Senin, 09 Februari 2015

ILMU MAKDUM SARPIN SEDULUR PAPAT LIMA PANCER : Tafsir Suluk Kidung Rumekso Ing Wengi Sunan Kalijaga (16)



Ilmu Makdum Sarpin  
Sedulur Papat Lima Pancer

Bait 41 :

Ana kidung akadang premati,
among tuwuh ing kawasanira,
nganakaken saciptane,
kakang kawah punika,
kang rumeksa ing ngawak mami,
anekakaken sedya,
ing kawasanipun,
adhi ari-ari ika,
kang mayungi ing laku kawasaneki,
anekakaken pangarah.

Artinya :

Ada kidung yang berhubungan erat dengan penjagaan diri,
bertugas mengatur kehidupan,
mewujudkan apa yang dikehendaki,
itulah dia Kanda Ketuban (kakang kawah),
yang menjaga diriku,
memenuhi kehendakku,
merupakan kewenangannya,
Adinda Ari-Ari (plasenta),
berwenang menaungi segala perbuatan,
memberikan arahan.

 Bait 42 :

Ponang getih ing rina wengi,
ngrewangi Allah kang kuwasa,
andadekaken karsane,
puser kawasanipun,
nguyu-uyu sabawa mami,
nuruti ing panedha,
kawasanireki,
jangkep kadang ingsun papat,
kalimane pancer wus dadi sawiji,
tunggal sawujuding wang.

Artinya :

Adapun darah, siang malam bertugas,
membantu Gusti Allah Yang Maha Kuasa,
mewujudkan keinginan,
sedangkan tentang  pusar (tali pusar),
memperhatikan setiap gerak-gerikku,
memenuhi permohonan,
itulah kewenangannya,
lengkap sudah empat saudaraku,
yang kelima yang lurus langsung sudah menjadi satu,
menyatu dalam wujudku.

Bait 43 :

Yeku kadangingsun kang umijil,
saking marga ina (versi lain hina) sareng samya,
sadina awor enggone,
sekawan kadangingsun,
ingkang ora umijil saking,
marga ina (hina) punika,
kumpule lan ingsun,
dadya makdum sarpin sira,
wewayanganing dat samya dadya kanthi,
saparan datan pisah.

Artinya :

Yaitu saudaraku yang keluar,
dari jalan ibu (jalan yang buruk atau kotor) bersama-sama,
sehari tinggal bersama,
keempat saudaraku,
yang tidak keluar,
dari jalan ibu (jalan yang buruk atau kotor) itu ,
berkumpul denganku,
menjadi makdum sarpin (pemimpin yang dihormati),
bayangan dzat yang menyertai,
ke mana pun tiada berpisah.

Bait 41 - 43 ini adalah bait-bait yang cukup fenomenal bagi orang Jawa, terutama yang mengikuti faham Kejawen. Dari sini berkembang kepercayaan akan adanya empat saudara gaib yang selalu menyertai kelahiran setiap manusia. Meskipun zaman sudah berkembang pesat, minat orang untuk mengetahuinya masih terus berlangsung. Perihal sedulur papat lima pancer sesungguhnya sudah pernah penafsir tulis dan dimuat di blog Tasawuf Jawa (http://islamjawa.wordpress.com/2012/05/30/sedulur-papat-lima-pancer/). 

Alhamdulillah, sungguh luar biasa, semenjak kami sampaikan ke publik 30 Mei 2012 sampai dengan sekarang, artikel tersebut setiap hari selalu dibaca belasan bahkan sampai puluhan pengunjung.

Bersumber dari kidung tersebut muncul berbagai penafsiran beserta amalan-amalannya. Penulis mencatat selama ini ada lima penafsiran yakni, pertama, penafsiran fisik ragawi persis sebagaimana yang disebut dalam kidung. Artinya, sedulur papat lima pancer yaitu ketuban,  ari-ari, darah (yang tumpah atau keluar menyertai kelahiran kita) dan tali pusar, sedangkan yang kelima adalah ruh yang menyatu di diri kita. Keempat saudara yaitu ketuban, ari-ari (plasenta), darah dan tali pusar, setia mendampingi dan menyertai kita semasa bayi, baik tatkala masih di dalam perut maupun sewaktu lahir ke dunia. Meskipun sesudah kita lahir secara fisik keempat saudara itu sudah tidak berguna lagi, sesungguhnya secara spiritual tidaklah demikian. Apalagi secara zat, mereka telah merasuk ke dalam diri kita. Secara spiritual mereka akan menyertai kita dengan kemampuan dan kewenangan seperti  diuraikan tembang tadi. Sebagaimana layaknya sebuah hubungan, mereka akan setia membantu apabila kita juga senantiasa peduli terhadapnya.

Penafsiran versi kedua ialah berupa empat macam nafsu yang berada di dalam diri manusia, yaitu (1). Nafsu supiyah, berhubungan dengan masalah kesenangan, yang jika tidak dikendalikan akan menyesatkan jalan hidup kita. (2). Nafsu amarah yang berkaitan dengan emosi. Jika tidak dikendalikan, ia sangat berbahaya karena akan mengarahkan manusia kepada perbuatan dan perilaku yang keji dan rendah. (3). Nafsu aluamah, yaitu nafsu yang sudah mengenal baik dan buruk. (4) Nafsu mutmainah, yaitu nafsu yang telah dikendalikan oleh keimanan, yang membawa sang pemilik menjadi berjiwa tenang, ridho dan tawakal. Sedangkan saudara yang kelima (5) yaitu hati nurani.

Penafsiran versi ketiga adalah empat unsur atau anasir alam yang membentuk jasad manusia, yaitu tanah, air, api dan angin. Sedangkan unsur yang kelima adalah diri dan jiwa manusia itu sendiri.

Penafsiran keempat, yaitu cipta, rasa, karsa, karya dan jati diri manusia. Hal itu disimbolkan dengan tokoh-tokoh dalam cerita wayang. Cipta disimbolkan sebagai tokoh Semar, rasa sebagai tokoh Gareng, karsa sebagai Petruk, karya sebagai Bagong dan jati diri manusia sebagai tokoh ksatria Arjuna.

Penafsiran kelima yaitu 4 (empat) malaikat yang menjaga setiap orang. Malaikat Jibril menjaga keimanan, malaikat Izrail menjaga kita agar senantiasa berbuat baik dan menghindari perbuatan buruk, malaikat Israfil menerangi qalbu  dan malaikat Mikail mencukupi kebutuhan hidup kita sehari-hari. Sedangkan yang kelima adalah Sang Guru Sejati yang tiada lain adalah Gusti Allah Yang Maha Kuasa. Penafsiran versi kelima ini merunut  ajaran Sunan Kalijaga sendiri sebagaimana diuraikan dalam Kidung Kawedar, khususnya bait ke 28 dan 29. Bait tersebut menuturkan adanya keempat malaikat tadi beserta tugasnya dalam menjaga setiap manusia. Tentang Sang Guru Sejati, juga berkembang dua penafsiran. Yang pertama adalah Gusti Allah yang bersemayam di kalbu kita, sedangkan versi lain berpendapat Sang Guru Sejati adalah sang pembawa pesan dari Allah kepada rahsa sejati manusia. Pembawa pesan itu bisa berupa malaikat, tapi bisa pula ruh suci lainnya.

Dari kelima versi tersebut, versi pertama adalah yang paling berkembang dan diyakini masyarakat sampai sekarang. Sementara itu karena wilayah dakwah Sunan Kalijaga merentang terutama di sepanjang pantai utara Jawa, bahkan tempat uzlahnya selama bertahun-tahun berada di wilayah Cirebon, maka versi pertama juga dipercaya oleh sebagian masyarakat Jawa semenjak dari Banten, Jawa Barat sampai dengan Jawa Timur. Ciri khas dari penganut pemahaman ini adalah keyakinan terhadap amalan ilmu gaib makdum sarpin.

Kata makdum sarpin disebut dalam baris kedelapan bait 43. Sulit mengartikan kedua kata tersebut. Makdum berasal dari bahasa Arab yang berarti tuan atau majikan, tapi juga bisa berarti kosong atau tiada, sebagaimana makna yang sudah kita bahas dalam bait ke 28 (Tafsir seri ke 9: Sang Hyang Guru dan Sang Hyang Hayu), yang juga dapat dijumpai dalam Serat Wirid Hidayat Jati bab 2 perihal Wedharan Wahananing Dzat). Sementara itu kata sarpin belum bisa penulis artikan secara pas, karena belum diketemukan baik dalam bahasa Arab, Sansekerta, Jawa Kuno apalagi Baru sekarang. Boleh jadi itu berasal dari bahasa Arab: (1) syafiq belas kasih atau penyayang. (2) syafir atau terhormat, istimewa dan (3) syafina atau mutiara. Namun dari mempelajari Serat Wirid Hidayat Jati, penafsir menyimpulkan yang dimaksud Jawa dengan makdum sarpin adalah jati diri manusia yang mampu mengenali sangkan paraning dumadi atau asal mula dan tujuan kehidupan.

Berikut ini penafsir sajikan tiga contoh amalan ajian ilmu gaib makdum sarpin, agar kita bisa mengetahui lebih jauh tentang versi pertama tersebut. Contoh kesatu adalah amalan ajian yang biasa dibaca oleh penganutnya apabila sudah merasa dekat dengan ajalnya, untuk mengajak bersama-sama empat saudara (sedulur papat) memohon maaf kepada Gusti Allah, dan kemudian pulang kembali ke hadirat-Nya sesuai kodrat-Nya, secara bersama-sama pula dengan lancar dan enak. “Ingsun angruwat kadangingsun papat kalima pancer kang dumunung ana ing badaningsun dewe. Mar marti Kakang Kawah Adi Ari-ari Getih Puser, sakehing kadangingsun kang ora katon, lan kang ora karawatan, utawa kadangingsun kang metu saka marga hina lan ora metu saka ing marga hina, sarta kadangingsun kang metu bareng sadina kabeh pada sampurna nirmala waluya ing kahanan jati, dening kudratingsun”.

Contoh amalan ajian atau mantra yang kedua di bawah nanti, selain dimaksudkan oleh para penganutnya agar kelak bila sudah saatnya dipanggil kembali oleh Gusti Allah, bisa memperoleh kemudahan menjalani sakaratul maut bersama sedulur papatnya, juga diyakini dapat memanggil sedulur papat dan ruh sejati kita, serta membuat sakti yang mengamalkan dan segala keinginannya mudah dikabulkan oleh Gusti Allah Yang Maha Kuasa. Mantra itu adalah sebagai berikut:

Bismillahirrahmanirrahim sang guru putih nu herang nu lenggang muga katona sang rupa maya putih. Kun dzat kun aja angalingi ing dzat, suksma atapa sajroning wewayangan, rahsa suksma angemban wewayangan, sira metuwa ingsun arep weruh sejatining urip.”

Selanjutnya mereka membaca:

Sang reka maya rupa maya asih.
Bur cahya rupa cahya rupa sapalinggihaning cahya bur dzat sang kaleter putih, dzat sa dzat les.
Rupa cahya sang ngindel putih mulya kang langgeng cahya sampurna, iya ingsun sajatining tajallullah kang luwih sampurna, sah dzat sah sifate sadege salinggihe saosike, hu wa iya Allah
Si wellada anake tan ana ndeleng sirik, dhewek hahak langak ya aki kasumaran
Bismillahirrahmanirrahim, bur cahya rupa cahya sapalungguhaning cahya sang pelatuk putih bur dzat lar dzat les hu
Bur tan ana putih dzat sucine lagi ana ing suci, bur putih nu gumeter putih bala putih ider putih les putih
Suksma mulya cahya putih alingana ingsun, ya ingsun reksanen kang abecik, sira angreksa ingsun
Suksma mulya cengeng alingana ingsun, rereksanira den abecik, sira ngreksa ingsun makdum sarpin, alingana ingsun, ingsun rereksanira, den abecik sira angreksa ingsun.

Contoh amalan lain yang para penghayatnya juga menyebut sebagai amalan atau wiridan ilmu makdum sarpin adalah sebagai berikut:

Bismillahirrahmaanirrahiim ….2x
bismillahi laa illaaha illallah anta,
laa illaaha illallah anta,
laa illaaha illallah inni uhro
laa illaaha illallah amana billahi
laa illaaha illallah amanatan min indillahi
laa illaaha illallahu muhammadun rasuulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
allahuma ya jibrillu, wa mikaillu, wa isrofillu, wa ijroillu
kollu hairil min sulthoni washrif ‘anna syarrihi
kaf, ha, ya, ‘ain, shod
ha, mim, ‘ain, sin, khof
ya allah  ‘ain, sin, khof
ya muhammad  ‘ain, sin khof
ya mustafa  ‘ain, sin khof
shallallahu ‘alaihi wasallam birrohmatika ya ‘arhamar rohimin

Sahabatku, dengan menuliskan mantra atau pun wiridan tersebut, penafsir tidak bermaksud mengajari pembaca mengamalkan sesuatu ajian ilmu gaib, namun sekedar untuk memberikan wawasan dan pengetahuan.

Demikianlah, selain kelima versi penafsiran di atas, mungkin masih ada lagi penafsiran yang lain. Tapi yang sudah penafsir ketahui baru lima itu tadi. Sementara penafsir sendiri memberikan catatan atas tafsir kelima. Penafsir cenderung memilih tafsir ini tapi malaikatnya bukan Jibril, Izrail, Israfil dan Mikail, melainkan  malaikat Hafazhah atau malaikat Penjaga sesuai firman Gusti Allah dalam   Al Qur’an Surat Ar-Ra’ad ayat 11 dan Surat Al Infithar ayat 10 - 12, tentang adanya malaikat-malaikat yang menjaga dan memelihara  manusia secara bergiliran.

Dalam Tafsir Al Azhar mengenai  Surat Ar-Ra’ad ayat 11, Buya Hamka menulis giliran tugas malaikat-malaikat tersebut sesuai hadis adalah pada waktu subuh dan sehabis waktu asar. Dalam suatu riwayat yang lain (namun saya belum menemukan sumber rujukan yang sahih, kecuali dalam kisah-kisah), diceritakan jumlah malaikat Hafazhah yang menjaga dan memelihara kita sebanyak 5 (lima) orang. Dua bertugas di siang hari, dua di malam hari dan yang satu lagi tidak pernah berpisah dengan diri kita.

Mengenai malaikat ini, Kanjeng Nabi Muhammad Saw dalam hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad dan Imam Muslim bersabda kepada Abdullah Mas’ud: "Setiap kamu ada Qarin daripada bangsa jin, dan juga Qarin daripada bangsa malaikat. Sahabat bertanya: ‘Engkau juga Ya Rasulullah.’ Sabdanya: ‘Ya aku juga ada, tetapi Allah telah membantuku sehingga Qarin itu dapat kuislamkan dan hanya menyuruh aku dalam hal kebajikan saja”.

Kepedulian yang bagaimana dan apa yang harus kita lakukan agar malaikat “sedulur” kita, menjaga kita dengan sebaik-baiknya? Buya Hamka menjelaskan dengan mengingatkan Surat Az-Zukhruf ayat 36, yaitu “Barangsiapa yang berpaling dari mengingat Allah Yang Maha Pengasih, niscaya Kami sertakan setan sebagai temannya (yang selalu menyertainya).” Maka menurut Buya, selama zikir kita kepada Allah masih kuat dan ibadah masih teguh, pengawalan dari malaikatlah yang bertambah banyak, dan jika kita lalai dari jalan Tuhan, datanglah teman dari iblis, jin dan setan.

Selain itu, pada hemat panafsir,  janganlah lupa sewaktu membaca salam di akhir shalat, untuk bermurah hati dengan meniatkan menyedekahkan salam yang pada hakikatnya adalah doa, di samping kepada makhluk-makhluk Allah yang nampak mata, juga kepada yang tak nampak mata termasuk para malaikat penjaga kita.

Demikianlah, beberapa penafsiran terhadap sedulur papat lima pancer. Mana yang paling tepat, yang paling benar? Hanya Gusti Allah Yang Maha Tahu.

Subhaanallaah walhamdulillaah.





3 Komentar:

Blogger Unknown mengatakan...

masya allah

2 Juni 2015 pukul 01.23  
Blogger Unknown mengatakan...

amin semoga berkah salm sejahtera

28 Januari 2017 pukul 22.43  
Blogger Tonigus mengatakan...

PADEPOKAN MLIWIS PUTIH PUSAT GEMBLENGAN ILMU JAWA INSTAN PERMANEN DAN BIAYA TERJANGKAU HUBUNGI: 081567662466

29 Maret 2023 pukul 20.16  

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda