Selasa, 09 Desember 2014

OMONG KOSONG BASMI KORUPSI TANPA UU PEMBUKTIAN TERBALIK



OMONG KOSONG, BASMI KORUPSI TANPA UU PEMBUKTIAN TERBALIK

“Hari ini, Selasa 9 Desember 2014 Presiden Jokowi memperingati puncak Hari Anti Korupsi di Yogyakarta. Sementara itu hari-hari belakangan ini juga, media massa diramaikan dengan berita unjuk kehebatan para napi koruptor dan mantan napi koruptor yang berkiprah di bidang sosial-politik-kemasyarakatan. Para koruptor, bukannya dihukum mati atau dimiskinkan dan dikarantina serta kerja sosial membuka lahan di pulau-pulau sebagaimana anggota-anggota Partai Komunis Indonesia “dipulau burukan”, namun justru menikmati berbagai  kemudahan termasuk kuliah S-2 di penjara Sukamiskin Bandung. Sungguh sebuah kezoliman yang sangat menyakitkan hati rakyat pembayar pajak, yang uangnya mereka korupsi. Dalam suasana batin sebagai orang yang terzolimi itulah, kami angkat kembali tulisan lama untuk memperjuangan UU Pembuktian Terbalik yang terus menerus kami gelorakan semenjak awal era Kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono. BW”

Rasa keadilan masyarakat terus semakin terusik dengan terkuaknya berbagai praktek korupsi berjamaah, baik di tingkat Daerah maupun Pusat, khususnya di kalangan aparat penegak hukum dan lembaga legislatif. Sementara itu Peringkat Index Korupsi Indonesia terus memburuk. Jika  pada tahun 2006 peringkat Indonesia 130 atau sama dengan Papua Nugini, dan lebih buruk dibanding India (70), China (70), Srilanka (84), Philipina (121), maka tahun 2007 melonjak menjadi 143 dari 180 negara yang disurvai oleh Trasparency Internasional, mendekati, Masya Allah,  negara-negara yang sedang bergejolak seperti Afghanistan, Sudan, Haiti, Irak dan Myanmar.
Bahkan menurut Political & Economic Risk Consultancy (PERC), koran Sindo 9 Maret 2010, Indonesia merupakan negara terkorup di Asia Pasifik dengan index persepsi korupsi mencapai 9,07 dari skala 10, naik dari 8,32 di tahun 2009.

Rasa keadilan masyarakat juga semakin terlukai mengikuti sidang-sidang kasus Gayus dan kasus mark-up alat-alat kesehatan yang kini tengah berlangsung. Pemanfaatan uang-uang pajak dari rakyat, termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang tidak adil karena terus dilaksanakan meskipun bersifat "pukul-rata", ditelan hanya oleh segelintir orang sementara hak-hak rakyat yang lebih dari 230 juta jiwa, jauh lebih kecil dibanding segelintir koruptor tadi.

Dalam sidang mark-up alat-alat kesehatan yang juga melibatkan sejumlah anggota DPR, terungkap penggelembungan harga terjadi lebih dari 120 %, baca: LEBIH DARI SERATUS DUA PULUH PERSEN, yaitu dari yang semestinya hanya Rp.7,7 milyar (tujuh milyar tujuh ratus juta rupiah), menjadi Rp.17,18 milyar( tujuhbelas milyar seratus delapanpuluh juta rupiah). Ala maaak.

Dalam sidang Gayus, si pegawai rendahan Gayus dengan santainya hari Rabu kemarin (8/12.2010) mengaku menerima sekitar Rp.35 milyar dari 3 perusahaan. Padahal diduga ia menangani lebih dari 140 perusahaan. Hadiah-hadiah seperti itu, menurutnya wajar bagi pegawai Direktorat Jenderal Pajak. Masya Allah.

Ironisnya, peristiwa-perisiwa bejat ini terjadi di negeri yang bersendikan etika dan moral keagamaan kuat. Bahkan tak kurang dari Majelis Ulama Indonesia sudah mengeluarkan fatwa haram terhadap korupsi, sedangkan dua ormas Islam terbesar yaitu NU dan Muhammadiyah juga menyatakan koruptor itu kafir. Seruan mulia ini, Rabu 8/12.2010 kembali dikumandangkan oleh hampir semua tokoh agama di Indonesia, dengan menyatakan SERUAN PERLAWANAN.

Seyogyanyalah, seruan tersebut diikuti dengan penyebarluasan petunjuk-petunjuk teknis dan pelaksanaan bagi umat dan organisasi umat masing-masing, misalnya bagaimana menyikapi pemberian-pemberian zakat, infaq, sedekah, sumbangan, amplop dan sejenisnya dari orang-orang yang patut diduga sebagai koruptor. Misalkan, pegawai negeri/TNI-Polri yang gajinya tak lebih dari Rp.10 juta sebulan (sistem dan besarnya gaji mereka harus menjadi pengetahuan umum), tanpa punya bisnis yang lain, tapi bisa punya rumah dan mobil mewah pribadi, punya apartemen, menyekolahkan anaknya ke luar negeri dengan  biaya sediri, keluarganya mondar-mandir liburan ke luar negeri dan lain sebagainya.

Di lain pihak semua kekuatan rakyat yang jelas-jelas sudah dizolimi oleh sebagian birokrat bejat tersebut, harus berani bersatu membangun dan mengembangkan mekanisme kontrol sosial yang kuat, antara lain menekan Pemerintah dan DPR untuk segera membuat Undang-Undang Pembuktian Terbalik Asal-Usul Harta Kekayaan, serta Undang-Undang Perlindungan Saksi Pelapor yang sungguh-sungguh. Tanpa ini, Hari Anti Korupsi dan berbagai Seruan Perlawanan dan Gerakan Basmi ataupun Berantas Korupsi, hanyalah OMONG KOSONG BELAKA. Sebagaimana omong kosong melarang pegawai negeri rapat kerja di hotel tanpa membuang anggarannya dan memaksa rapat di ruang-ruang rapat Departemen/Lembaganya sendiri.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Adil, segera mengampuni serta menyelamatkan bangsa Indonesia dari ancaman keruntuhan antara lain yang disebabkan oleh merajalelanya para koruptor dan keluarga serta kroni-kroninya. Alhamdulillah 3x, amin 3x.

Beji, 9 Desember 2010.( Sebelumnya telah dimuat di face book, kemudian diposkan dan diarsip pertama kali di blog b.wiwoho 31 Juli 2011).

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda