Di
kalangan masyarakat Jawa, ada sebuah suluk yang dipercaya memiliki kekuatan
magis yang besar, yang biasa ditembangkan untuk mengawali sesuatu hajat atau
upacara penting, atau mengiringi pemberangkatan jenazah dari rumah menuju
pemakaman. Dalam keseharian, suluk dengan nama “Singgah-Singgah Kala Singgah”
ini juga biasa didendangkan oleh seorang calon ayah yang isterinya sedang
hamil, di antara waktu maghrib dan isyak.
Tokoh
nasional yang pemberangkatan jenazahnya dari rumah ke masjid diiringi tembang Singgah-Singgah
antara lain adalah Si Burung Merak almarhum WS.Rendra, Jumat 7 Agustus 2009, di
Cipayung, Depok, Jawa Barat.
Suluk
karya Sunan Kalijaga ini ditembangkan dengan irama Sekar Pangkur Gedhong Kuning
yang mengalun mendayu-dayu, penuh nuansa sugestif-kontemplatif. Kata-kata, kalimat
dan iramanya dimaksudkan untuk menggalang kekuatan batin dan rasa percaya diri
yang tinggi guna menundukkan segala kekuatan di luar diri sang penembang,
terutama segala kekuatan jahat dari segala jenis makhluk, baik makhluk halus
maupun bukan.
Bila
naskah-naskah suluk karya Sunan Bonang banyak ditemukan dan antara lain tersimpan
di Museum Perpustakaan Leiden, Belanda (lihat tulisan “Memahami Suluk-Suluk
Sunan Bonang), tidak demikian halnya dengan naskah-naskah Sunan Kalijaga.
Suluk-suluk dan kisahnya pada umumnya tersimpan dan tersebar dari mulut ke
mulut. Jika ada itupun merupakan karya pujangga jauh sesudah masa kehidupannya.
Misalkan, “Suluk Ling-lung Sunan Kalijaga” adalah karya Iman Anom (cucu
Ranggawarsito) tahun 1884 M atau sekitar tiga abad kemudian. Juga “Serat Kaki
Walaka” yang bisa disebut sebagai naskah biografi Sunan Kalijaga, merupakan
naskah tua koleksi Trah Keluarga Besar Kanjeng Sunan Kalijaga, yang tidak
diketahui siapa penulisnya dan dibuat pada tahun berapa. Demikian pula kitab “Tembang
Babad Demak”, dari Kasultanan Yogyakarta, yang sebagian di antaranya mengkisahkan tentang Sunan Kalijaga,
melihat gaya bahasa Jawa yang dipakai, diperkirakan dibuat sekitar akhir abad
ke – 19.
Oleh
sebab itu tidak mengherankan bila tembang-tembang suluk Sunan Kalijaga yang
pada umumnya sangat populer itu, mempunyai banyak versi, tak terkecuali suluk “Singgah-
Singgah”. Jumlah baitnya misalkan, ada yang menyebutkan 12, ada yang 13 dan
lain-lain.
Pun
kata-katanya, sebagai contoh: “Singa sirah singa suku, singa tenggak singa wulu
singa bahu”, ada yang menyatakan “Sing asirah sing asuku, sing atenggak sing
awulu sing abahu”. Penulis termasuk yang memilih versi kedua, karena bisa
dipahami artinya. Huruf “a” di sini berarti awalan kata yang berfungsi sebagai
pemanis syair, terutama jika digabung dengan kata “sing”, akan terbentuk ucapan
“singasirah” dan seterusnya, yang bisa memberikan nuansa perkasa bagaikan
singa.
Berikut contoh beberapa bait
Suluk Singgah-Singgah tersebut:
Singgah-singgah kala singgah
Tan suminggah Durgakala
sumingkir
Sing asirah sing asuku
Sing atan kasat mata
Sing atenggak sing awulu
sing abahu
Kabeh pada sumingkira
Hing telenging jalanidi
Aja anggodha lan ngrencana
Apaningsun ya sun jatining
urip
Dumadiku saka henu
Heneng henenging cipta
Singgangsana hing
tawang-tawang prajaku
Sinebut pura kencana
Bebetenging rajeg wesi (ada
yg menyebut “rajah wesi”).
Ana kanung saka wetan
Nunggang gajah telale elar
singgih
Kullahu marang bali kul
Jim setan brekasakan
Amuliha mring tawang-tawang
prajamu
Eblise ywa kari karang
Kulhu bolak-balik.
Geger setan wetan samya
Anerus jagad kulon playuning
dhemit
Ing tengah Bathara Guru
Tinutup Nabi Suleman
Daya setan brekasakan ajur
luluh
Ki jabang bayi wus mulya
Liwat siratal mustakim.
Sun langgeng amuja mantra
Pan jaswadi putra ing
kodratmanik
Laa ilaaha ilallah
Muhammad Rasulullah
Sallallahu alaihi wasallam
Waalaekumsalam
Puniku pupuji mami.
Arti terjemah bebasnya
kuranglebih sebagai berikut:
Menyingkirlah wahai segala
hal yang jahat
Tidakkah
kalian mau menyingkar, padahal dewa kejahatan kalian yaitu Betari Durga dan
Betara Kala pun sudah menyingkir
Wahai kalian segala makhluk,
baik yang memiliki kepala maupun yang memiliki kaki
Yang tak nampak mata
Yang memiliki leher, yang
berbulu dan yang memiliki bahu
Kalian semua menyingkirlah
Pergi ke dasar samodra.
Jangan kalian menggoda dan
merencanakan kejahatan
Karena saya ini adalah
hakekat kehidupan
Yang terbentuk dari dzat
yang bersifat dewa
Yang dalam diam tafakur
mampu melakukan apa saja
Berasal dari langit itulah
kerajaan asalku
Yang disebut istana emas
Dibentengi pagar besi yang
kokoh kuat (kalau rajah artinya pertahanan gaib).
Ada kekuatan gaib kuno dari timur
Mengendarai gajah dengan
belalai dan sungguh memiliki sayap
Bacakan surat kulhu untuk menolak agar kembali
Semua jin dan setan yang
menyeramkan
Pulanglah, kembali ke asal
mulamu di langit
Iblis sudah lenyap tinggal
bagaikan remukan batu karang
Berkat bacaan kulhu yang
diulang-ulang (surat
Al Ikhlas).
Semua setan yang berasal
dari timur geger semuanya
Lari ke barat ke wilayah
para dhemit (jenis makhluk halus)
Karena di tengah kita
berjaga Betara Guru (Pimpinan para Dewa)
Yang didukung penuh oleh
Nabi Sulaeman (nabi para manusia, binatang dan makhluk halus).
Segala daya kekuatan setan
yang mengerikan itu hancur luluh
Sang Bayi sudah mulia (bisa
berarti bayi sesungguhnya yang di dalam kandungan atau bayi kiasan dari Islam
sebagai agama baru di pulau Jawa),
Lewat jalan yang lurus (yang
diridhoi).
Saya akan terus-menerus
memanjatkan mantera
Pembungkus putra atas kuasa
akal budi
Tiada Tuhan kecuali
Allah
Semoga Gusti Allah menganugerahkan
keselamatan dan kesejahteraan untuk Baginda
(Kanjeng Nabi Muhammad).
Dan semoga kalian
terselamatkan dari duka nestapa dan kesulitan
Itulah doa andalan saya.
Itulah saudaraku, catatan
saya atas sebuah suluk karya Sunan Kalijaga, yang oleh sebagaian dari saudara
kita dipercaya mempunyai kekuatan magis.
Memang jika kita kaji secara mendalam, suluk Singgah – Singgah ini mengajarkan
kepada kita untuk membangkitkan kekuatan bawah sadar kita, membangun sugesti diri
menghadapi semua bentuk kekuatan buruk.
Subhanallah walhamdulillah.
Beji, 13 Maret 2013.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda