KARENA HILAL SETITIK RUSAK OPOR SEBELANGA
Kapan mulai puasa Ramadhan dan kapan berlebaran?
“Karena hilal setitik, rusak opor sebelanga”, demikian bunyi salah satu joke “sms dan BBM” yang beredar Selasa pagi, 30 Agustus 2011 yang lalu, menanggapi hasil Sidang Isbat para ulama, ahli perbintangan dan pemerintah Senin petang sebelumnya, yang menetapkan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1432 H jatuh pada hari Rabu 31 Agustus 2011. Namun bagi keluarga adik saya, hal itu ternyata bukan hanya sekedar joke, tapi benar-benar terjadi.
Sungguh ironis. Tatkala bangsa-bangsa lain sudah menjelajah ruang angkasa dan bisa mengikuti pergerakan bintang-bintang kecil di langit yang tinggi, yang berjarak ratusan tahun cahaya, kita masih ribut berdebat tentang pergerakan sebuah planet yang paling dekat dengan bumi, yaitu bulan. Dan jika kemudian terjadi perbedaan, maka bukannya bagaimana berupaya keras mencari titik temu metoda ilmiah sesuai tradisi keilmuan yang dijunjung tinggi dalam Al Qur’an, tapi menyerah dengan berlindung dalam sebuah eufemisme dengan menyatakan, perbedaan itu rahmat. Lah, kalau demikian apakah persamaan pedapat itu samadengan bala? Naudzubillah.
Tentang kapan mulai puasa Ramadhan dan kapan berlebaran, saya sering menerima pertanyaan. Untuk itu dari masa ke masa jawaban saya selalu standar, yaitu tergantung dan berpedoman pada:
1.Hadis Kanjeng Nabi Muhammad Saw yang menyatakan, jika sesuatu diserahkan pada bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya (HR.Muslim). Karena itu saya akan menunggu hasil pengamatan dari yang memang ahlinya, dalam hal ini ahli perbintangan. Hatta menjelang lebaran tahun lalu tatkala menyaksikan laporan serta diskusi beberapa stasiun televisi, yang menampilkan pendapat para ahli perbintangan dari Observatorium Bosscha dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), yang menyatakan pada malam hari itu nanti, bulan belum akan kelihatan meski diteropong dengan alat secanggih apapun, saya langsung menyatakan pada keluarga saya, insya Allah besok pagi saya masih akan puasa dan lebaran pada hari lusanya. Namun untuk lebih afdolnya kita tunggu juga hasil Sidang Isbat petang nanti.
2.Sabda Rasulullah yang dengan rendah hati mengakui: “Kita semua adalah umat yang buta huruf, tidak bisa membaca dan tidak bisa menulis serta tidak bisa berhitung. Sebulan itu ada sekian, sekian dan sekian”, seraya mengacungkan sepuluh jarinya, yang pada hitungan ketiga beliau mengurangi ibujarinya. Kemudian beliau melanjutkan, “Dan sebulan itu ada sekian, sekian dan sekian”, kali ini genap tiga puluh hari (HR.Muslim). Dalam hadis yang lain yang juga diriwayatkan oleh Muslim, beliau bersabda, “Apabila kamu melihat awal bulan Ramadhan, maka berpuasalah. Apabila kamu melihat awal bulan Syawal, maka hendaklah kamu berbuka. Dan apabila kamu tertutup awan, maka hendaklah kamu berpuasa selama tigapuluh hari penuh”. Oleh para ahli fikih, ini dimakna, jika kita ragu-ragu, maka genapkanlah puasa kita menjadi tigapuluh hari.
3. Firman Allah Swt dalam surat An-Nisa ayat 59 yang menyatakan, “…..ati’ullah wa’ati’urrasul wa ulil amri minkum….” Artinya taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasulullah dan ulil amri atau Pemerintah. Maka kita juga bisa mengikuti saja ketetapan Pemerintah, yang jika salah, maka merekalah yang akan menanggung dosa kita, dosa-dosa rakyat dan umat yang mengikutinya.
Demikianlah, tatkala Sidang Isbat di Era Reformasi yang sering bertele-tele memutuskan Lebaran pada hari tertentu, banyak orang yang kecewa, meskipun banyak yang mengikutinya. Pasalnya banyak acara dan kegiatan yang sudah disusun mengikuti kalender lebaran Pemerintah dan gegap gempita pemberitaan media massa, yaitu sehari lebih dulu dibanding hasil Sidang Isbat. Tentu saja yang paling terkena dampaknya adalah perusahaan-perusahaan katering yang sudah terlanjur memasak dalam jumlah besar untuk acara-acara halal bihalal pada hari sesuai kalender libur resmi. Juga orang-orang yang sudah merencanakan bersilaturahim ke luar kota sehabis salat Ied.
Mengingat perbedaan ini sudah merebak semenjak satu dasa warsa terakhir, anehnya penentuan tanggal-tanggal penting dalam kalender Islam (Hijriah) lainnya tidak pernah jadi masalah, seharusnyalah Pemerintah mengambil inisiatif mengantisipasi dengan menyelenggarakan seri lokakarya mencari satu metode penentuan tanggal-tanggal sesuai kalender hijriah, khususnya penentuan 1 Syawal. Hadirkan sejumlah pakar yang terkait termasuk pakar perbintangan, berkunjung ke observatorium pengamatan luar angkasa, sesudah itu silahkan para ulama berdiskusi mencari solusi dengan kepala dingin dan meningalkan, jika ada, arogansi golongan.
Sangat disayangkan, yang kita saksikan di media massa khususnya televisi, dengan enaknya para pemimpin dan pengamat menyatakan, hargailah perbedaan, karena perbedaan adalah rahmat, atau ini kan hanya beda tafsir saja?
Sementara pada tahun lalu saya sudah menghadapi dua kasus, adanya orang-orang yang mengharamkan orang lain yang masih berpuasa pada hari tatkala mereka sudah berlebaran. Lah, kalau tentang menentukan 1 Syawal dan hadis tentang itu saja multi tafsir, bagaimana dengan tafsir atas sejumlah persoalan yang lain bahkan tentang ayat-ayat Qur’an dan sunah Rasul yang lain? Apa ini bukan jadi bahan tertawaan, untuk tidak menyatakan sangat disenangi oleh pihak-pihak yang tidak suka dengan Islam? Bukankah perbedaan-perbedaan seperti itu bisa menjadi bibit bala?
MALU AKU MALU, PADA SEMUT MERAH…….kata sebuah nyanyian. Dan kepada anda, saudara-saudaraku, baik yang berlebaran hari tertentu maupun keesokan harinya, perkenankan saya menyampaikan: “Sukses menjalani Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Ramadhan, selamat Hari Raya Idul Fitri. Mohon maaf lahir batin, termasuk jika ada yang tidak berkenan dengan tulisan saya ini.
Beji 15 Juli 2012 atau 25 Sya’ban 1433 H (Revisi tulisan Syawal 1432H).
- Murdhiasih Misaly Trus g mn solusinya?Yar menjadi 1 langkah bersama..
- Dwi Widiyanto Terima kasih sahabatku,mohon maaf lahir bathin semoga Allah memberikan yg terbaik buat kita semua.
Amin.15 Juli pukul 9:43 · · 2 - Jae Fahru entahlah... sekarang ini perbedaan yg remeh temeh aja bisa menjadi ekstrim meruncing, juga ada kecenderungan bersikap tanpa kompromi, meski sesama islam.... saya yg bodoh-doh, jadi makin bingung, siapa yg harus diikuti???? sedih rasanya....15 Juli pukul 9:47 · · 3
- Tasawuf Djawa Full Mbak2 dan Mas2 semua, dr Mbak Murdhiasih sd Mas Afan, memang seharusnya sebagaimana saya sarankan tahun lalu, Menteri Agama dan MUI jauh-jauh2 sebelumnya mengambil prakarsa dalam bentuk seri lokakarya guna mencari metode yg sahih dan teruji baik secara ilmiah maupun fikih. Sayangnya, sampai kembali mau masuk Ramadhan lagi, kita belum pernah mendengar hal itu dilakukan. Mudah2an saya saja yg salah atau tidak mendengar. Sementara itu, jalan keluarnya ya saya anjurkan mengikuti keyakinan berdasarkan 3 asumsi di atas. Semoga berkenan.15 Juli pukul 10:13 · · 4
- Trimakasih...saya rasa bagi saya dan saudara2 kita yang ilmunya tidak ada setetes dari lautan ilmu Allah,,tiga asumsi diatas bisa digunakan sebagai uger-uger dalam menjalani Ramadhan tahun ini..semoga semua ibadah kita niatnya bersih hnya kepada-Nya tanpa ada embel2 organisasi atau ormas Islam apapun..bukankah sesungguhnya amal ibadah itu tergantung dari niat..??dan bukankah Allah lebih mengetahui isi hati makhluk daripada makhluk itu sendiri?..maturnuwun15 Juli pukul 11:03 · · 2
- Tasawuf Djawa Full KOREKSI, maaf ketiga butir dasar penetapan dalam artikel diatas bukan asumsi tp berdasarkan Qur'an dan hadis yang sahih. Sekali lagi mohon maaf. Mas Afan Sulaeman dan Mas Eko Yuli Anggoro: nderekaken...... mas (?) Get Up: wualah wualah.......15 Juli pukul 13:22 · · 2
- BeibBeks Noer'Az kayaknya ada udang di balik rempeyek pas pd tahun itu...awas lho yo..tak jewr kupinge engko...!!! ^_^15 Juli pukul 21:05 · · 1
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda