Kamis, 03 Februari 2022

Buku Tonggak-Tonggak Orde Baru : KEJATUHAN SOEHARTO DAN ANCAMAN PEMBELAHAN BANGSA

 

Buku Tonggak-Tonggak Orde Baru :

KEJATUHAN SOEHARTO DAN ANCAMAN PEMBELAHAN BANGSA

panjimasyarakat.com


 

“Saya mengalami sendiri suasana pembelahan ideologi berikut dampaknya yang tak terperikan pada tahun 1965. Pembelahan berdasarkan kelompok identitas yang bernuansa SARA, harus bisa segera dihentikan dan jangan dibiarkan berlarut-larut, karena akibatnya bisa jauh lebih besar dibandingkan pembelahan tahun 1965,”  peringatan ini dikemukakan oleh Prof.Dr.Salim Haji Said,MA,MAIA, Guru Besar Imu politik Univesitas Pertahanan, Sekolah Staf Angkatan Laut dan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian mengantarkan seri ketiga buku trilogi Tonggak-Tonggak Orde Baru yang berjudul KEJATUHAN SOEHARTO DAN ANCAMAN PEMBELAHAN BANGSA.

   Buku ketiga ini terdiri dari 3 bagian. Bagian I, Krisis Moneter yang Memacu Kejatuhan Soeharto, mencakup 5 bab yaitu: 1). Mega Skandal Perbankan Menjelang Krismon; 2) Macan yang Patah Taringnya; 3). Penutupan 16 Bank, IMF Salah Resep; 4). Tanda-Tanda Zaman; 5). 50 Butir Paket Reformasi IMF.

   Sejak 1988 sampai dengan 1996, Indonesia sesungguhnya sedang mengalami pertumbuhan ekonomi nasional yang relatif stabil dan tumbuh menjadi salah satu “Macan Asia” yang disegani sekaligus dikuatirkan negara-negara lain.

   Namun pertumbuhan yang baik itu juga memacu munculnya berbagai gangguan yang membuat sitauasi di bawah permukaan menjadi pabaliut, sehingga membuat Indonesia  tak tahan menghadapi badai krisis moneter yang melanda Asia Tenggara Mei 1997, dan  berujung  harus menyerah meminta bantuan Dana Moneter Internasional (IMF), yang ditandatangani pada 15 Januari 1998.

   Bagian II, Masa Peralihan Orde Baru ke Reformasi, terdiri dari 16 bab yaitu: 1). Gejolak di Penghujung Akhir Orde Baru;  2). Sekali Pak Harto Tetap Pak Harto;  3) Campur Tangan Asing;  4). Tragedi Trisaksi Pemantik Kerusuhan; 5). Bara Kerusuhan dan Konflik SARA, Siapa Menyulut?; 5.1).Provokator Terorganisasi;    5.2).Pemerkosaan Massal dan Foto Palsu; 5.3).TGPF Terbelah;  5.4).Banyak Misteri;   6).Konflik Di Bawah Jenderal Besar; 7).Siapa Dalang Penculikan Aktivis;  8).Wiranto versus Prabowo;  9).Lengser Keprabon Madheg Pandito Dalam Sejarah Jawa;  10).Satu per Satu Menolak;  11).Pergulatan Soal Etika; 12).Pak Harto Berkhianat?;   13).Prof.K.H.Ali Yafie: 9 Ulama Membahas  Reformasi Dengan Pak Harto dan Hasilnya; 14).Ditinggalkan Orang-Orang Dekat;   15).Akhirnya Pak Harto Turun, Habibe Terhina?; 16).Yang Disayang, yang Terbang dan yang Setia.                          

Sebagaimana tersirat dari judul-judul bab dan sub-bab, secara garis besar kita bisa mengetahui dari Bagian ini, pergolakan yang terjadi di dalam Pemerintahah Orde Baru dan lingkaran dekat Presiden Soeharto, yang berakhir dengan isyarat-isyarat bijak tentang kekuasan dan kesetiakawanan.

        Bagian III, Penutup & Epilog, terdiri dari 12 bab yaitu: 1).Pembelahan Ideologi;  2).Sejarah Yang Cepat Berulang; 3).Mengantisipasi Ekstrem Kiri, Kanan dan Gejolak SARA; 4).Pragmatisme Yang Menghalalkan Segala Cara; 5).Pemerataan Yang Tak Merata;  6).Orba Tumbang Tatkala Pertumbuhan Ekonomi Tinggi; 7).Tuntutan Reformasi;  8).Inikah Reformasi? 9).Ancaman Dominasi Ekonomi, Sampai Media Massa dan Politik; 10).Pembelahan Bangsa; 11).Labil dan Ruwet; 12).Bacaan Keadaan dan Nasihat Para Bijak.

      Bagian terakhir ini, 6 bab merupakan penutup sekaligus ikhtisar dari sebagian tonggak-tonggak perjalanan bangsa, selama rentang waktu sekitar 35 tahun, semenjak periode akhir Orde Lama sampa kejatuhan Orde Baru. Sebagaimana pengantar penulis, trilogi ini hanya mempersembahkan gambaran yang penulis ketahui dan ikuti. Di luar itu, masih ada sejumlah tonggak-tonggak penting lainnya. Meskipun demikian,  penulis mencoba menggarisbawahi hal-hal yang semoga bisa kita petik sebagai hikmah bagi masa depan.

     Enam bab berikutnya adalah epilog yang merupakan bacaan keadaan tahun 2021, hal-hal penting yang seyogyanya dicermati dan waspadai beserta nasihat para bijak dalam mengantisipasinya, antara lain Prof.K.H.Ali Yafie, cendekiawan Prof.Dr.Nurcholis Madjid, Jenderal TNI (Purn) Widjojo Soejono dan Letnan Jenderal TNI (Purn) Sayidiman Suryohadiprojo.

     Pemimpin Redaksi Harian Bisnis Indonesia (1995 – 2000) Banjar Chaeruddin menyatakan, Indonesia terpuruk terimbas oleh krisis moneter yang terjadi di beberapa negara tetangga tahun 1997.Suatu keadaan yang masih disesali hingga kini. Namun, menurut wartawan senior yang bertugas sebagai wartawan Istana 1979 – 1984 ini, tidaklah berarti kita kembali ke titik nol seperti masa awal Orde Baru 30 tahun sebelumnya. Kondisi perekonomian kita sudah jauh lebih maju. “Selamat untuk Mas Wiwoho yang dengan baik menceritakan tonggak-tonggak penting yang kita capai pada masa lalu,” tulisnya.    

     Sebagai penutup seri ini, penulis kutipkan sambutan senior penulis yang sudah kenyang asam garam kehidupan, Richard Haryoseputro sebagai berikut:Setelah Orde Baru berakhir, reformasi menggelora, hampir tanpa koordinasi. Sekarang setelah 22 tahun berlalu mungkin sekali penulis merasakan kegeraman  Tacitus ketika melihat kesemrawutan dan ulah tidak jelas dari para pengganti Kaisar Augustus. Tiba-tiba kita menyadari terbang tinggi bagai layang-layang yang terlepas. Meski dalam suasana hati seperti ini kita yakin saudara Wiwoho tetap menulis dengan pedoman “Sine Ira et Studio”, Tanpa Amarah dan Keberpihakan, karena sebagai wartawan hal itu sudah menjadi pedoman kerjanya selama bertahun-tahun.” (Info dan nara hubung buku ke WA 08174892033)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda