Minggu, 04 Oktober 2020

TAK MEMBALAS KEZALIMAN DENGAN KEZALIMA

 

Rasulullah bahkan mendoakan kebaikan kepada yang menzalimi.

Dalam memandang kesuksesan seseorang, banyak di antara kita yang hanya melihat sisi terang atau bagian senangnya saja, tak melihat sisa gelap atau dukalara kehidupannya sebelum mencapai sukses. Padahal peribahasa mengajarkan, berakit-rakit ke hulu, berenang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Demikian pula riwayat perjuangan seorang hamba Allah, utusan Allah, Nabi yang butahuruf, junjungan kita Kanjeng Nabi Muhammad Saw.

Kisah dakwah Rasulullah ke Ta’if pada tahun kesepuluh kenabiannya misalkan, beliau yang datang menemui tokoh-tokoh masyarakat, bukannya disambut sebagaimana layaknya seorang tamu, melainkan diusir dan dilempari batu sehingga sendirian tertatih-tatih penuh luka dan berlumuran darah, berlindung di kebun anggur Utba dan Syaiba.

Dalam keadaan seperti itulah Baginda Rasul berserahdiri bermunajat yang kemudian dikenal sebagai doa Ta’if. Begitu sedih dan menyayat hati, sehingga Gusti Allah mengutus Jibril menyapa Kanjeng Nabi, serta menawarkan bantuan dengan menugaskan malaikat penjaga gunung untuk membantu Rasulullah, dengan mematuhi perintahnya. Kepada Nabi Saw. Malaikat Gunung berkata, “Apapun yang kau perintahkan akan kulaksanakan. Bila engkau suka, akan kubenturkan kedua gunung di samping kota ini, sehingga siapa pun yang tinggal di antara keduanya akan hancur binasa. Jika tidak, apapun hukuman yang kau inginkan, aku siap melaksanakan.”

Jika kita yang bersembunyi di kerimbunan kebun anggur, teraniaya penuh luka ditanya seperti itu, kemungkinan besar akan mengangguk. Kapan lagi akan membalas penderitaan ini? Tetapi Baginda Rasul tidak aji mumpung. Beliau yang hidup penuh penderitaan sebagai anak yatim piatu semenjak kecil, adalah orang sabar yang berhati mulai dan penuh cinta kasih terhadap sesamanya. Karena itu jawabnya, “Aku hanya berharap kepada Allah, andaikan saat ini mereka tidak menerima Islam, mudah-mudahan keturunan mereka kelak akan menjadi orang-orang yang beribadah kepada Allah.”

Ulama India tersohor, Syehkhul Hadits Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandhalawi (1357H/1939M), dalam bukunya “Fadhail A’mal”  mengambil faedah dari peristiwa tersebut dengan menyatakan, “demikianlah akhlak mulia Nabi. Kita mengaku sebagai pengikutnya, namun ketika ditimpa sedikit kesulitan atau celaan saja , langsung marah, bahkan menuntut balas seumur hidup kita. Kezaliman dibalas kezaliman, sambil terus mengaku sebagai umat Nabi Saw. Padahal dengan pengakuan itu, seharusnya segala tingkah laku kita mengikuti beliau. Nabi apa bila mendapat kesulitan dari orang lain, tidak pernah mendoakan keburukan dan tidak pernah ingin menuntut balas.”

Sikap pemaaf dan bukan pendendam, ditunjukkan oleh Kanjeng Nabi dalam banyak kesempatan, meski pernah juga sekali sempat beliau lakukan, menolak memberi maaf terhadap seorang pemuda, pembongkar kuburan untuk mencuri kain kafan.       Lebih lengkap klik: https://panjimasyarakat.com/2020/10/01/tak-membalas-kezaliman-dengan-kezaliman/

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda