ANTISIPASI
MALAPETAKA PENERIMAAN NEGARA.
Bersamaan dengan semakin bulatnya tekad untuk melakukan
reformasi perpajakan, pada tanggal 11 Maret 1983, Sidang Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) kembali memilih Jenderal Purnawirawan Soeharto
menjadi Presiden Republik Indonesia
yang keempat kalinya. Selanjutnya pada tanggal 19 Maret 1983, Pak Harto
melantik Kabinetnya yang dinamakan Kabinet Pembangunan IV. Dalam susunan
Kabinet ini, Widjojo Nitisasatro diangkat menjadi Penasihat Eknomi Pemerintah,
Ali Wardhana menjabat sebagai Menko Ekuin, J.B.Sumarlin menjabat Ketua Bappenas
dan Radius Prawiro, yaitu Menteri paling senior karena sudah menjadi Menteri
semenjak 8 Maret 1965, bergeser dari Menteri Perdagangan ke Menteri Keuangan.
Dengan demikian tugas-tugas Ali Wardhana
untuk melakukan reformasi perpajakan juga otomatis menjadi tugas Radius
Prawiro. Tetapi Radius tidak sendirian, karena disamping sudah ada tim khusus,
pun Widjojo dan Ali Wardhana masih tetap mendampingi serta mendukungnya.
Meskipun demikian, Kabinet baru dengan Radius Prawiro
sebagai Menteri Keuangannya itu langsung
berhadapan dengan keadaan perekonomian yang sangat tidak menggembirakan, bahkan
mengkhawatirkan. Radius menggambarkan situasi tersebut sebagai perekonomian
tertekan, penghasilan minyak yang lebih rendah dan penurunan cadangan devisa
secara cepat. Situasi bertambah buruk lagi karena harga-harga komoditi
tradisional non migas juga melemah, sementara nilai rupiah telah menjadi
terlalu mahal sejak devaluasi terakahir diadakan pada bulan November 1978.
Padahal nilai rupiah yang terlalu mahal berdampak buruk terhadap perdagangan.
Pada bulan Maret 1983, cadangan devisa Indonesia tinggal US.$.3,3 milyar.
Dalam bulan yang sama, Organisasi Negara-Negara Pengkspor Miyak (OPEC)
menurunkan harga minyak sebesar US.$.5.
Setelah selama hampir empat tahun menikmati bulan madu
migas yang membius, penurunan harga tersebut sangat mencemaskan, karena
penurunan US.$.1 per barrel saja, berarti samadengan penurunan ekspor Indonesia
sebesar US.$.400 juta, yang akan
berdampak besar serta mengakibatkan defisit transaksi berjalan. Dengan
demikian, Kabinet baru harus berpacu dengan waktu menyelamatkan keadaan. Inilah
saat-saat yang mengkuatirkan setelah krisis perekonomian dan politik tahun
1965. Dalam perjalanan waktu, situasi yang benar-benar kritis, sangat-sangat
kritis, terjadi dan berlangsung mulai
tahun 1985, tatkala harga minyak makin meluncur ke US.$.28, US.$.25, masuk
tahun 1986 turun lagi ke US.$.22 dan pada Agustus 1986 drop di bawah US.$.10.
Itu berarti Indonesia
kehilangan lebih dari 2/3 (dua per tiga) penghasilannya.
Sementara itu perekonomian dunia juga menunjukkan
gejala-gejala kelesuan, antara lain
berupa melemahnya harga komoditi-komoditi tradisional, melemahnya arus
penanaman modal ke negara-negara berkembang serta menurunnya pertumbuhan
ekonomi beberapa negara maju.
Dalam rangka mengantisipasi keadaan buruk tadi, tim ekonomi
harus berpacu dengan waktu. Belum genap satu bulan, pada tanggal 30 Maret 1983,
Kabinet Pembangunan IV sudah harus membuat keputusan pahit, mengambil
langkah-langkah penyelamatan yang penuh risiko. Rupiah didevaluasi sebanyak
27,5% dari 702 menjadi 970 per dollar. Sejalan dengan itu proyek-proyek besar
terutama yang memerlukan banyak devisa dibatalkan, ditunda atau dijadwalkan
kembali. Proyek-proyek tersebut antara lain pabrik olefin, pabrik aromatik,
kilang minyak, pabrik aluminium, proyek rel kereta api, pembelian bis
besar-besaran dan berbagai investasi di bidang perkapalan.
Akan
tetapi langkah-langkah pengamanan devisa serta penghematan itu dianggap belum
cukup. Harus dilakukan reformasi ekonomi yang mendasar. Radius Prawiro
menggambarkan, tembakan pertama dalam pertempuran deregulasi dan reformasi
ekonomi meletus pada tanggal 2 Juni 1983
dengan dikeluarkannya sederet kebijakan yang ditujukan guna mendefinisi ulang
lingkungan perbankan.
Elemen esensial dari
reformasi perbankan 2 Juni ini mencakup hal-hal berikut:
1. Batas
pemberian kredit dihapus untuk semua bank.
2. Semua
bank diberi otoritas untuk menentukan sendiri suku bunga simpanan dan pinjaman.
3. Pajak bunga, dividen,
royalti untuk deposito valuta asing di semua bank pemerintah dihapus.
4. Sistem pembedaan suku bunga, yang mengatur suku
bunga tergantung dari sektor yang diberi pinjaman, dihapus.(Bersambung).
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda