·
Kamis 18 Maret 1982, Jakarta kembali
diguncang kerusuhan yang mengakibatkan 318 orang ditangkap aparat keamanan,
sebagian besar adalah pelajar yang kemudian dilepaskan karena dianggap hanya
ikut-ikutan. Kerusuhan itu meledak tatkala sedang berlangsung kampanye Golkar
menjelang Pemilu 1982 di Lapangan Banteng,
dengan juru kampanye nasional Ali Moertopo.
Sejak awal Kepala Bakin Yoga Sugomo
tidak setuju dengan penyelenggaraan kampanye di Lapangan Banteng yang sempit,
yang dikelilingi oleh gedung-gedung penting, yang tidak memiliki ruang gerak
yang cukup baik bagi operasi pengamanan dan ketertiban jika terjadi kerusuhan
massa. Namun demikian kampanye tetap dilaksanakan karena baik penyelenggara
maupun aparat penanggungjawab keamanan menjamin tidak akan terjadi hal-hal buruk
yang dikuatirkan Yoga.
Ternyata perkiraan keadaan Yoga benar.
Bentrokan antara massa rombongan truk kampanye Golkar dengan massa yang tidak
ikut kampanye terjadi di Jalan Kramat Raya, dan terus merembet ke arena
kampanye yang dipadati masa yang sedang menyaksikan hiburan artis-artis
ibukota. Kerusuhan juga merembet ke sekitarnya, merusak mobil-mobil, menjarah
toko-toko serta melempari beberapa gedung.
Pukul 18.30 aparat berhasil
menguasai keadaan. Namun bagi Yoga peristiwa ini harus menjadi pelajaran
berharga , terutama bagi setiap insan intelijen dan aparat keamanan agar mampu
menyerap informasi dengan cepat, tepat dan benar, kemudian mengolah serta
membuat berbagai kemungkinan yang akan terjadi berikut antisipasinya. Demikian
pula pihak pengguna analisis intelijen, seyogyanya mau mendengar dan
menggunakan analisis intelijen yang sudah disiapkan. Siapa yang dirugikan oleh
kerusuhan ini? Ikuti Bab 13 buku “Jenderal
YOGA, Loyalis di Balik Layar.” Foto : Ali Moertopo.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda