Sang Hyang Guru dan
Sang Hyang Hayu.
Bait
27 – 28 masih menggambarkan hikmah, keutamaan dan perbawa dari Kidung Kawedar,
dengan disisipi ajaran-ajaran Islami yang menggunakan tamzil-tamzil lama yang
apabila tidak dijelaskan dengan baik, bisa membuka peluang multi tafsir yang
keliru. Oleh karena itu, jika ingin mengkaji sendiri Kidung ini, pembaca perlu
memahami serta menggunakan bahan acuan Al Qur’an dan hadis, sehingga bisa
menghayati tujuan utama ajaran Kidung yang juga sering disebut Kidung Rumekso
Ing Wengi atau Kidung Sariro Ayu.
Bait
27 misalkan, mengajak membaca kidung di malam hari seraya memejamkan mata,
menanamkan sugesti akan sosok Sang Hyang Guru, langkah Sang Hyang Hayu dan diri
kita yang bercahaya lagi penuh pancaran kasih sayang.
Nama
Sang Hyang Guru yang berarti Dzat Yang Maha Pandai lagi Maha Pemberi Petunjuk,
tidak langsung menggunakan sebutan asma Rasyid
(Yang Maha Pandai) dan Hadi (Yang Maha Pemberi Petunjuk), melainkan
dicari padanan makna yang akrab di telinga masyarakat, yang ketika itu masih
menganut agama Syiwa – Buddha. Penganut agama ini mempercayai serta menyembah
Dewa-Dewa, dan Dewa yang paling utama adalah Dewa Syiwa atau Betara Guru. Dalam
pementasan wayang versi Jawa, Dewa-Dewa yang berusia lebih tua, memanggilnya
Sang Hyang Adi Guru. Panggilan kehormatan Sang Hyang juga lazim diberikan
kepada Dewi pengatur rejeki khususnya melalui pertanian, yaitu Sang Hyang Sri.
Adi
atau hadi atau edhi dalam bahasa Jawa Kuno memiliki banyak arti. Bisa berarti
indah, bagus, hebat sekali dan juga bisa berarti kepala dan permulaan. Khusus
untuk kata adi bisa berarti pula adik atau adinda. Sedangkan guru berarti orang
yang dimuliakan, pembimbing spiritual dan pengajar. Karena ini adalah kitab
dakwah agama Islam, maka pada hemat penafsir penyebutan asma Gusti Allah yang
Maha Pandai dan Maha Pemberi Petunjuk dengan Sang Hyang Guru, bukanlah
dimaksudkan sebagai Batara Guru atau Dewa Syiwa, melainkan hanya sebagai metode
komunikasi agar terdengar akrab dan mudah diterima masyarakat. Alhamdulillah,
menurut istilah dalam bahasa Jawa, digothak gathik gathuk, diotak-atik ternyata
maknanya cocok juga.
Begitu
pula sebutan Sang Hyang Hayu (Ayu). Hayu atau ayu dalam bahasa Jawa Kuno
memiliki banyak arti, antara lain cantik, molek, baik, saleh, sejahtera,
kesehatan, kebahagiaan, benar. Kata ayu juga sangat akrab bagi masyarakat sejak
tempo dulu sampai sekarang. Walaupun demikian, nama sesembahan Sang Hyang Hayu
tidak ada. Tetapi bila kata Hayu itu merujuk pada bahasa Arab, maka penyebutan
hayu yang penulisannya menggunakan yy, yaitu Hayyu, adalah merupakan salah satu
asma Gusti Allah yang berarti Yang Maha Hidup Abadi.
Baris
keenam bait 27 yaitu, ngadeg pangawak
teja atau tegak berperawakan cahaya, penggambaran sosok tokoh atau pun
tamzil seperti itu, tidak lazim digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Akan
tetapi ada penggambaran yang biasa digunakan terhadap orang yang memiliki aura
hebat yakni pasuryane sumunar atau pasuryane mencorong, yang berarti
wajahnya bersinar.
Sementara
itu di dalam ajaran Islam, istilah cahaya itu sangat lazim dan dikaitkan dengan
Dzat Allah, sebagaimana ayat 35 Surat An-Nur (Cahaya) sebagai berikut: “Allah adalah
cahaya bagi langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah adalah seperti sebuah
lubang yang didalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca
itu laksana bintang yang berkilauan, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon
yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tidak tumbuh di sebelah timur
dan tidak pula di barat, yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi walaupun
tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing
cahaya-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah memperbuat
perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala
sesuatu.”
Menurut para ahli tafsir, yang
dimaksud dengan cahaya dalam surat tersebut ada bermacam-macam, mulai dari
cahaya matahari, bulan serta bintang-bintang yang menerangi langit dan manusia
di bumi, sampai dengan yang bermakna penerangan terhadap jalan kehidupan
manusia yang berupa syariat dan hukum-hukum yang mengatur tata kehidupan dan
pergaulan. Dari Surat An-Nur ini, berkembang berbagai tamzil tentang cahaya.
Demikianlah perumpamaan yang terkait dengan cahaya, menjadi baris keenam dalam
bait 27 Kidung Kawedar.
Baris terakhir bait 28, kembali
menyebut kata malaikat, yang menjaga manusia sehingga memperoleh berkah dan
perlindungan dari Tuhan sebagaimana diuraikan dalam Kidung ini semenjak bait
pertama. Berbagai berkah, karomah, hikmah serta keutamaan yang banyak
disinggung, seperti mengatasi binatang buas, gangguan nyata dari jin serta
aneka jenis sihir dan magis, mungkin agak janggal bagi masyarakat zaman
sekarang. Tetapi tidak demikian halnya pada zaman dahulu. Keseharian mereka
memang tidak lepas dari hal-hal tersebut, termasuk berbagai penyakit gawat yang
pada masa itu belum diketahui penyebab dan obatnya. Mereka sangat percaya
dengan kesaktian mantera-mantera untuk mengatasinya. Oleh karena itu sangat
wajar apabila Sunan Kalijaga menanamkan sugesti mantera dalam Kidung Kawedar
sebagai daya tarik dalam berdakwah.
Semua jenis karomah, hikmah dan
keutamaan itu dalam dunia tasawuf sangat wajar, namun diibaratkan permen yang
amat menarik bagi kanak-kanak tapi tidak bagi orang dewasa. Maksudnya sebagai
hadiah daya tarik bagi salik pemula, yaitu orang yang baru belajar ilmu
tasawuf. Sedangkan bagi yang sudah mencapai tingkat hakikat apalagi makrifat,
segala hadiah daya tarik itu tidak ada artinya. Hubungannya dengan Gusti Allah
bukan lagi berdasarkan hadiah, melainkan kerinduan kepada Sang Kekasih yang tak
ternilai. Alhamdulillaah.
Empat Malaikat
Pendamping Manusia.
Malaikat
yang dituturkan dalam bait 29, bagi masyarakat Jawa pada masa itu tentu
merupakan sesuatu hal yang baru dan asing sama sekali. Makhluk gaib yang mereka
kenal sebelumnya adalah roh-roh leluhur, roh-roh gaib penunggu
gunung-batu-pepohonan-sungai-tempat serta benda-benda keramat. Sedangkan sesembahan
yang sangat dimuliakan adalah para dewa atau batara terutama Batara Syiwa,
Batara Wisnu, Batara Brama dan sepasang dewa yang bertugas membagai rejeki
kepada umat manusia. Nama dewa pembagi rejeki tersebut sangat akrab bagi
masyarakat, lantaran dianggap bersentuhan langsung dengan kebutuhan hidup
sehari-hari. Mereka adalah Dewi Sri dan Dewa Sadana, yang kemudian disebut
sebagai satu nama saja yaitu Dewa Sri Sadana.
Kepada
masyarakat, Kidung Kawedar memperkenalkan sesembahan baru yang memiliki pasukan
gaib terdiri dari para roh suci yang disebut malaikat. Malaikat menurut hadis
Kanjeng Nabi Muhammad saw. yang bersumber dari Aisyah, diciptakan dari nur atau
cahaya. Di dalam Kitab Suci Al Qur’an, masalah malaikat dibahas tidak kurang
dalam 136 ayat, yang secara garis besar menyatakan bahwa malaikat adalah hamba
yang dimuliakan Allah, tidak sombong, patuh melaksanakan perintah Gusti Allah,
melarang perbuatan maksiat dan membacakan wahyu Allah.
Malaikat
juga bertugas menjadi utusan Allah kepada hamba yang dikehendaki-Nya, namun
demikian mereka bukanlah nabi atau pun rasul. Malaikat bertugas sebagai kawan,
penjaga dan pembantu manusia yang ikut mendoakan dan memohonkan ampunan-Nya.
Malaikat senantiasa bertasbih kepada Allah serta bershalawat untuk Kanjeng Nabi
Muhammad.
Di
samping mengilhami manusia untuk berbuat baik sekaligus sebagai saksi dan
mencatat amal perbuatan manusia, malaikat juga menyiksa serta melaksanakan
hukuman Allah kepada manusia. Malaikat mencabut nyawa manusia, menjaga neraka
dan menyiksa penghuninya. Sementara itu ada pula yang bertugas menjaga surga.
Jumlah
malaikat tak terbilang banyaknya. Mengingat
peranannya sebagai rukun iman yang kedua, banyak para ulama termasuk
sahabat-sahabat Rasulullah yang mendalami perihal malaikat ini. Namun dari
berbagai riwayat, tidak dijumpai nama-nama khusus kecuali yang tersebut di
dalam Al Qur’an dan hadis. Kepada malaikat yang tidak memiliki nama khusus itu
diberi sebutan sesuai dengan tugasnya. Adapun nama malaikat Izrail yang disebut dalam Kidung bait 29
tadi, yang juga dikenal sebagai malaikat maut atau pencabut nyawa, tidak
diketemukan sumbernya baik dalam Al Qur’an maupun hadis. Oleh sejumlah ulama,
nama itu diduga berasal dari riwayat-riwayat yang termasuk kategori Israiliyat
yang menyesatkan. Di dalam Al Qur’an, malaikat pencabut nyawa hanya disebutkan
uraian tugasnya saja (Al An’am 06: 61, 93, Al A’raaf 07:37 dan An Naazi’aat
79:01-02).
Adapun empat malaikat yang disebut
dalam bait 29 Kidung ini, yang tidak tepat betul dengan sumber rujukan Qur’an
dan hadis, pada hemat penafsir tidak
perlu dimasalahkan, tetapi cukup dipahami saja. Pada abad 15 – 16 itu, budaya
tulis dan cetak di Nusantara masih jauh terkebelakang. Sejumlah naskah tua
ditemukan ditulis di atas
media rontal (daun tal atau daun siwalan), bambu, rotan, daun nipah, labu
hutan, tanduk, kulit kayu, tulang, kulit binatang dan belakangan di atas
dluwang (kertas), kertas eropa, kain dan lain-lain, yang hanya bisa dilakukan serta dimiliki oleh orang-orang
tertentu, dan tidak oleh orang kebanyakan. Sejumlah ajaran baik Qur’an, hadis
maupun kitab-kitab ulama-ulama awal, kebanyakan dihafal di luar kepala. Sudah
barang tentu tiada gading yang tak retak, dan itu menurut penafsir sama sekali
tidak mengurangi keistimewaan Kidung Kawedar ini.
Subhanallaah.
1 Komentar:
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda