Minggu, 08 Maret 2015

FILOSOFI KEHIDUPAN ORANG JAWA : Kandungan Makna Suluk Kidung Kawedar (2).



Memahami Tujuan Hidup.

Bait 9 Kidung, masih menunjukkan betapa besar fadilah serta hikmah dari Kidung Kawedar atau Kidung Rumekso Ing Wengi. Begitu besar manfaatnya, mulai dari untuk urusan bercocok tanam misalkan padi, sampai dengan hendak berangkat ke medan perang. Semuanya bisa diatasi dengan daya perbawa atau hikmah dan fadilah Kidung yang tiada lain merupakan berkah dari Gusti Allah Yang Maha Kuasa.

Bait 10 adalah bait yang tergolong sulit menafsirkannya, bisa banyak tafsir. Bait ini penuh tamzil, apalagi jika di benak kita sudah memiliki tujuan tersendiri tanpa bisa mengosongkannya. Apabila semata-mata menelaah berdasarkan huruf dan kata-kata, bisa jadi itu menggambarkan pengembaraan Sunan Kalijaga semenjak masih sebagai remaja yang nakal luar biasa di daerah Tuban, Jawa Timur, sampai disadarkan oleh saudaranya yakni Sunan Bonang sehingga kemudian berguru kepadanya, dan selanjutnya beruzlah bertahun-tahun di tengah hutan di pinggir sungai (kali) di daerah Cirebon, Jawa Barat, sehingga diberi sebutan Sang Penjaga Kali atau Kalijaga. Kanjeng Sunan Kali yang nama aslinya Raden Mas Said dan merupakan putera Adipati Tuban, harus banyak berjalan naik-turun gunung dengan segala daya kemampuannya, mencari jati diri dan Tuhannya. Di banyak tempat ia memiliki banyak nama panggilan, sebagaimana kebiasaan rakyat jelata di Jawa memanggil nama seseorang berdasarkan penampakan fisik, perilaku dan atau kelebihannya. Tentu saja itu semua adalah nama yang semu, nama yang samar atau samur, terutama guna menyamarkan dirinya agar tidak dikultuskan masyarakat.

Bait tersebut dimaknai sebagai penggambaran hubungan Gusti Allah dan manusia tatkala masih dalam alam ruh, serta gambaran tentang singgasana dan kediaman Allah di Baitul Makmur, Baitul Muharram dan Baitul Muqaddas.

Kembali pada pokok bahasan yaitu Kidung Kawedar, manusia yang masih berupa ruh dan berada di alam ruh digambarkan kekuatan dan perjalanannya sampai ditiupkan ke rahim ibu.  Kidung Kawedar juga bisa disebut Kidung Hartati, yaitu Kidung yang memiliki karsa yang utama. Karsa adalah daya kekuatan jiwa yang mendorong makhluk hidup untuk berkehendak. Ruh ini dianugerahi arta daya, yakni kebijaksanaan dan kekuatan batin termasuk rasa belas kasih.

Setelah turun ke bumi menjadi manusia, Gusti Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, membekali manusia dengan hakikat kediamannya yaitu hakikat Baitul Makmur di kepala dan otak, Baitul Muharram di dada dan kalbu, serta Baitul Muqaddas di dalam kemaluan berupa inti sari benih kehidupan.

Sahabatku, bait 11 mengajarkan kepada manusia untuk memahami diri dan tujuan hidupnya. Siapa yang bisa memahami diri dalam bertindak, bisa tepa slira atau mencoba terlebih dahulu menerapkan pada dirinya sendiri terutama apabila mau berbuat yang kurang baik terhadap orang lain, ibarat orang yang tahu kebijaksanaan dan kekuatan hidup. Orang yang tahu tujuan perjalanan kehidupannya, ke mana dan mengapa Allah menurunkan ke dunia, berarti  bagaikan orang kaya yang rumahnya berpagar besi. Di masa lalu, hanya Raja yang mampu memagari istananya dengan besi atau tembok. Rakyat kebanyakan hanya bisa membuat pagar hidup dari tetumbuhan yang hidup subur atau pagar kayu dan bambu yang dipotong-potong ditata rapi. Orang yang tahu tujuan hidupnya, akan dijaga oleh orang sejagad.

Bait kesebelas ini kembali ditutup dengan fadilah dan hikmah bagi siapa yang melantunkan dan menghafalnya. Jika dibaca tamat dalam semalam  maka yang membacanya akan dihindarkan dari perbuatan jelek, baik dirinya sendiri yang tidak akan melakukan perbuatan-perbuatan buruk atapun perbuatan buruk dari orang lain kepadanya.

Di bagian atas sudah kita singgung versi lain yang menyatakan membaca selama sepuluh malam. Masalah angka dan hitungan juga disinggung dalam bait 7 baris kelima “bacalah 25 kali dengan lembut”, serta bait 8 baris ketiga “selama 40 hari saja.”  Pada hemat serta pengalaman penafsir, hitungan angka seperti halnya kita sering berzikir, sangat bermanfaat guna melatih indera pendengaran dan batin kita. Tetapi yang lebih penting lagi adalah memahami serta menghayati makna dan hakikat sesuatu bacaan zikir di dalam pikiran dan perbuatan kita. Itu bisa terjadi jika kita sudah bisa melaksanakan zikir kalbu, yaitu kalbu kita senantiasa  mengingat Allah, mengikuti denyut jantung serta tarikan nafas kita.

Semoga.


Keutamaan Orang Yang Memahami Tujuan Hidup.


Filosofi hakikat dan tujuan hidup, sangat populer dan menjadi panduan kehidupan bagi orang-orang Islam Kejawen. Filosofi ini dinamai “sangkan paraning dumadi”, yang berarti asal mula dan tujuan dijadikannya manusia atau kehidupan manusia. Filosofi ini menggambarkan perjalanan kehidupan manusia sedari masih di dalam alam ruh sampai dengan kehidupan di akhirat kelak.

Ungkapan yang menyatakan manusia hidup ibarat sekedar singgah untuk minum, amat populer bagi orang Jawa. Sama populernya dengan ungkapan, Gusti Allah ora sare  atau  Gusti Allah tidak tidur. Yang pertama berasal dari sabda Kanjeng Nabi Muhammad, sedangkan yang kedua berasal dari Al Qur’an  ayat Kursi. Karena hanya sekedar singgah minum dalam suatu perjalanan  seorang musafir, maka waktu untuk singgah adalah pendek. Waktu yang pendek ini harus digunakan sebaik-baiknya, serta diisi dengan kegiatan dan hal-hal yang bermanfaat sebagai bekal demi sukses dan tercapainya maksud dan tujuan perjalanan.

Manusia akan bisa menghayati tujuan serta hakikat kehidupan apabila selalu ingat serta menyatukan segala potensi dirinya, terutama karsa utamanya dengan Sang Maha Pencipta. Manusia yang seperti itu akan selalu dijaga dan disayang Tuhan, sehingga keinginan-keinginannya mudah dikabulkan. Untuk bisa memahami tujuan serta hakikat hidup, tidaklah harus bisa membaca dan menuliskan Kidung Kawedar ini, namun yang paling penting adalah menyimpan di hati nuraninya pemahaman dan makna Kidung, dan selanjutnya, ini justru yang terpenting, mengamalkan dalam kehidupan (bait 12 dan 13).

Bait 13 adalah bait yang banyak menggunakan kata-kata Jawa Kuno dan Jawa Tengahan yang multi tafsir, misalkan muja semedi, sasaji ing segara, dadya ngumbareku, hartati dan sekar jempina. Muja semedi dalam kidung ini tidaklah berarti  bersemedi dalam pemahaman Syiwa – Buddha, melainkan mengingat dan berdoa kepada Tuhan. Sedangkan yang dimaksud dengan sasaji ing segara adalah menyiapkan diri sebelum memasuki arena kehidupan yang amat sangat luas yang digambarkan dengan lautan.

Lautan bagi orang Jawa adalah sesuatu yang tanpa batas, yang mampu menelan serta menampung apa saja, mulai dari makhluk-makhluk yang hanya bisa dilihat dengan mikroskop sampai dengan ikan paus dan kapal-kapal raksasa. Begitu pula lautan kehidupan, bisa menampung hawa nafsu yang tak terbatas besarnya, termasuk segala kebaikan dan keburukan.


Demikianlah, meskipun Tuhan itu tidak nampak. Tetapi bila manusia bisa senantiasa ingat dan berdoa kepada-Nya, sadar serta menyiapkan dirinya dengan baik dalam kehidupan yang membentang luas, maka ia bisa menyatu dengan Tuhan, menyatukan hakikat nyanyian kehidupannya ke dalam karsa yang utama. Dalam situasi seperti itu ia bisa disebut bunga pengobatan, yang langsung bisa mengobati segala penyakit kehidupannya, sehingga tidak akan pernah merasa sakit, tidak akan pernah merasa susah dan menderita.

Bait 14 masih melanjutkan keutamaan-keutamaan yang diuraikan di bait 13. Manusia memiliki pasangan setia, yang dalam kidung disebut penjari.  Penulis masih belum bisa menemukan makna yang tepat untuk kata penjari. Kata penjari atau panjari akan ditemukan lagi pada bait 16. Ki Wiryapanitra menyebut penjari itu sebagai rahsa atau inti sari ruh.

Rahsa  merupakan pasangan setia manusia, yang senantiasa menyertai tatkala hidup maupun mati. Rahsa itu sempurna dan bisa disebut pula sebagai sukma nan indah-mulia, yang luar biasa, yang istimewa, yang muda dan tidak bisa menjadi tua, yang berupa cahaya dari cahaya yang bersemayam di karsa utama manusia.

Rahsa atau sirr juga berarti rahasia. Dalam kitab Wirid Hidayat Jati terbitan Dahara Prize, rahsa diartikan sebagai rahasia. Pada wejangan ketiga halaman 20 – 21 disebutkan, “Sajatine manungsa iku rahsaningsun. Lan Ingsun iki rahsaning manungsa. (Sesungguhnya manusia itu adalah rahasia-Ku. Dan Aku ini rahasia manusia). Ini sesuai bunyi Surat Al Israa ayat 85, “Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah, ‘ruh itu urusan Rab-ku, dan tidaklah kamu diberi ilmu melainkan hanya sedikit’.

Maasyaa Allaah laa quwwata illaa  billaah.

2 Komentar:

Blogger Unknown mengatakan...

matur agung tampiasih (bs lombok :terima ksh)... tulisan iku sangat bermanfaat, sbg bahan perbandingan anna kidung yang ada di gumi lombok..

24 Mei 2015 pukul 23.05  
Blogger pak muliadi mengatakan...

KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.

KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.


KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.

20 Oktober 2016 pukul 04.44  

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda