Senin, 04 Juni 2012

45 TOKOH NASIONAL: Tersandera Kasus Korupsi, Rakyat Tak Terurusi.

Presiden SBY (dok. arsipberita)
Isu korupsi yang membelit partai pemegang tampuk kekuasaan di negeri ini telah menguras energi presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dalam berbagai kesempatan, sang presiden sibuk menangkis isu miring yang memojokkan dirinya dan orang-orang penting di lingkaran istana. Selama menjabat presiden periode ini, boleh dibilang, SBY sibuk mengurusi lakon politik negeri ini, sehingga tugasnya tidak berjalan dengan baik dan efektif. Setelah dilantik pada 20 Oktober tahun lalu, energi Presiden SBY sudah banyak terkuras dalam menanggapi dua isu utama, yakni pelemahan KPK dan aliran dana Bank Century. Tahun ini, ditambah pula gonjang ganjing dugaan suap wisma atlit dan proyek Hambalang yang melibatkan elit politik Partai Demokrat. Kicauan Nazaruddin dari negeri seberang makin membuat iklim politik di dalam negeri runyam.
Hasil media monitoring Charta Politika Indonesia pada enam media nasional menunjukkan bahwa kinerja politik SBY untuk mewujudkan janji-janji kampanyenya kerap kali tersandera oleh lemahnya manajemen isu pemerintah. Akibatnya, pemerintah seperti gagap dalam menanggapi beragam isu. Maka, ketika memasuki 100 hari pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu II, SBY sibuk memoles citra politiknya dengan melontarkan pernyataan balasan terhadap isu aliran dana Bank Century dan pelemahan KPK.
Dari pantauan Charta Politika, dua tahun setelah dilantik, mayoritas pernyataan SBY (sekitar 28,6%) adalah menanggapi kasus korupsi Bank Century, disusul tanggapan terhadap pelemahan KPK (27,7%), kinerja Kabinet Indonesia Bersatu II (26,2), KTT perubahan iklim (10,2%) dan program 100 hari KIB (7,3%). Tahun ini, kasus Nazaruddin menyita separuh perhatian SBY.
Setelah Nazaruddin tertangkap, kisah ‘persekongkokolan’ membobol APBN diperkirakan bakal tambah nyaring. Kondisi tersebut membuat energi SBY kian terkuras untuk menangkal berbagai tuduhan yang dialamatkan ke elit partai yang dibentuknya. Suksesi KPK yang memicu banyak kritik juga turut menita perhatian sang presiden.
Padahal, selain dua isu hangat itu, ada berita buruk lainnya, yakni lonjakan inflasi dan kenaikan harga pangan serta energi. Begitu pula, APBN bakal terus mengalami tekanan lantaran digerogoti naiknya subsidi energi. Masalah lain, penyerapan anggaran yang minim, kurangnya infrastruktur (termasuk listrik), hambatan investasi, praktek pertambangan dan kehutanan yang merusak lingkungan, pelayanan masyarakat belum berjalan baik, perlindungan kepada TKI, dan belum siaganya menghadapi bencana.
Semua permasalahan bangsa itu memicu keprihatinan beberapa tokoh masyarakat dan agama. Senin (8/8/2011) malam lalu, sedikitnya 45 tokoh nasional berkumpul di Hotel Four Season, Jakarta. Di antara ke 45 tokoh yang hadir itu antara lain, Prof KH Ali Yafie, Hariman Siregar, Sukardi Rinakit, Cholil Badawi, Soeryadi Sudirja, Romo Benny Susetyo, Adnan Buyung Nasution, Soegeng Sarjadi, Letjen Marinir (Purn) Suharto, Sri Palupi, Mgr Situmorang, Fanny Habibie, Bursah Zarnubi, Gurmilang Kartasasmita, Tyuk Sukadi, B Wiwoho, Mayjen TNI (Purn) Purwanto, Mulyana W Kusuma dan Tyasno Sudarso.
Ke 45 tokoh tersebut sepakat, saat ini sudah terjadi penyimpangan terhadap cita-cita dan semangat proklamasi kemerdekaan. Kehidupan bernegara dan berbangsa, kata mereka, telah mengarah ke jurang kehancuran. Pemerintahan SBY-Boediono dianggap telah melenceng dari tujuan dan cita-cita kemerdekaan. Bahkan, mereka menyimpulkan, SBY-Boediono telah gagal dalam memimpin pemerintahan.
Menurut Hariman Siregar, pemerintahan SBY-Boediono tidak efektif dan tak berhasil. Secara objektif, katanya, kondisi bangsa saat ini semakin memburuk, bahkan mengarah pada kerusakan di semua aspek dan lini kehidupan. “Indonesia dalam keadaan kritis, dalam bahaya, kita harus terpanggil mewakafkan diri kita demi keselamatan bangsa dan negara,” tegas Tokoh Malari dan mantan Ketua Umum Dewan Mahasiswa UI ini.
Semua itu terjadi lantaran pemerintahan presiden SBY tidak efektif. “Rakyat sekarang ini bertahan hidup karena usaha mereka sendiri, bukan karena peran negara. Negara tidak hadir ketika rakyat membutuhkan,” tegas Hariman.
Ke depan, para tokoh tersebut menyimpulkan, Indonesia bakal dihadang oleh tujuh krisis nasional. Tujuh krisis itu adalah krisis kewibawaan kepala pemerintahan, krisis kewibawaan kepala negara, krisis kepercayaan terhadap parpol, krisis kepercayaan kepada parlemen, krisis efektifitas hukum, krisis kedaulatan sumber daya alam, krisis kedaulatan pangan, krisis pendidikan, dan krisis integrasi nasional.
Nah, tahun ini menjadi pertaruhan bagi SBY. Tidak hanya ujian bagi citra personal SBY, tetapi juga bagi masa depan partai Demokrat. Jika terus tersandera oleh kasus-kasus besar yang melibatkan petinggi pemerintah maupun partai penguasa, niscaya sisa pemerintahan yang tinggal 3 tahun lagi kian memperburuk citra SBY. Sementara rakyat kian sengsara akibat gelombang badai krisis ekonomi yang menghempas dari daratan Amerika dan Eropa. (HP)

Twitter Facebook

Komentar  

 
0 #4 2011-08-13 14:22
sapa suruh pilih sby ...? sapa suruh pilih PD ..?? itu yg disebut panen. rasain !!
Quote
 
 
0 #3 2011-08-10 22:57
2009-2014 puncak kebrutalanan kawanan parpolis Indonesia!
Quote
 
 
0 #2 2011-08-10 19:11
Pemerinta Indonesia kurang tegas soal perhatian terhadap rakyat yg kurang mampu,terhadp tkw yg tidk ada perlindugan sama sekali,sunguh aq tak ada Rasa bangga,aq rasakan nyawa di Indonesia tak ada harga nya,mengenai kasus tkw di Saudi,sma sekali tak ada perlindungan,ra kyat dijadikan korban,yg jabatan tinggi seenak ya forums makan enak
Quote
 
 
0 #1 2011-08-10 14:42
wealah pak....mau lebaran bagi THR gak? (Gatra News: www.gatra.com).
 

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda