Yoga, Kepala Intel yang Minta Soeharto Lengser
Ilustrasi: Edi Wahyono
Kamis, 15 September 2016
“Kau boleh melakukan tindakan apa
saja untuk menyelamatkan penumpang dan pesawat, asalkan jangan mengorbankan
kehormatan negara. Dan seandainya semua jalan gagal, kau boleh melancarkan
operasi militer. Tapi ingat, jangan grusa-grusu! Jangan gegabah!”
Pesan Presiden Soeharto kepada
Jenderal Yoga Soegama pada 28 Maret 1981 pukul 16.15 WIB di Jalan Cendana Nomor
8, Jakarta, itu tercatat dalam buku Operasi Woyla karya Bambang Wiwoho.
Sebelumnya, sebagai Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin), Yoga
melaporkan terjadinya pembajakan pesawat Garuda tujuan Medan dari Jakarta.
Pesawat yang mengangkut enam awak dan 48 penumpang itu dibajak saat singgah di
Palembang. Pesawat lantas dibelokkan ke Bangkok, Thailand, dengan tujuan akhir
Kolombo, Sri Lanka.
Dari Cendana, Yoga langsung bertolak
menuju Bangkok dari Bandara Halim Perdanakusuma untuk memimpin operasi
pembebasan, yang dikenal dengan Operasi Woyla. Dia mendapat laporan, pembajak
berjumlah lima orang bersenjata pistol, granat, dan mungkin membawa dinamit.
Mereka menuntut pemerintah Indonesia membebaskan tahanan Peristiwa Cicendo dan
uang tebusan US$ 1,5 juta. Memasuki hari keempat, para pembajak akhirnya bisa
dilumpuhkan, dan semua penumpang selamat. Operasi ini mendapat acungan jempol
dunia internasional.
*
* *
Pak Yoga berani latihan menembak
kaleng permen yang diletakkan di atas kepala anak buahnya.”
Bambang Wiwoho, penulis buku Memori
Jenderal Yoga
Sudharmono, Soeharto (tampak
punggung), dan Benny Moerdani
Foto: dok. Arsip Nasional
Sebagai tentara, perjalanan karier
Yoga banyak dihabiskan di dunia intelijen. Dia mendapat gemblengan langsung
dari Zulkifli Lubis, peletak dasar intelijen di Tanah Air sekaligus Kepala
Badan Rahasia Negara Indonesia, cikal bakal Badan Intelijen Negara (BIN).
Zulkifli sempat mengirim Yoga belajar ke dinas intelijen Inggris, MI-6, di
Maresfield. Pulang dari tugas belajar, dia menjadi Asisten I (Intelijen) TT-IV
Diponegoro di Semarang.
Di lingkungan Diponegoro inilah dia
mulai mengenal dan membantu Soeharto. Hingga di kemudian hari, ketika Soeharto
menjadi penguasa Orde Baru, Yoga menjadi penguasa intelijen terlama. Ketika
Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban Soeharto mendirikan
Komando Intelijen Negara sebagai pengganti Badan Pusat Intelijen (BPI) pada 22
Agustus 1966, Yoga-lah yang dipercaya untuk memimpinnya hingga 22 Mei 1967.
Meski tergolong singkat, dia berhasil membersihkan orang-orang BPI yang
terindikasi berhaluan komunis.
Selain mendapat pendidikan di
Akademi Militer Jepang dan pendidikan intelijen Inggris, postur tubuh Yoga
membuatnya kian nyaris sempurna sebagai tokoh intelijen. Badannya tegap, kokoh,
ganteng, menguasai bela diri silat Merpati Putih, serta mendalami ilmu-ilmu
kesaktian lazimnya orang Jawa. Untuk tasawuf, yang dipelajarinya sejak 1980-an,
dia berguru kepada Abah Anom dari Pondok Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya, Jawa
Barat. Sebagai tentara, sudah barang tentu Yoga mahir menembak. “Pak Yoga
berani latihan menembak kaleng permen yang diletakkan di atas kepala anak
buahnya,” tulis Wiwoho di blognya.
*
* *
Benny Moerdani dan Sudharmono
menentang saran Yoga agar Soeharto tak mencalonkan lagi sebagai presiden pada
Sidang Umum MPR 1988.”
Bambang Wiwoho
Persitiwa
Malari di Senen pada 15 Januari 1974
Foto: Wikipedia
Beberapa hari setelah meletus
kerusuhan Malari (Malapetaka Lima Belas Januari) 1974, Soeharto memanggil
pulang Yoga Soegama sebagai duta besar di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dia
ditunjuk menggantikan Sutopo Yuwono untuk memimpin Bakin. Jabatan ini diemban
Yoga selama 15 tahun, hingga 1989. Total, Yoga Soegama memimpin lembaga
intelijen selama 16 tahun. Tak aneh bila David Jenkins dalam buku Soeharto
dan Barisan Jenderal Orba menyebut Yoga sebagai satu dari empat jenderal
kepercayaan Soeharto. Tiga lainnya adalah Ali Moertopo, Sudomo, dan Benny
Moerdani.
Tapi, menurut Wiwoho, sejatinya
hubungan Soeharto dengan Yoga mulai merenggang sejak Mei 1985. Pemicunya tak
lain adalah sikap Yoga yang berani meminta agar bosnya itu tak lagi mencalonkan
diri sebagai presiden pada Sidang Umum MPR 1988. Selain karena faktor usia yang
mulai sepuh (Soeharto berusia 67 tahun pada 1988), Soeharto terlampau lama
menjadi presiden. Hal lain yang mulai mengkhawatirkan adalah kiprah bisnis
putra-putri sang presiden yang kian menggurita. Sepak terjang mereka di dunia
bisnis amat rentan memicu kecemburuan sosial dan rentan menjadikan Soeharto
sebagai sasaran tembak.
Bambang Wiwoho
Foto: dok. pribadi
Yoga Soegama dalam sebuah operasi
militer pada 1950-an.
Foto: repro sampul buku Memori Jenderal Yoga
“Pak Yoga berjanji akan menjamin
keamanan siapa pun pengganti Pak Harto,” kata Wiwoho saat berbincang dengan detikX.
Menerima Bintang Panglima Setia
Mahkota dari Malaysia yang disematkan oleh Perdana Menteri Tun Abdulrazak.
Dengan bintang itu, Yoga berhak menyandang gelar Tan Sri
Foto: dok. repro buku Memori Jenderal Yoga
Ibu Tien, yang kebetulan melintas
dan mendengar percakapan tersebut, sempat melontarkan persetujuan meski
Soeharto lebih banyak diam menyimak. Tapi ada dua pejabat yang turut dalam
pertemuan menentang keras saran Yoga. Dalihnya, rakyat masih menghendaki
kepemimpinan Soeharto. Siapa kedua pejabat dimaksud?
“Pak Benny (Moerdani) dan Pak
Dharmono (Sekretaris Negara Sudharmono) yang menentang keras saran Pak Yoga,”
kata Wiwoho, yang menulis buku Memori Jenderal Yoga.
Menurut mantan wartawan Suara
Karya dan majalah Panjimas itu, buku yang diluncurkan pada 1990 tersebut
sempat dua kali naik cetak. Cetakan ketiga dibatalkan atas permintaan Soeharto,
yang kurang berkenan dengan salah satu materi dalam buku tersebut. “Permintaan
itu disampaikan melalui Kepala Bakin Soedibyo dan Menteri Keuangan Radius
Prawiro,” tulis Wiwoho di blognya.
Setelah pertemuan Mei 1985, hubungan
Yoga dengan Soeharto menjadi dingin. Padahal setiap Jumat malam, Yoga menghadap
Soeharto. Sejak pertemuan itu, dia tak lagi mau ke Cendana bila tak diminta.
Sebaliknya dengan Benny, belakangan
dia menyadari kebenaran saran Yoga. Dia pun akhirnya menyampaikan permintaan
serupa kepada Soeharto saat menemaninya bermain biliar di Cendana. Tak berbeda
dengan Yoga, Benny kena getahnya. Dia dicopot sebagai Panglima ABRI beberapa
hari menjelang Sidang Umum MPR 1988.
Reporter/Penulis: Pasti Liberti Mappapa
Editor: Sudrajat
Desainer: Luthfy Syahban
Rubrik Intermeso mengupas sosok atau
peristiwa bersejarah yang terkait dengan kekinian.
SHARE
x.detik.com/detail/intermeso/20160915/Yoga...Silat...-/index.php
12 hours
ago - Sebelumnya, sebagai Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara
(Bakin), Yoga ... Bambang Wiwoho, penulis buku Memori Jenderal Yoga.
1 Komentar:
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda