Kamis, 04 April 2013

Suluk, tembang dakwah Walisongo (2): SINGGAH - SINGGAH, SULUK BERNUANSA MAGIS.




Di kalangan masyarakat Jawa, ada sebuah suluk yang dipercaya memiliki kekuatan magis yang besar, yang biasa ditembangkan untuk mengawali sesuatu hajat atau upacara penting, atau mengiringi pemberangkatan jenazah dari rumah menuju pemakaman. Dalam keseharian, suluk dengan nama “Singgah-Singgah Kala Singgah” ini juga biasa didendangkan oleh seorang calon ayah yang isterinya sedang hamil, di antara waktu maghrib dan isyak.

Tokoh nasional yang pemberangkatan jenazahnya dari rumah ke masjid diiringi tembang Singgah-Singgah antara lain adalah Si Burung Merak almarhum WS.Rendra, Jumat 7 Agustus 2009, di Cipayung, Depok, Jawa Barat.
   
Suluk karya Sunan Kalijaga ini ditembangkan dengan irama Sekar Pangkur Gedhong Kuning yang mengalun mendayu-dayu, penuh nuansa sugestif-kontemplatif. Kata-kata, kalimat dan iramanya dimaksudkan untuk menggalang kekuatan batin dan rasa percaya diri yang tinggi guna menundukkan segala kekuatan di luar diri sang penembang, terutama segala kekuatan jahat dari segala jenis makhluk, baik makhluk halus maupun bukan.

Bila naskah-naskah suluk karya Sunan Bonang banyak ditemukan dan antara lain tersimpan di Museum Perpustakaan Leiden, Belanda (lihat tulisan “Memahami Suluk-Suluk Sunan Bonang), tidak demikian halnya dengan naskah-naskah Sunan Kalijaga. Suluk-suluk dan kisahnya pada umumnya tersimpan dan tersebar dari mulut ke mulut. Jika ada itupun merupakan karya pujangga jauh sesudah masa kehidupannya. Misalkan, “Suluk Ling-lung Sunan Kalijaga” adalah karya Iman Anom (cucu Ranggawarsito) tahun 1884 M atau sekitar tiga abad kemudian. Juga “Serat Kaki Walaka” yang bisa disebut sebagai naskah biografi Sunan Kalijaga, merupakan naskah tua koleksi Trah Keluarga Besar Kanjeng Sunan Kalijaga, yang tidak diketahui siapa penulisnya dan dibuat pada tahun berapa. Demikian pula kitab “Tembang Babad Demak”, dari Kasultanan Yogyakarta, yang sebagian di  antaranya mengkisahkan tentang Sunan Kalijaga, melihat gaya bahasa Jawa yang dipakai, diperkirakan dibuat sekitar akhir abad ke – 19.

Oleh sebab itu tidak mengherankan bila tembang-tembang suluk Sunan Kalijaga yang pada umumnya sangat populer itu, mempunyai banyak versi, tak terkecuali suluk “Singgah- Singgah”. Jumlah baitnya misalkan, ada yang menyebutkan 12, ada yang 13 dan lain-lain.

Pun kata-katanya, sebagai contoh: “Singa sirah singa suku, singa tenggak singa wulu singa bahu”, ada yang menyatakan “Sing asirah sing asuku, sing atenggak sing awulu sing abahu”. Penulis termasuk yang memilih versi kedua, karena bisa dipahami artinya. Huruf “a” di sini berarti awalan kata yang berfungsi sebagai pemanis syair, terutama jika digabung dengan kata “sing”, akan terbentuk ucapan “singasirah” dan seterusnya, yang bisa memberikan nuansa perkasa bagaikan singa.



Berikut contoh beberapa bait Suluk Singgah-Singgah tersebut:

Singgah-singgah kala singgah
Tan suminggah Durgakala sumingkir
Sing asirah sing asuku
Sing atan kasat mata
Sing atenggak sing awulu sing abahu
Kabeh pada sumingkira
Hing telenging jalanidi

Aja anggodha lan ngrencana
Apaningsun ya sun jatining urip
Dumadiku saka henu
Heneng henenging cipta
Singgangsana hing tawang-tawang prajaku
Sinebut pura kencana
Bebetenging rajeg wesi (ada yg menyebut “rajah wesi”).
  
Ana kanung saka wetan
Nunggang gajah telale elar singgih
Kullahu marang bali kul
Jim setan brekasakan
Amuliha mring tawang-tawang prajamu
Eblise ywa kari karang
Kulhu bolak-balik.

Geger setan wetan samya
Anerus jagad kulon playuning dhemit
Ing tengah Bathara Guru
Tinutup Nabi Suleman
Daya setan brekasakan ajur luluh
Ki jabang bayi wus mulya
Liwat siratal mustakim.

Sun langgeng amuja mantra
Pan jaswadi putra ing kodratmanik
Laa ilaaha ilallah
Muhammad Rasulullah
Sallallahu alaihi wasallam
Waalaekumsalam
Puniku pupuji mami.

Arti terjemah bebasnya kuranglebih sebagai berikut:
     
Menyingkirlah wahai segala hal yang jahat
Tidakkah kalian mau menyingkar, padahal dewa kejahatan kalian yaitu Betari Durga dan Betara Kala pun sudah menyingkir
Wahai kalian segala makhluk, baik yang memiliki kepala maupun yang memiliki kaki
Yang tak nampak mata
Yang memiliki leher, yang berbulu dan yang memiliki bahu
Kalian semua menyingkirlah
Pergi ke dasar samodra.

Jangan kalian menggoda dan merencanakan kejahatan
Karena saya ini adalah hakekat kehidupan
Yang terbentuk dari dzat yang bersifat dewa
Yang dalam diam tafakur mampu melakukan apa saja
Berasal dari langit itulah kerajaan asalku
Yang disebut istana emas
Dibentengi pagar besi yang kokoh kuat (kalau rajah artinya pertahanan gaib).

Ada kekuatan gaib kuno dari timur
Mengendarai gajah dengan belalai dan sungguh memiliki sayap
Bacakan surat kulhu untuk menolak agar kembali
Semua jin dan setan yang menyeramkan
Pulanglah, kembali ke asal mulamu di langit
Iblis sudah lenyap tinggal bagaikan remukan batu karang
Berkat bacaan kulhu yang diulang-ulang (surat Al Ikhlas).

Semua setan yang berasal dari timur geger semuanya     
Lari ke barat ke wilayah para dhemit (jenis makhluk halus)
Karena di tengah kita berjaga Betara Guru (Pimpinan para Dewa)
Yang didukung penuh oleh Nabi Sulaeman (nabi para manusia, binatang dan makhluk halus).
Segala daya kekuatan setan yang mengerikan itu hancur luluh
Sang Bayi sudah mulia (bisa berarti bayi sesungguhnya yang di dalam kandungan atau bayi kiasan dari Islam sebagai agama baru di pulau Jawa),
Lewat jalan yang lurus (yang diridhoi).  

Saya akan terus-menerus memanjatkan mantera
Pembungkus putra atas kuasa akal budi
Tiada Tuhan kecuali Allah 
Semoga Gusti Allah menganugerahkan keselamatan dan kesejahteraan untuk Baginda  (Kanjeng Nabi Muhammad).
Dan semoga kalian terselamatkan dari duka nestapa dan kesulitan
Itulah doa andalan saya.

Itulah saudaraku, catatan saya atas sebuah suluk karya Sunan Kalijaga, yang oleh sebagaian dari saudara kita dipercaya  mempunyai kekuatan magis. Memang jika kita kaji secara mendalam, suluk Singgah – Singgah ini mengajarkan kepada kita untuk membangkitkan kekuatan bawah sadar kita, membangun sugesti diri menghadapi semua bentuk kekuatan buruk.

Subhanallah walhamdulillah.

Beji, 13 Maret 2013.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda