MENGGALANG
KEARIFAN LOKAL & MASYARAKAT ADAT MENGHADAPI GLOBALISASI.
Gelombang Globalisasi yang berlangsung semenjak akhir
abad ke 20, sebagai dampak berpadunya kekuatan modal dengan kemajuan ilmu-teknologi
yang super canggih, adalah sebuah keniscayaan yang bisa berdampak positif
maupun negatif. Namun demikian kecederungan besar yang terjadi adalah Gelombang
Globalisasi tersebut telah mengumandangkan musik jiwa yang menggalang alam
pikiran manusia, untuk terpadu secara total pada dimensi rasionalitas yang
memuja pesona dunia melalui kebutuhan-kebutuhan palsu yang menyihir.
Dimensi rasionalitas yang ditata dalam tiga sistem utama
yakni sistem pasar bebas, sistem sosial politik demokratis yang individualis
dan sistem sosial budaya yang lepas bebas, sudah mulai kita rasakan dampaknya
dengan berkembangnya sikap dan gaya hidup masyarakat yang hedonis,
individualis, pragmatis, materialis dan narsis.
Dalam tulisan-tulisan sebelumnya, penulis telah paparkan
musik jiwa dimensi rasionalitas dengan tiga paket sistem utama tersebut, menyerbu
secara dahsyat negara-negara bangsa, dengan mengerahkan 17 (tujuhbelas) Divisi
Perang yang menggempur setiap aspek kehidupan rakyat negara bangsa.
Tiga Divisi Perang di antaranya menggempur secara
langsung aspek nasionalisme, sosial budaya, agama dan tradisi. Dalam hal nasionalisme,
Globalisme berusaha melunturkan serta mendangkalkan nilai dan semangat
nasionalisme sesuatu bangsa atau negara, mengobarkan separatisme dan
disintegrasi, memecah-belah, menghancurkan militansi rakyat, menciptakan
kesenjangan sosial ekonomi serta menyuburkan konflik horizontal dan vertikal.
Dalam aspek sosial budaya, Globalisme menggelorakan sex
bebas dan sex sejenis, mengobarkan budaya
hidup yang hedonistis-individualistis, pragamatis-materalitis dan narsistis,
merusak dan menghancurkan bangunan tata nilai keluarga – kebersamaan –
gotongroyong, merusak serta menghancurkan moral masyarakat.
Dalam aspek agama
dan tradisi, Globalisme menghancurkan agama, tradisi, adat dan kebudayaan yang
ada. Globalisasi melibas kearifan-kearifan lokal masyarakat, menciptakan dan
mengembangkan aliran-aliran sesat, mengembangkan sekularisme, mendangkalkan
nilai-nilai moral spiritual dan secara khusus melakukan deislamisasi terhadap
pemeluk agama terbesar dan militan ini.
Kenyataan tersebut apabila tidak dipahami serta diantisipasi
secara cepat dan tepat, pasti akan mengancam eksistensi masyarakat dan negara
bangsa di kawasan negeri maritim Nusantara Raya ini, yang terdiri lebih dari
300 etnis dengan ragam adat budaya masing-masing, yang tersebar di lebih 17.500
pulau. Salah satu potensi besar masyarakat yang bisa digalang untuk secepatnya
melakukan pertahanan semesta menghadapi serbuan Divisi-Divisi Perang
Globalisasi adalah masyarakat-masyarakat adat dan budaya dari lebih 300 etnis
itu.
Seluruh masyarakat adat dan budaya selaku pengemban
amanah kearifan-kearifan lokal, harus segera bangun dari tidur lelapnya selama
ini, bangkit kembali menggalang kekuatan bersama mewujudkan Nusantara Raya
sebagai negeri maritim yang aman tenteram, adil makmur, sejahtera dan jaya
sentosa, yang dicirikan antara lain:
1. Rakyatnya
yang multi etnis dan golongan hidup secara harmonis dalam suasana
kebhinekatunggalikaan, yang juga berdiri sederajat secara harmonis dengan
bangsa-bangsa lain di dunia dalam suatu tatanan dunia yang menjunjung tinggi prinsip
kesetaraan dan nilai-nilai kemanusiaan.
2. Rakyatnya
cerdas, berjatidiri, berbudaya dan berakhlak mulia.
3. Tatanan
masyarakatnya berkeadilan sosial dan berkeadilan hukum secara taat azas.
4. Tatanan
poilitiknya menjunjung tinggi sistem perwakilan dan permusyawaratan yang antara
lain ditandai dengan terwakilinya suku/etnis, adat-budaya dan golongan yang ada
di Nusantara Raya dalam lembaga legislatif dan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
5. Pemerintahannya
dikelola oleh birokrasi yang bersih, memiliki semangat pengabdian dan
berdisiplin tinggi serta amanah.
Demi mewujudkan negeri maritim Nusantara Raya yang
seperti itu, masyarakat-masyarakat adat-budaya Nusantara Raya, harus berani
melakukan hal-hal sebagai berikut:
1.
Mendorong dan mengawal pembangunan negeri
maritim yang menjunjung tinggi kebhinekatunggalikaan, kearifan serta keunggulan
lokal Nusantara Raya.
2.
Mendorong dan mengawal pembangunan baik
secara nasional maupun di daerah-daerah dan pulau-pulau, yang berbasis pada
komunitas, kearifan dan keunggulan lokal, kelestarian eko sistem serta
konservasi alam dan budaya.
3.
Mendorong dan mengawal pembangunan untuk
meningkatkan kesejahteraan dan kecerdasan rakyat yang berbudi pekerti luhur
berdasarkan jatidiri dan budaya bangsa.
4.
Mendorong dan mengawal peningkatan kemampuan
rakyat untuk memanfaatkan sumber daya alam demi kemakmuran serta kesejahteraan
rakyat.
5.
Mendorong dan mengawal pembangunan untuk
meningkatkan perlindungan dan keamanan wilayah negeri maritim Nusantara Raya
sesuai dengan Zone Ekonomi Eksklusif dan secara lebih khusus daerah-daerah
perbatasan, melindungi kekayaan dan sumber daya alam Nusantara Raya baik di
darat maupun di laut, serta meningkatkan
kemampuan nasional dalam memanfaatkannya demi kesejahteraan rakyat.
6.
Mendorong dan mengawal pembangunan yang
bertujuan meningkatkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat di Nusantara Raya.
7.
Mendorong dan mengawal penegakkan hukum yang
berkeadilan secara taat azas.
8.
Mendorong dan mengawal penataan kembali
sistem politik dan ketatanegaraan yang sesuai dengan cita-cita Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
9.
Mendorong dan mengawal pembangunan untuk
mewujudkan tata pemerintahan yang bersih, berkualitas, bersemangat mengabdi dan
melayani masyarakat, berdisiplin tinggi, sederhana dan amanah.
1 0. Mendorong
dan mengawal pengembangan hubungan kerjasama internasional yang harmonis dan
sederajat.
Namun bagaimana masyarakat
adat-budaya pengemban amanah kearifan-kearifan lokal ini dapat secara efektif
mewujudkan cita-cita mulia tadi, bila
mereka tidak memiliki peluang dan kesempatan dalam mengelola kehidupan
berbangsa dan bernegara. Sementara itu pengelolaan kehidupan berbangsa dan
bernegera dewasa ini tengah dikuasai oleh para elite-elite partai yang
sesungguhnya sudah tidak memiliki ideologi lagi.
Ideologi partai-partai oleh
kedhasyatan musik jiwa globalisasi, telah didangkalkan sehingga menjadi semu
dan sama, yaitu kebebasan serta kepuasan diri-individual dalam bentuknya yang
paling vulgar, yakni materi dan kekuasaan, yang selanjutnya dikemas dalam
sistem politik dan demokrasi prosedural yang transaksional.
Kenyataan pahit yang sedang
berlangsung di Indonesia sekarang ini, harus dibongkar dan dikembalikan pada
sistem politik yang menjiwai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945,
yaitu perwakilan dan permusyawaratan yang betul-betul mencerminkan segenap
potensi masyarakat Nusantara Raya, khususnya masyarakat adat-budaya. Oleh
karena itu kita harus bertekad dan berusaha memperjuangkan agar para tokoh
masyarakat adat-budaya, etnis/suku dan golongan memiliki wakil yang betul-betul
representatif dan berkualitas dalam lembaga legislatif dan Majelis Permusyawaratan
Rakyat.
Semoga. (18/11.2014).
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda