Senin, 22 April 2013

JANGAN MENCEMOOH AJAKAN BERSUMPAH UNTUK MENGUJI KEJUJURAN

Beberapa waktu yang lalu kita menyaksikan drama peliputan media massa tentang  kebohongan, kesaksian palsu dan bersumpah. Bahkan seorang politisi non-muslim menantang politisi muslim yang ustadz bergelar Prof. Dr utk berani bersumpah atas nama agama masing-masing, guna membuktikan siapa yang bohong dan siapa yang jujur. Masya Allah. Padahal dulu yg menantang spt itu Junjungan Kanjeng Nabi Muhammad kepada orang-orang non muslim.
Dua hari belakangan ini media massa kembali diramaikan dengan tantangan mantan Bendahara Partai Demokrat, Nazaruddin, terhadap Ketua Umumnya, Anas Urbaningrum, untuk berani melakukan “sumpah pocong” demi membuktikan siapa yang bohong dan siapa yang jujur. Tantangan ini memperoleh banyak reaksi, namun pada umumnya bersikap sinis terhadap sumpah seperti itu.
Sesungguhnyalah, kejujuran dan sumpah mrpkn ajaran penting yg bernilai utama, sehingga banyak disinggung dalam Al Qur’an. Kesaksian palsu misalkan, disinggung dlm Surat Al Furqaan: 72, sbg hal yg hrs dihindari oleh hamba-hamba Allah Yg Maha Pengasih. Sedangkan ttg bersumpah bahkan ditegaskan dlm Surat Ali Imran: 61 yg mengkisahkan bagaimana Rasulullah menantang bersumpah + berdoa sungguh-sungguh agar siapa yang berbohong beserta keluarganya untuk segera dilaknat Allah (mubahalah).
Di Jawa, mubahalah ini dikemas sedemikian rupa menjadi amat sangat seram dan disebut Sumpah Pocong, karena yang bersumpah harus dalam keadaan dikafani (dipocong) layaknya orang meninggal.
Karena itu sebagai muslim, janganlah kita mencemoohkan mubahalah, atau ajakan bersumpah untuk menguji kejujuran. Mubahalah yang jelas-jelas ada di dalam Al Qur’an, nampaknya perlu direnungkan untuk diterapkan di zaman sekarang, tatkala kejujuran, sumpah jabatan, sumpah di pengadilan dll sudah tidak memiliki wibawa sama sekali. Kalau jujur, kenapa takut? Maasyaa-Allaahu la quwwata illaa billaah.
Beji, 12/3/2012.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda