Banyak orang yang berpendapat, sekarang ini kita sedang
hidup di zaman edan sebagaimana yang digambarkan oleh ulama pujangga Keraton
Surakarta, Ranggawarsita (Ronggowarsito)
abad XIX. Zaman di mana tata nilai jungkir balik. Tata nilai buruk merajalela
mengalahkan tata nilai yang baik.
Mari kita segarkan sebentar ingatan kita tentang zaman
edan karya Ranggawarsita yang lahir tahun 1802 M tersebut melalui dua bait tembang
puisinya ini:
Amenangi jaman edan
Ewuh aya ing pambudi
Melu edan nora tahan
Yen tan melu anglakoni
Boya keduman melik
Kaliren wekasanipun
Dilalah kersa Allah
Begja-begjane kang lali
Luwih begja kang eling lawan waspada.
Terjemahan
bebasnya:
“Mengalami
zaman edan, betapa susah mengambil sikap, ikut edan tidak tahan, bila tidak
ikut (edan), tidak akan kebagian apa-apa, akhirnya kelaparan, tapi atas
kehendak Allah, seberuntung apa pun yang lupa (edan), masih lebih beruntung
yang ingat dan waspada.”
Ratune ratu utama
Patihe patih linuwih
Pra nayaka tyas raharja
Panekare becik-becik
Parandene tan dadi
Paliyasing kalabendu
Malah sangkin andadra
Rubeda kang angribedi
Beda-beda hardane wong sanagara.
Terjemahan
bebasnya:
“ Raja
(pemimpin)nya Raja utama, patih (orang kedua)nya patih istimewa, para
pejabatnya hidup makmur, punggawanya baik-baik, meskipun demikian
pemerintahannya, tidak berdaya menangkal bencana, bahkan semakin menjadi-jadi,
malapetaka nan merintangi, karena angkara dan kehendak orang di seluruh negeri
berbeda-beda.”
Jauh
sebelum Ranggawarsita lahir, wali kasyaf Sunan Kalijaga yang hidup di abad XV –
XVI (diperkirakan lahir sekitar tahun 1450M), telah menduga akan datangnya
zaman edan tersebut, dengan mengajarkan sebuah tembang yang sekarang sering
didendangkan para dalang wayang kulit untuk menggambarkan situasi “goro-goro”
atau kekacauan, sebagai berikut:
Ooooooo…….
Kali ilang kedunge
Pasar ilang kumandange
Wong wadon ilang wirange
Wong lanang ilang wibawane
Wong jujur tambah kojur
Wong clutak tambah galak
Oooooooo…….
Terjemahan
bebasnya:
“
Sungai sudah tidak berlubuk (karena kerusakan alam), pasar sudah kehilangan
gaungnya (karena sistem ekonomi sudah berubah sehingga rakyat hidup susah),
kaum perempuan sudah tidak punya malu (karena rusak moralnya), para pria hilang
kewibawaannya, orang jujur justru
celaka, orang serakah semakin menjadi-jadi (karena budi baik dikalahkan oleh
kejahatan, ketidakadilan merajalela, tatanan hukum kacau balau).”
Para
sahabat, silahkan anda menilai sendiri secara jujur, apakah keadaan sekarang
ini sesuai dengan yang digambarkan baik oleh Sunan Kalijaga maupun
Ranggawarsita atau tidak? Jika memang betul demikian keadaannya. Mari kita
berusaha mengikuti petuah Kanjeng Sunan tersebut sebagai berikut:
Ooooooo……
Mulo enggal-enggalo topo lelono
Njajah deso milangkori
Goleko wisik soko Hyang Widhi/Illahi….
Terjemahan
bebasnya:
“ Maka
segeralah pergi bertapa dengan cara berkelana ke desa-desa (daerah-daerah),
melewati tak terhitung pintu rumah, seraya mencari petunjuk atau hidayah dari
Gusti Allah, Tuhan Yang Maha Esa.”
Berdasarkan
petuah tadi, di tempo dulu banyak para santri di daerah Pantai Utara Jawa,
berdakwah secara lembut, bijak dan bil hikmah dari rumah ke rumah, dari desa ke
desa, terutama untuk menyemai serta menumbuhkembangkan akhlakul kharimah,
akhlak nan mulia. Dan dengan niat itu pulalah wahai sahabatku, ijankan sahaya
mengetuk pintu hati anda, assalaamualaikum wa rahmatullah wabarakatuh, salam
sejahtera dan bahagia penuh berkah dan hidayahNYA. Aamiin.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda