Dilema dan Masa Depan Kotagede.
Sebagaimana daerah-daerah yang memiliki potensi
wisata dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan yang tinggi, masa depan Kotagede
menghadapi dilema, sementara itu baik pemerintah pusat maupun daerah seperti
kehabisan akal, terlanjur manja dengan hasil boom kayu, batubara, kelapa sawit,
minyak dan gas bumi serta hutang luar negeri. Padahal potensi wisata Nusantara sebagai
penghasil devisa sangat besar. Namun untuk untuk mengubah potensi menjadi sumber kesejahteraan masyarakat dan penghasil
devisa yang senyatanya, dibutuhkan budi
dan daya yang tinggi.
Sementara itu perjalanan peradaban dan perkembangan
jumlah penduduk yang pesat, bagaikan raksasa yang rakus, siap memangsa apa
saja. Demikianlah, Kotagede sekarang cenderung menjadi kampung padat yang
sebagaima
na lazimnya, cenderung menuju kumuh serta
rawan kebakaran. Bersyukur, dewasa ini ada
kelompok-kelompok masyarakat yang menyadari kecenderungan tersebut dan tengah
berusaha mengatasinya.
Kehidupan Kotagede yang orisinal harus
dipertahankan, namun masyarakatnya harus pandai dan cepat menata diri
mengantisipasi perkembangan zaman. Kuncinya adalah bagaimana menyongsong masa
depan yang terus berubah, tanpa merusak masa lalu. Rumah-rumah adat yang kosong
misalkan, alangkah indahnya bila difungsikan sebagai rumah-rumah penginapan dan
rumah makan yang dapat membawa para tamunya bernostalgia ke Kotagede masa
silam, periode demi periode. Merasa hidup dan bersenang-senang dalam suasana
masa lalu yang unik dan berbeda dengan zaman globalisasi yang hingar bingar
sekarang ini. Tentu membutuhkan sedikit sentuhan baru terutama di bagian-bagian
kamar tidur dan kamar mandi, agar nyaman bagi para turis.
Setidaknya, suatu kawasan tertentu bisa
dikembalikan bagaikan suasana kehidupan tempo dulu, misalkan pada suasana tahun
1926, tatakala Hubertus Johannes van Mook muda mengunjungi Kotagede. Tanpa
bunyi bising dan asap kendaraan bermotor, kecuali derap tapak kaki kuda.
Orang-orang yang tinggal dan masuk ke kawasan tersebut wajib mengenakan busana adat. Di beberapa tempat ada
penjual makanan khas seperti kue kipo,
sate sapi, sate klathak, wedang ronde dan lain-lain yang disajikan dalam
angkring-angkring pikulan. Para wisatawan juga bisa belajar kesenian Jawa serta
ikut belajar membuat kerajinan perak. Semuanya di tata dalam kemasan Kotagede
Tempo Dulu.
Kawasan nostalgia seperti itu insya Allah akan
mengundang para wisatawan mancanegara maupun nusantara untuk betah berlama-lama
di Kotagede, dan itu berarti pengembangan sosial ekonomi berkelanjutan yang berdampak
luas pada penyediaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan ekonomi
masyarakat. Semoga.
B. Wiwoho
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda