Sabtu, 30 Maret 2013

PRESS RELEASE PELUNCURAN BUKU ” 34 WARTAWAN ISTANA BICARA TENTANG PAK HARTO ”



Mengenang kembali perjalanan sejarah Kepemimpinan Bapak H.M Soeharto, tentu Kita semua tak akan mengingkari pencapaian sukses pembangunan nasional yang harus dilalui dengan penuh perjuangan dan pengorbanan. Kendati Kita pun perlu memahami kegagalan yang menimpa perjalanan kiprah Orde Baru. Memimpin Bangsa Indonesia yang bermukim di sekitar 17.000 pulau dengan ribuan etnis, tentu tak semudah membalikan telapak tangan, apalagi di awal langkah Orde Baru dihadang dengan situasi dan kondisi negeri yang tak menentu. Dimensi kehidupan nasional dibebani faktor keamanan pasca terjadinya peristiwa kudeta G-30-S/PKI, kemelut di internal Partai Politik (Parpol), kondisi ekonomi nasional dan berbagai tatanan kehidupan bernegara yang porak-poranda, mengharuskan Pimpinan Negara bertindak cepat dan melakukan pengawasan secara ketat. Situasi dan kondisi pada saat itu tidak menguntungkan untuk siapa pun yang memimpin negeri ini.
Universitas Mercu Buana (UMB) bekerjasama dengan Persaudaraan Wartawan Istana (PEWARIS) meluncurkan buku “34 Wartawan Istana Bicara Tentang Pak Harto” (27/03/13), bertempat di Auditorium Adhiyana Wisma Antara, Lantai 2 Jakarta Pusat. Universitas Mercu Buana merupakan universitas yang dibangun oleh Bapak H. Probosutedjo dalam rangka ikut serta mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila melalui pendidikan tinggi, mempunyai tanggung jawab sosial untuk menerbitkan buku ini melalui UMB Press. Keputusan tersebut bukanlah semata-mata didasarkan karena adanya hubungan emosional dan pribadi antara UMB dengan Pak Harto, tetapi karena alasan yang lebih luas, yaitu mengungkapkan hal-hal yang belum pernah diketahui sebelumnya mengenai salah satu pemimpin besar Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta ini.
Tiga puluh empat wartawan senior berhasil menuangkan tulisan dalam buku ini dengan dua versi, nuansa human interest sesuai dengan kesan, kenangan serta pengalaman masing-masing dan nuansa semi tematik. 34 Wartawan tersebut ialah Daud Sinjal (Direktur Utama Harian Sinar Harapan), Suryohadi (Wartawan Harian Sinar Harapan), Dr.Toeti Kakiailatu (Redaktur Majalah Tempo), Alwi Shahab, Dudi Sudibyo (Pemimpin Redaksi Majalah Angkasa), Koos Arumdanie (Wartawati Harian Berita Buana), H. Bambang Wiwoho (Wartawan Suara Karya), H. Ucin Nusyirwan Rustian (Editor Film TVRI), H.Tarman Azzam (Redaksi Harian Terbit), Laurens Samsoeri, Mursyid Noor (Reporter RRI), Hj. Helena Oli (Wartawan RRI), H. Chaeruddin (GM Produksi Pemberitaan TVRI), H.Ernesto Barcelona (Wartawan Harian Pelita), Eddy Satya Dharma (Photographer Harian Suara Karya), Sukarno Marno, Suryo Pranoto (Wartawan Harian Angkatan Bersenjata), Dra. Subrantini (Wartawati Harian Berita Yudha), Anna Mariana Massie (Redaktur Majalah Femina), AJF.Makiwawu (Wartawan LKBN Antara), Darwin Ali (Reporter TVRI), Sudharto (Harian Berita Yudha), Totok Soesilo (Photographer Harian Sinar Harapan & Suara Pembaruan), Issac Sinjal (Harian Sinar Harapan), Hendro Martono (Reporter RRI), Djoko Saksono (Reporter RRI), Daniel Ilyas, Dr.Sutrimo (Redaktur Pelaksana Harian Kartika), Tubagus Budi Rachman (Redaktur Pelaksana Harian Angkatan Bersenjata), Anshor Fahiem (Wartawan Mingguan Anjang Raya), Sudarto (Redaktur Kantor Berita Nasional Indonesia), H. Margono Hirwoto (Wartawan Harian Kedaulatan Rakyat Biro Jakarta), Wawan Indrawan (Wartawan LKBN Antara), Banjar Chaeruddin (Wartawan Harian Merdeka).
Bermula dari pertemuan reuni sejumlah wartawan yang pernah bertugas di lingkungan Istana Kepresidenan beberapa tahun lalu. sebagian besar adalah kaum Pensiunan, tentu banyak yang menarik yang bisa diungkapkan sebagai “now it can be told”, yaitu berbagai kejadian yang pernah dilalui seputar tugas-tugasnya sebagai wartawan tapi oleh situasi kali itu tidak bisa dilaporkan di media masing-masing. Sebanyak 34 orang awak media senior yang terdiri dari reporter, photographer dan cameraman yang pernah bertugas dalam lingkungan Istana Kepresidenan antara tahun 1968-1998, berhasil menuliskan kesan, kenangan dan pendapatnya masing-masing mengenai berbagai sisi pada era kepemimpinan almarhum Presiden Soeharto. Menurut informasi, ke 34 awak media ini hanya sebagian saja dari sejumlah besar awak media yang sesungguhnya pernah bertugas di lingkungan Presiden Republik Indonesia.
Akhirnya tulisan dari 34 wartawan Istana, atau tepatnya mantan wartawan istana berhasil diterbitkan. yang dimaksud dengan istana kepresidenan di sini adalah istana di masa pemerintahan Soeharto. Tapi ada pula yang menulis sedikit tentang Presiden Soekarno, atau setidaknya pada masa peralihan dari Presiden Soekano ke Presiden Soeharto. Kandungan tulisannya beranekaragam mengingat tema buku ini terdiri dari dua hal, human interest dan semi tematik. Ada yang menuturkan suka-duka pengalaman pribadinya dalam menjalankan tugas. Ada yang menyoroti, mengenang dan menimbang kembali apa yang telah dilakukan oleh Presiden Soeharto. Namun umumnya mencoba melihat sisi-sisi positif yang bisa diwariskan dari masa kepresidenan Soeharto ke masa sekarang ini.
Judul buku “34 Wartawan Istana Bicara Tentang Pak Harto” merupakan hasil kontribusi rekan Suryohadi—salah seorang anggota dewan Pengarah PEWARIS berisikan tulisan rangkuman nuansa human interest dan semi tematik, yang digagas oleh Bambang Wiwoho salah seorang anggota PEWARIS. Sehingga di dalam buku ini terdapat dua substansi yang berbeda, tulisan yang menyampaikan sisi human interest dan sisi semi tematik yang mengangkat berbagai kebijakan Bapak H.M Soeharto bersama para anggota kabinetnya .
Rektor Universitas Mercu Buana, Dr. Arissetyanto Nugroho,MM. mengungkapkan 3 hal yakni “Pertama, Saya bergembira bahwa pihak-pihak yang mengungkapkan sisi lain dari sosok Pak Harto, the other side of Soeharto, adalah para wartawan. Ini sudah merupakan taruhan reputasi yang tidak diragukan lagi, karena wartawan yang bertanggung jawab tidak akan menulis sesuatu tanpa melakukan verifikasi atas data yang akan ditulisnya”.
“Kedua, sejumlah besar nama wartawan yang menulis dalam buku ini adalah wartawan senior dengan jam terbang yang tinggi. Media massa pada waktu itu memang tidak menugaskan reporter atau wartawan muda untuk meliput kegiatan kepresidenan. Sama seperti di banyak tempat di luar negeri, wartawan yang meliput di pusat pemerintahan adalah mereka yang memiliki pengalaman, wawasan luas serta mampu dengan cepat menangkap esensi penting dalam dinamika yang terjadi pada pusat pengambilan keputusan tertinggi di negara tersebut. Informasi yang mereka sebarkan melalui media masing-masing harus akurat dan tidak bias, karena kesalahan kutip atau kekurangakuratan data bisa berdampak panjang.
“Ketiga, dengan membaca secara lengkap isi buku ini, Saya mampu melihat benang merah suatu era yang cukup panjang dari kepemimpinan Pak Harto. Para penulis dalam buku ini mencatat sebagai seseorang yang berkedudukan unik. Mereka adalah wartawan profesional, yang mampu menganalisa secara balance serta tidak mengacu pada satu sisi semata. Tetapi sebagai insan yang mengikuti proses decision maker di lingkungan istana dari jarak yang cukup dekat. Mereka adalah “orang dalam”, yang dituntut mampu menyerap permasalahan-permasalahan nasional maupun internasional. Lebih-lebih dalam kaitan penugasan mereka, para peliput acara-acara kepresidenan sering mendapat taklimat latar belakang (background information) dari para pejabat terpenting dan terdekat Pak Harto sehingga memiliki pemahaman yang lebih luas dibanding anggota masyarakat lain”.
Koos Arumdanie selaku Ketua Tim Koordinator PEWARIS memaparkan “Kami berharap agar penerbitan buku pertama “PEWARIS” ini bisa memberikan gambaran celah-celah kehidupan awak media di seputar Pak Harto dan bermanfaat untuk para pembaca. Demikian pula tulisan semi tematik yang menyajikan sekilas tentang kebijakan pemerintahan almarhum Presiden Soeharto”.
Sedangkan menurut JB Sumarlin, “Saya bisa tersenyum membaca sendau-gurau atau celotehan para penulis naskah tatkala berada dilingkup Kepresidenan mengikuti perjalana-perjalanan Presiden Soeharto ke daerah maupn ke luar negeri, dan Saya pun terharu membaca perjuangan para cameraman dan photographer untuk bisa mengabadikan momentum-momentum bersejarah kiprah Presiden RI II. Semoga pengalaman-pengalaman yang dilalui para wartawan/wartawati, reporter, photographer serta cameraman pada waktu itu bisa menjadi kenangan, pengalaman, dan pengabdian jurnalistik yang bermanfaat.”
Contact Person : Kepala Biro Sekretariat Universitas dan Humas / Irmulan Sati T, SH,M.Si / 0818 1515 72 /irmulansati@yahoo.co.id / irmulansati@mercubuana.ac.id (sumber: disarikan dari Buku 34 Wartawan Istana Bicara Tentang Pak Harto)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda