Kisah Isteri Captain Pilot Garuda Woyla Jelang Pembajakan
Co Pilot Hedhy Juwantoro menceritakan, Herman Rante seolah-olah sudah merasa masa itu adalah hari-hari terakhirnya. Ia tampak sangat murung, dan banyak bercerita mengenai keluarganya, mengenai kerinduannya, mengenai isterinya Satina Rante, mengenai ketiga anaknya, Anggi, Faldi dan Noya.
Di kemudian hari Satina Rante juga menceritakan, beberapa hari sebelum pembajakan, Herman mengajak membeli durian ke Pancoran. Tatkala mobil yang dikendarainya berdua keluar dari Kompleks Perumahan Garuda di daerah Kalibata, menyusuri Jalan Raya Pasar Minggu dan melewati samping Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Herman menunjuk ke arah TMP seraya berkata, “Nah, lihat nanti saya dimakamkan di sana, dan ribuan orang mengantarkan, “ yang kemudian dia balas, “Memangnya Man siapa?” Nah adalah panggilan Herman terhadap Satina, sedangkan Man adalah panggilan Satina kepada Herman Rante.
Satina juga teringat kisah saudaranya yang bertamu dan menginap di rumahnya Jumat malam Sabtu tanggal 28 Maret 1981. Malam itu Satina tidur cepat karena kelelahan seharian antar jemput anak-anak ke sekolah dan beberapa urusan lain, sementara menurut saudaranya, sampai lewat tengah malam Herman masih duduk termenung sendirian di keremangan ruang keluarga. Kisah lengkap ada di bab 12 buku Jenderal Yoga, Loyalis di Balik Layar.
Foto: Satina Rante (paling kanan), Faldi Rante (tengah) dan Captain Pilot Hedhy Juwantoro (baju kaos sebelah Faldi) bersama penulis dan isteri. Suasana itu diabadikan 31 Maret 2018, tepat 37 tahun saat pembebasan pesawat Garuda Woyla di Don Muang, Bangkok 31 Maret 1981).
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda