 1945 dan UU No.24 Tahun 2003 Tentang MK menggariskan salah satu tugas MK adalahmenyatakan suatu UU bertentangan dengan UUD. Mahkamah Konstitusi tidak diberi wewenang untuk membuat norma perundang-undangan yang baru.

JALAN KELUARNYA MEMBUAT PERPU.

Dengan berbagai pertimbangan khususnya demi mencegah kevakuman hukum yang bisa menimbulkan anarki hukum dan situasi “chaos”, Pemohon meminta kepada Mahkamah Agung yang memiliki kewenangan untuk melakukan uji materiil peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang, untuk antara lain:
  1. Menyatakan kedua peraturan KPU yang disebut di atas, yang menjadi dasar pelaksanaan Pemilu 2014 bertentangan dengan Undang-Undang yang ada di atasnya.
  2. Memerintahkan Pemerintah/Presiden untuk segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) untuk menjadi landasan hukum penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Pusat dan Daerah tahun 2014 serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014.
  3. Memerintahkan KPU untuk mentaati putusan MA untuk mengganti / menyesuaikan Peraturan KPU dengan PERPU.

Demikianlah, semoga Permohonan Uji Materiil ini memperoleh ridho, rahmat dan berkah Tuhan Yang Maha Kuasa.
Jakarta, Kamis 27 Maret 2014.

Jack Yanda Zaihifni Ishak Phd.Msc. SH.
Lawrence T.P.Siburian SH. Mh.LLM.
Chudry Sitompul SH.MH.
Dr.Dodi S.Abdulkadir, Bsc.SE.SH.MH.
Dr. R. Taufik Mappaere, SH. LLM.
B.Wiwoho.
Unoto Dwi Yulianto SH.MH.  
Muhammad Haekal Hasan SH.LLM.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda