·
Bagi Yoga Sugomo dan Ali
Moertopo, Pak Harto (Presiden Soeharto) bukan hanya sejawat ataupun atasan, tetapi
sudah bagaikan sahabat sejati, bahkan saudara. Sedulur sinorowedi, kata orang Jawa. Karena itu mereka selalu ngeman dan telah selalu membuktikan
untuk rela pasang badan demi Pak Harto.
Ngeman adalah bahasa Jawa
yang menggambarkan perasaan simpati terhadap orang lain, sehingga tidak rela
orang tersebut mengalami musibah, menderita atau tersakiti.
Dalam rangka ngeman tadi,
mereka menilai masa jabatan Pak Harto sebagai Presiden RI yang akan mencapai 16
tahun pada 1983, merupakan masa jabatan yang cukup lama, bahkan sama dengan
empat kali masa jabatan Presiden Amerika Serikat.
Masa jabatan selama itu
tentu sudah luar biasa dan sangat membanggakan, tetapi juga bisa menimbulkan
berbagai ekses buruk. Memahami segala kemungkinan buruk yang bisa terjadi, mereka
berdua mencoba mengingatkan Pak Harto dengan cara Jawa, yaitu memangku dengan menggulirkan gelar
“Bapak Pembangunan”, agar Pak Harto cukup merasa puas dan kemudian berkenan
lengser dengan tidak mencalonkan lagi menjadi Presiden pada periode 1983 –
1988.
Namun karena ini merupakan
operasi yang sangat-sangat rahasia dan peka, Yoga dan Ali Moertopo juga tidak
bisa leluasa bergerak. Akibatnya justru upaya ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak
lain untuk mencari muka dan berupaya Asal Bapak Senang, sehingga akhirnya gagal
dan melenceng.
Gagal dengan cara memangku,
pada bulan Mei 1985 dalam suatu pertemuan rutin mingguan, Yoga Sugomo mencoba
mengingatkan kembali, namun kali ini secara terbuka dan apa adanya berdasarkan
analisa dan perkiraan keadaan. Kali ini ia menyatakan antara lain bahwa periode
ini adalah puncak keemasan kepemimpinan
Pak Harto, sesudah itu dikhawatirkan akan mulai melemah. Berdasarkan sejumlah
alasan, kemudian Yoga menyarankan agar Pak Harto dengan jiwa besar, legowo
lengser keprabon dan tidak maju lagi dalam masa jabatan berikutnya pada 1988.
Namun apa yang terjadi?? Ikuti bab 16 buku “Jenderal
Yoga, Loyalis di Balik Layar.”
Foto: Kepala Bakin Jenderal Yoga menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha untuk membahas sesuatu masalah yang penting dan biasanya perlu diketahui masyarakat melalui liputan wartawan. Di samping pertemuan yang insidental seperti itu, Kepala Bakin dan Presiden juga mengagendakan pembahasan keadaan negara secara rutin setiap Jumat malam di kediaman Pak Harto di Jalan Cendana tanpa liputan wartawan.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda