Rabu, 19 November 2014

MENGGALANG KEARIFAN LOKAL & MASYARAKAT ADAT MENGHADAPI GLOBALISASI



MENGGALANG KEARIFAN LOKAL & MASYARAKAT ADAT MENGHADAPI GLOBALISASI.

Gelombang Globalisasi yang berlangsung semenjak akhir abad ke 20, sebagai dampak berpadunya kekuatan modal dengan kemajuan ilmu-teknologi yang super canggih, adalah sebuah keniscayaan yang bisa berdampak positif maupun negatif. Namun demikian kecederungan besar yang terjadi adalah Gelombang Globalisasi tersebut telah mengumandangkan musik jiwa yang menggalang alam pikiran manusia, untuk terpadu secara total pada dimensi rasionalitas yang memuja pesona dunia melalui kebutuhan-kebutuhan palsu yang menyihir.

Dimensi rasionalitas yang ditata dalam tiga sistem utama yakni sistem pasar bebas, sistem sosial politik demokratis yang individualis dan sistem sosial budaya yang lepas bebas, sudah mulai kita rasakan dampaknya dengan berkembangnya sikap dan gaya hidup masyarakat yang hedonis, individualis, pragmatis, materialis dan narsis.
Dalam tulisan-tulisan sebelumnya, penulis telah paparkan musik jiwa dimensi rasionalitas dengan tiga paket sistem utama tersebut, menyerbu secara dahsyat negara-negara bangsa, dengan mengerahkan 17 (tujuhbelas) Divisi Perang yang menggempur setiap aspek kehidupan rakyat negara bangsa.

Tiga Divisi Perang di antaranya menggempur secara langsung aspek nasionalisme, sosial budaya, agama dan tradisi. Dalam hal nasionalisme, Globalisme berusaha melunturkan serta mendangkalkan nilai dan semangat nasionalisme sesuatu bangsa atau negara, mengobarkan separatisme dan disintegrasi, memecah-belah, menghancurkan militansi rakyat, menciptakan kesenjangan sosial ekonomi serta menyuburkan konflik horizontal dan vertikal.

Dalam aspek sosial budaya, Globalisme menggelorakan sex bebas dan sex sejenis, mengobarkan budaya hidup yang hedonistis-individualistis, pragamatis-materalitis dan narsistis, merusak dan menghancurkan bangunan tata nilai keluarga – kebersamaan – gotongroyong, merusak serta menghancurkan moral masyarakat.

Dalam aspek  agama dan tradisi, Globalisme menghancurkan agama, tradisi, adat dan kebudayaan yang ada. Globalisasi melibas kearifan-kearifan lokal masyarakat, menciptakan dan mengembangkan aliran-aliran sesat, mengembangkan sekularisme, mendangkalkan nilai-nilai moral spiritual dan secara khusus melakukan deislamisasi terhadap pemeluk agama terbesar dan militan ini.

Kenyataan tersebut apabila tidak dipahami serta diantisipasi secara cepat dan tepat, pasti akan mengancam eksistensi masyarakat dan negara bangsa di kawasan negeri maritim Nusantara Raya ini, yang terdiri lebih dari 300 etnis dengan ragam adat budaya masing-masing, yang tersebar di lebih 17.500 pulau. Salah satu potensi besar masyarakat yang bisa digalang untuk secepatnya melakukan pertahanan semesta menghadapi serbuan Divisi-Divisi Perang Globalisasi adalah masyarakat-masyarakat adat dan budaya dari lebih 300 etnis itu.

Seluruh masyarakat adat dan budaya selaku pengemban amanah kearifan-kearifan lokal, harus segera bangun dari tidur lelapnya selama ini, bangkit kembali menggalang kekuatan bersama mewujudkan Nusantara Raya sebagai negeri maritim yang aman tenteram, adil makmur, sejahtera dan jaya sentosa, yang dicirikan antara lain:

1.    Rakyatnya yang multi etnis dan golongan hidup secara harmonis dalam suasana kebhinekatunggalikaan, yang juga berdiri sederajat secara harmonis dengan bangsa-bangsa lain di dunia dalam suatu tatanan dunia yang menjunjung tinggi prinsip kesetaraan dan nilai-nilai kemanusiaan.
2.    Rakyatnya cerdas, berjatidiri, berbudaya dan berakhlak mulia.
3.    Tatanan masyarakatnya berkeadilan sosial dan berkeadilan hukum secara taat azas.
4.    Tatanan poilitiknya menjunjung tinggi sistem perwakilan dan permusyawaratan yang antara lain ditandai dengan terwakilinya suku/etnis, adat-budaya dan golongan yang ada di Nusantara Raya dalam lembaga legislatif dan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
5.    Pemerintahannya dikelola oleh birokrasi yang bersih, memiliki semangat pengabdian dan berdisiplin tinggi serta amanah.

Demi mewujudkan negeri maritim Nusantara Raya yang seperti itu, masyarakat-masyarakat adat-budaya Nusantara Raya, harus berani melakukan hal-hal sebagai berikut:

1.    Mendorong dan mengawal pembangunan negeri maritim yang menjunjung tinggi kebhinekatunggalikaan, kearifan serta keunggulan lokal Nusantara Raya.
2.    Mendorong dan mengawal pembangunan baik secara nasional maupun di daerah-daerah dan pulau-pulau, yang berbasis pada komunitas, kearifan dan keunggulan lokal, kelestarian eko sistem serta konservasi alam dan budaya.
3.    Mendorong dan mengawal pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kecerdasan rakyat yang berbudi pekerti luhur berdasarkan jatidiri dan budaya bangsa.
4.    Mendorong dan mengawal peningkatan kemampuan rakyat untuk memanfaatkan sumber daya alam demi kemakmuran serta kesejahteraan rakyat.
5.    Mendorong dan mengawal pembangunan untuk meningkatkan perlindungan dan keamanan wilayah negeri maritim Nusantara Raya sesuai dengan Zone Ekonomi Eksklusif dan secara lebih khusus daerah-daerah perbatasan, melindungi kekayaan dan sumber daya alam Nusantara Raya baik di darat maupun  di laut, serta meningkatkan kemampuan nasional dalam memanfaatkannya demi kesejahteraan rakyat.
6.    Mendorong dan mengawal pembangunan yang bertujuan meningkatkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat di Nusantara Raya.
7.    Mendorong dan mengawal penegakkan hukum yang berkeadilan secara taat azas.
8.    Mendorong dan mengawal penataan kembali sistem politik dan ketatanegaraan yang sesuai dengan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
9.    Mendorong dan mengawal pembangunan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang bersih, berkualitas, bersemangat mengabdi dan melayani masyarakat, berdisiplin tinggi, sederhana dan amanah.
1 0. Mendorong dan mengawal pengembangan hubungan kerjasama internasional yang harmonis dan sederajat.

Namun bagaimana masyarakat adat-budaya pengemban amanah kearifan-kearifan lokal ini dapat secara efektif mewujudkan cita-cita mulia tadi,  bila mereka tidak memiliki peluang dan kesempatan dalam mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara. Sementara itu pengelolaan kehidupan berbangsa dan bernegera dewasa ini tengah dikuasai oleh para elite-elite partai yang sesungguhnya sudah tidak memiliki ideologi lagi.

Ideologi partai-partai oleh kedhasyatan musik jiwa globalisasi, telah didangkalkan sehingga menjadi semu dan sama, yaitu kebebasan serta kepuasan diri-individual dalam bentuknya yang paling vulgar, yakni materi dan kekuasaan, yang selanjutnya dikemas dalam sistem politik dan demokrasi prosedural yang transaksional.

Kenyataan pahit yang sedang berlangsung di Indonesia sekarang ini, harus dibongkar dan dikembalikan pada sistem politik yang menjiwai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, yaitu perwakilan dan permusyawaratan yang betul-betul mencerminkan segenap potensi masyarakat Nusantara Raya, khususnya masyarakat adat-budaya. Oleh karena itu kita harus bertekad dan berusaha memperjuangkan agar para tokoh masyarakat adat-budaya, etnis/suku dan golongan memiliki wakil yang betul-betul representatif dan berkualitas dalam lembaga legislatif dan Majelis Permusyawaratan Rakyat. 
Semoga. (18/11.2014).



0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda