Sabtu, 04 Oktober 2014

Kotagede (6): Orang Kotagede Tidak Boleh Meninggalkan Kejawaannya






Kotagede memang menarik sebagai bahan kajian sejarah, terutama mengapa bisa tetap bertahan dan tidak lenyap ditelan zaman. Peralihan kekuasaan secara alami, dan perpindahan ibokota kerajaan secara damai, mungkin merupakan penyebab utamanya. Kedua, peralihan fungsi dari pusat kekuasaan menjadi pusat perdagangan, pusat kebudayaan dan pusat pemujaan rohani. Ketiga, adanya ketentuan di masa lalu yang menetapkan keturunan Eropa dan Timur Asing tidak boleh bermukim di Kotagede, menyebabkan masyarakat Kotagede relatif homogen, karena menjadi kota hanya untuk orang Jawa. Pasca kemerdekaan, ketentuan hanya untuk orang Jawa ini meluas kepada orang Indonesia pribumi muslim. Apakah keadaan seperti itu masih bertahan sampai sekarang, sulit menjawabnya. Beberapa rumah adat yang indah-indah dalam kenyataannya telah berpindah tangan. Siapakah yang dapat menjamin pembeli yang sebenarnya sungguh-sunguh pribumi muslim, apalagi Jawa?

Penyebab keempat seperti dikemukakan cendekiawan muda Charris Zubair, ada paradoksalitas gerakan di Kotagede yang dipegang teguh, yaitu orang Islam Kotagede tidak boleh meninggalkan Kejawaannya, sedangkan orang Jawa harus Islam.

Tetapi apa yang saya kemukakan ini hanyalah pandangan sepintas seorang wartawan, bukan sejarawan. Lebih lanjut, penyebab-penyebab tadi membuat Kotagede menapaki perjalanan sejarahnya tahap demi tahap. Dari semula hanya merupakan sebuah hutan yang bernama Mentaok, berubah menjadi ibukota kerajaan Dinasti Mataram II atau Kerajaan Islam Mataram. Dinasti Mataram I adalah Kerajaan Hindu-Budha yang meninggalkan berbagai candi megah di sekitar Yogyakarta.

Periode berikutnya adalah puncak kekuasaan Mataram, tatkala Sultan Agung naik tahta tahun 1613. Segera ia memindahkan ibukota kerajaan ke Kerta, sekitar 7 km dari Kotagede. Selanjutnya Kotagede justru tumbuh menjadi pusat kegiatan ekonomi termasuk industri kerajinan. Pada periode inilah mulai berdiri rumah-rumah adat para pengusaha.

Masa perang Diponegoro di Yogyakarta tahun 1825-1830, Belanda mencegah memperluas peperangan dengan Keraton Kasunanan Surakarta dengan menetapkan Kotagede sebagai daerah aman. Ini mendorong sejumlah besar pengrajin dan  pedagang, juga sebagian pengikut Pangeran Diponegoro, pindah dari Yogya ke Kotagede. Bersamaan dengan itu di Jawa berkembang perkebunan-perkebunan besar antara lain tebu, juga transportasi kereta api. Sementara itu jumlah penduduk Jawa diperkirakan meningkat empat kali lipat. Akibatnya Kotagede tumbuh semakin semarak. Dalam periode panjang sampai dengan awal abad 20, banyak dibangun rumah-rumah baru, diantaranya yang dikenal sebagai kawasan “Between two gates”.

Periode awal 1900-an sampai menjelang revolusi kemerdekaan, Kotagede telah menjadi pusat industri dan perdagangan kain katun, batik, perak, emas dan intan yang terbesar di Hindia Belanda (Indonesia di masa penjajahan). Dalam periode ini ada sekelompok masyarakat yang hidup secara eksklusif dan memiliki semangat kewirausahaan tinggi, yang disebut sebagai orangorang Kalang, memperoleh keuntungan besar dari moneterisasi ekonomi pedesaan dan peningkatan transportasi. Mereka membangun puluhan rumah mewah bergaya Eropa serta hidup mewah secara mencolok sehingga menimbulkan kecemburuan sosial. Apa lacur, begitu pecah revolusi kemerdekaan, banyak dari rumah dan kekayaan mereka yang dijarah masyarakat.

Pasca kemerdekaan, banyak usaha-usaha lama yang terputus karena anak-anak muda masuk ke perguruan tinggi, kemudian mencari pekerjaan sebagai dosen atau pegawai negeri. Menurut pengamatan M. Natsier, pada dasawarsa 1980-an ketika lapangan pekerjaan mulai susah, banyak diantara anak-anak muda Kotagede yang kembali terjun ke bisnis. Inilah generasi pengusaha baru yang kini kembali mengangkat pamor Kotagede, khususnya sebagai pusat kerajinan perak. Namun demikian, industri batik dan kerajinan penyu serta tembaga terlanjur hilang, sedangkan kerajinan tanduk tinggal dua pengrajin.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda