Jumat, 11 Mei 2018

Yoga Meminta Pak Harto Lengser


·       


Bagi Yoga Sugomo dan Ali Moertopo, Pak Harto (Presiden Soeharto) bukan hanya sejawat ataupun atasan, tetapi sudah bagaikan sahabat sejati, bahkan saudara. Sedulur sinorowedi, kata orang Jawa. Karena itu mereka selalu ngeman dan telah selalu membuktikan untuk rela pasang badan demi Pak Harto.

Ngeman adalah bahasa Jawa yang menggambarkan perasaan simpati terhadap orang lain, sehingga tidak rela orang tersebut mengalami musibah, menderita atau tersakiti.

Dalam rangka ngeman tadi, mereka menilai masa jabatan Pak Harto sebagai Presiden RI yang akan mencapai 16 tahun pada 1983, merupakan masa jabatan yang cukup lama, bahkan sama dengan empat kali masa jabatan Presiden Amerika Serikat.

Masa jabatan selama itu tentu sudah luar biasa dan sangat membanggakan, tetapi juga bisa menimbulkan berbagai ekses buruk. Memahami segala kemungkinan buruk yang bisa terjadi, mereka berdua mencoba mengingatkan Pak Harto dengan cara Jawa, yaitu memangku dengan menggulirkan gelar “Bapak Pembangunan”, agar Pak Harto cukup merasa puas dan kemudian berkenan lengser dengan tidak mencalonkan lagi menjadi Presiden pada periode 1983 – 1988.

Namun karena ini merupakan operasi yang sangat-sangat rahasia dan peka, Yoga dan Ali Moertopo juga tidak bisa leluasa bergerak. Akibatnya justru upaya ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak lain untuk mencari muka dan berupaya Asal Bapak Senang, sehingga akhirnya gagal dan melenceng.

Gagal dengan cara memangku, pada bulan Mei 1985 dalam suatu pertemuan rutin mingguan, Yoga Sugomo mencoba mengingatkan kembali, namun kali ini secara terbuka dan apa adanya berdasarkan analisa dan perkiraan keadaan. Kali ini ia menyatakan antara lain bahwa periode ini adalah  puncak keemasan kepemimpinan Pak Harto, sesudah itu dikhawatirkan akan mulai melemah. Berdasarkan sejumlah alasan, kemudian Yoga menyarankan agar Pak Harto dengan jiwa besar, legowo lengser keprabon dan tidak maju lagi dalam masa jabatan berikutnya pada 1988. Namun apa yang terjadi?? Ikuti bab 16 buku “Jenderal Yoga, Loyalis di Balik Layar.” 

Foto: Kepala Bakin Jenderal Yoga menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha untuk membahas sesuatu masalah yang penting dan biasanya perlu diketahui masyarakat melalui liputan wartawan. Di samping pertemuan yang insidental seperti itu, Kepala Bakin dan Presiden juga mengagendakan pembahasan keadaan negara secara rutin setiap Jumat malam di kediaman Pak Harto di Jalan Cendana tanpa liputan wartawan.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda