Selasa, 27 Januari 2015

DI ZAMAN EDAN INI, APA YANG HARUS KITA LAKUKAN?




Banyak orang yang berpendapat, sekarang ini kita sedang hidup di zaman edan sebagaimana yang digambarkan oleh ulama pujangga Keraton Surakarta,  Ranggawarsita (Ronggowarsito) abad XIX. Zaman di mana tata nilai jungkir balik. Tata nilai buruk merajalela mengalahkan tata nilai yang baik.
Mari kita segarkan sebentar ingatan kita tentang zaman edan karya Ranggawarsita yang lahir tahun 1802 M tersebut melalui dua bait tembang puisinya ini:

Amenangi jaman edan
Ewuh aya ing pambudi
Melu edan nora tahan
Yen tan melu anglakoni
Boya keduman melik
Kaliren wekasanipun
Dilalah kersa Allah
Begja-begjane kang lali
Luwih begja kang eling lawan waspada.

Terjemahan bebasnya:
“Mengalami zaman edan, betapa susah mengambil sikap, ikut edan tidak tahan, bila tidak ikut (edan), tidak akan kebagian apa-apa, akhirnya kelaparan, tapi atas kehendak Allah, seberuntung apa pun yang lupa (edan), masih lebih beruntung yang ingat dan waspada.”

Ratune ratu utama
Patihe patih linuwih
Pra nayaka tyas raharja
Panekare becik-becik
Parandene tan dadi
Paliyasing kalabendu
Malah sangkin andadra
Rubeda kang angribedi
Beda-beda hardane wong sanagara.

Terjemahan bebasnya:
“ Raja (pemimpin)nya Raja utama, patih (orang kedua)nya patih istimewa, para pejabatnya hidup makmur, punggawanya baik-baik, meskipun demikian pemerintahannya, tidak berdaya menangkal bencana, bahkan semakin menjadi-jadi, malapetaka nan merintangi, karena angkara dan kehendak orang di seluruh negeri berbeda-beda.”

Jauh sebelum Ranggawarsita lahir, wali kasyaf Sunan Kalijaga yang hidup di abad XV – XVI (diperkirakan lahir sekitar tahun 1450M), telah menduga akan datangnya zaman edan tersebut, dengan mengajarkan sebuah tembang yang sekarang sering didendangkan para dalang wayang kulit untuk menggambarkan situasi “goro-goro” atau kekacauan, sebagai berikut:

Ooooooo…….
Kali ilang kedunge
Pasar ilang kumandange
Wong wadon ilang wirange
Wong lanang ilang wibawane
Wong jujur tambah kojur
Wong clutak tambah galak
Oooooooo…….

Terjemahan bebasnya:
“ Sungai sudah tidak berlubuk (karena kerusakan alam), pasar sudah kehilangan gaungnya (karena sistem ekonomi sudah berubah sehingga rakyat hidup susah), kaum perempuan sudah tidak punya malu (karena rusak moralnya), para pria hilang kewibawaannya,  orang jujur justru celaka, orang serakah semakin menjadi-jadi (karena budi baik dikalahkan oleh kejahatan, ketidakadilan merajalela, tatanan hukum kacau balau).”

Para sahabat, silahkan anda menilai sendiri secara jujur, apakah keadaan sekarang ini sesuai dengan yang digambarkan baik oleh Sunan Kalijaga maupun Ranggawarsita atau tidak? Jika memang betul demikian keadaannya. Mari kita berusaha mengikuti petuah Kanjeng Sunan tersebut sebagai berikut:

Ooooooo……
Mulo enggal-enggalo topo lelono
Njajah deso milangkori
Goleko wisik soko Hyang Widhi/Illahi….

Terjemahan bebasnya:
“ Maka segeralah pergi bertapa dengan cara berkelana ke desa-desa (daerah-daerah), melewati tak terhitung pintu rumah, seraya mencari petunjuk atau hidayah dari Gusti Allah, Tuhan Yang Maha Esa.”

Berdasarkan petuah tadi, di tempo dulu banyak para santri di daerah Pantai Utara Jawa, berdakwah secara lembut, bijak dan bil hikmah dari rumah ke rumah, dari desa ke desa, terutama untuk menyemai serta menumbuhkembangkan akhlakul kharimah, akhlak nan mulia. Dan dengan niat itu pulalah wahai sahabatku, ijankan sahaya mengetuk pintu hati anda, assalaamualaikum wa rahmatullah wabarakatuh, salam sejahtera dan bahagia penuh berkah dan hidayahNYA. Aamiin.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda