UJIAN ALLAH KEPADA BANGSA INDONESIA MENJELANG RAMADHAN.
Presidennya melakukan “crime by omission”.
HARI Kamis 19 Juli 2012, yaitu dua hari menjelang dimulainya
puasa Ramadhan 1433 H, tatkala
memberikan pengarahan dalam Sidang Kabinet Paripurna, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) menyampaikan 2 hal yang kemudian menjadi bahan pemberitaan
hangat media massa.
Yang pertama, yang mendapat tanggapan paling gegap gempita
adalah keluhannya terhadap para Menteri yang lebih berkonsentrasi kepada
partainya dibanding tugas-tugasnya selaku Menteri. Kepada mereka, Presiden SBY
yang memiliki hak prerogatif, terkesan tidak berani menggunakan haknya dan
lebih memilih menghimbau agar mengundurkan diri.
Yang kedua, adalah pengakuannya bahwa dia mengetahui adanya kongkalikong mengeruk anggaran negara yang melibatkan
pejabat eksekutif dan DPR. SBY mengaku memiliki informasi sahih soal permainan
anggaran sejak perencanaan hingga pelaksanaan. Selama ini Presiden memilih diam
agar tidak menimbulkan kegaduhan
politik. (Tempo.co/Yahoo! News).
Pengakuan itu berarti Presiden yang seharusnya, dan bahkan
sudah mengkampanyekan dirinya berdiri paling depan dalam memberantas
korupsi, ternyata telah tidak memberantas, tidak mencegahnya, bahkan membiarkan terjadinya tindak kriminal
terhadap rakyat dan negara.
Sayang sekali, masalah kedua tersebut sangat kurang
memperoleh tanggapan masyarakat termasuk para pakar, dibanding yang pertama.
Bahkan tatkala secara khusus saya lemparkan dalam beberapa grup diskusi politik
Back Berry Messenger (BBM), juga responnya sama saja, sepi.
Uang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),
dikumpulkan dari uang berbagai pajak
yang dibebankan kepada rakyat, yang sebagian besar diperoleh dari pajak yang
tidak adil, yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN). PPN ini dikenakan sebesar 10
persen terhadap setiap pembelian aneka produk yang sudah mengalami pengolahan
atau pemrosesan, dan dilakukan pungutan di muka melalui pengolah atau
produsennya. Mie instan misalnya, tatkala kita membeli di toko swalayan seharga
Rp.1.500,- per bungkus, itu sudah otomatis termasuk pajak PPN sebesar Rp.150,- Artinya si pembeli sudah harus membayar pajak
Rp.150,- Nah, di sinilah terletak
ketidakadilannya berdasarkan azas keadilan dalam sistem perpajakan. Siapa pun
yang membeli, baik konglomerat yang kekayaannya trilyunan, maupun si fakir
miskin yang sehari makan sehari tidak, harus membayar pajak yang sama yaitu
Rp.150,-
Ini berbeda dengan Pajak Penghasilan, yaitu yang
penghasilannya lebih besar, membayar pajak lebih besar pula. Sedangkan yang tidak mampu tidak perlu membayar pajak.
Sudah pembebanannya
tidak adil, pengelolaanya pun tidak adil. Ketika masuk ke kas negara uang
tersebut di korupsi oleh para pengelola Pemerintahan/Negara, bukan hanya oleh
pejabat pajak tapi juga oleh pegawai pemerintah dan para pejabat negara yang
berkongkalikong dengan pengusaha. Ini pula yang pada hemat saya, yang merupakan
salah satu sumber kecemburuan serta salah satu penyebab pegawai-pegawai pajak
mengkorupsi dari proses awal. “ Orang kita yang ngumpulin susah payah, mereka
yang pesta pora”, demikian gerutu beberapa sahabat saya pegawai pajak. Mohon
dicatat, hanya salah satu penyebab, bukan penyebab utama.
Ironisnya, Presiden sebagai Kepala Pemerintahan sekaligus
Kepala Negara, yang mengetahui adanya
kongkalikong tersebut tidak mencegah dan
memberantasnya, tapi berani mengaku mengetahui serta mendiamkannya. Ini berarti
Presiden juga telah tidak berani menegakkan keadilan, atau bahkan membiarkan
terjadinya ketidakadilan. Presiden pada hemat saya telah masuk dalam kriteria
hukum pidana “crime by omission”. Sangat, sangat ironis lagi adalah jika
rakyat, para ulama dan cendekiawannya juga diam, membiarkan semua itu terjadi.
Naudzubillah.
ADIL VERSUS ZALIM.
Kata adil di dalam Al
Qur’an dijumpai sebanyak 19 kata. Sedangkan kata lawannya yaitu zalim dijumpai
sebanyak 192 kata. Baik Gusti Allah Swt melalui Al Qur’an maupun Kanjeng Nabi
Muhammad Saw melalui hadis-hadisnya, memerintahkan umat Islam untuk menegakkan keadilan dan
memberantas kezaliman. Itulah perintah amar ma’ruf nahi munkar, mengerjakan
kebaikan dan melawan kemungkaran.
Dalam hal menegakkan keadilan ini kita sering mendengar
sebuah hadis yang amat populer yang berbunyi, “Demi Allah, seandainya Faitmah
binti Muhammad mencuri, maka akan kupotong tangannya.” Hadis ini turun karena
Rasulullah kesal, menghadapi kebimbangan para sahabatnya yang enggan menghukum
seorang wanita bangsawan yang ketangkap mencuri. Beliau bersabda, “ ….
Sesungguhnya yang menghancurkan kaum-kaum sebelum kalian adalah sikap mereka
yang bila menghadapi kejahatan orang terpandang maka membiarkannya dan tidak
menghukumnya, namun bila yang melakukan orang yang lemah maka mereka
menghukumnya. Demi Allah, seandainya Fatimah……. (dan seterusnya)”.
Tentang perang melawan
kezaliman ini, tahukah anda apa slogan perang kemerdekaan Amerika Serikat abad
18 yang lalu? “PERANG MELAWAN KEZALIMAN ADALAH KETAATAN KEPADA TUHAN”. Dan tahukah anda, banyak peristiwa-peristiwa
besar dan peperangan-peperangan dalam sejarah Islam, berlangsung selama bulan Ramadhan. Di
antaranya Perang Badar yang legendaris, antara pasukan Rasulullah yang hanya
berkekuatan 313 prajurit, dengan peralatan ala kadarnya tanpa perbekalan yang
berarti, melawan pasukan Jahiliyah berkekuatan 1000 prajurit, terdiri dari 600
infanteri berbaju besi, 100 kavaleri dan 300 prajurit pendukung. Perang yang
dimulai dengan pergerakan pasukan pada 8 Ramadhan 2 H itu, berakhir dengan
kemenangan telak pasukan Rasulullah pada 17 Ramadhan 2 H.
Demikian pula Proklamasi Kemedekaan Republik Indonesia,
berlangsung pada 9 Ramadhan 1364 H atau 17 Agustus 1945.
Sekarang apa yang harus kita lakukan menghadapi
ketidakadilan alias kezaliman sejumlah elite dan penguasa kita? Berani dan sanggupkan kita membasminya, atau
akankah kita menunggu saja azab Allah
berupa kehancuran Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagaimana yang
dikemukakan Kanjeng Nabi Muhammad tadi. Marilah kita hindari dan cegah, dengan
menaati perintah Allah Swt dalam surat
An-Anfal: 25, “ Dan peliharalah dirimu dari bala bencana yang tidak khusus
menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu, dan ketahuilah bahwa Allah
amat keras siksanya”.
Maha benar Allah dengan segala firmanNa.
Selamat mewujudkan nafas kita sebagai tasbih, yakni
mewujudkan ketaatan kita kepada perintah-perintahNYA yang suci. Aamiin.
B.Wiwoho.
Beji 22 Juli 2012 (2 Ramadhan 1433H).
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda