Selasa, 24 April 2012

LAMPU KUNING UNTUK PRESIDEN SBY & ORANG-ORANG DEKATNYA.

Sikap dan pernyataan Presiden SBY belakangan ini, lebih-lebih orang-orang dekatnya dan para elit politik, sungguh sudah sangat membahayakan,  bukan hanya bagi diri mereka sendiri, tapi juga bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Berbagai sikap dan pernyataan buruk mereka menumpuk dari satu kasus ke kasus lain, dari satu masalah ke masalah lain, menggunung dari waktu ke waktu, terdokumentasi sekaligus menyebar luas melalui berbagai media massa baik yg formal seperti suratkabar, majalah dan televisi, maupun melalui media informal jejaring sosial seperti e-mail, fesbuk, blog , twitter dan sms. Contoh terbaru adalah pembatalan mendadak kunjungan kenegaraan ke Belanda, pernyataan Ketua DPR Marzuki Ali tentang tsunami Mentawai,  plesiran studi banding DPR ke luar negeri,  sikap masa bodoh anggota DPR ketika berjumpa dengan TKI-TKI yg terlantar di Timur Tengah dan yang sedang hangat, pernyataan Presiden SBY tentang Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kekuatiran saya mengenai “Tim Impian SBY”, telah saya kemukakan jauh  sebelum ini, yakni tatkala saya diwawancarai MNC-News TV  begitu setelah perombakan Kabinet  Indonesia Bersatu I (Pertama). Cara Presiden merekrut para pembantunya yang heboh-hiruk pikuk berlarut-larut, bagi SBY + para abdi dalemnya mungkin dimaksudkan sebagai pencitraan. Tapi bagi nurani saya adalah justru menunjukkan ujub-riya yang seharusnya dijauhi, bahkan lebih dari itu menunjukkan kelemahan dalam merekrut staf dan kelemahan dalam mengenal siapa-siapa tokoh yang pantas memimpin bangsa ini.

Di negara-negara maju, partai oposisi dan seseorang yang mendeklarasikan dirinya sebagai  Calon Presiden, pada umumnya sudah memiliki “Kabinet Bayangan”, setidak-tidaknya sejumlah orang dalam  “tim impiannya”.
Sebagai mantan wartawan yang cukup lama tugas di Istana dan mengenal sangat dekat karena tugas –tugasnya:  antara lain tokoh-tokoh  Pimpinan Operasi Khusus Ali Murtopo (alm), Kepala BAKIN Yoga Sugomo (alm), pemegang rekor jabatan menteri lebih dari 30 tahun, alm Radius Prawiro dan Menko Ekuin/Ketua Bappenas Widjojo Nitisastro, saya sering memperoleh bocoran catatan daftar 150-an tokoh-tokoh nasional yang  dibuat sendiri oleh mantan Presiden Soeharto, yang sewaktu-waktu dapat  direkrut untuk mengemban tugas membantu Presiden. Dari waktu ke waktu daftar itu selalu tersedia dan  senantiasa dinamis-diperbarui.

Pada awal-awal masa Pemerintahannya, terutama untuk bidang-bidang politik dan keamanan, Pak Harto mengenal sendiri tokoh-tokoh nasional secara langsung, khususnya teman-teman seperjuangannya, sehingga daftar tersebut dapat dengan mudah beliau susun sendiri. Seiiring dengan waktu dan kesibukan, beberapa orang kepercayaan mensuplai informasi. Pak Harto mencermati serta mendalami informasi tersebut dan menyaring berlapis-lapis. Jika suatu saat beliau membutuhkan, beliau menugaskan teman-teman di Opsus, setelah Opsus dibubarkan diteruskan oleh BAKIN, untuk mengecek dengan cepat dan sangat rahasia dalam hitungan hari, tanpa hiruk-pikuk,  informasi tentang seseorang tokoh yang akan direkrut, misalkan tentang siapa teman tidur-sekasurnya (isteri), siapa  sedulur-sesumur (saudara dekat), siapa teman bergaulnya, apa saja hobbynya, bagaimana riwayat perjuangannya terutama rasa setiakawan-loyaltas kepada pimpinan dan senior-kejujuran  dan kapasitas pribadinya. Kata akhir Pak Harto diputuskan sendiri, dan disampaikan sendiri oleh Pak Harto kepada yang bersangkutan.

Sejalan dengan bertambahnya usia Pak Harto, kawan seperjuangan Pak Harto makin sedikit, banyak yang mendahului kepangkuan Ilahi. Bersamaan dengan itu, pada pertengahan 80-an hubungan Pak Harto dengan pak Yoga yang sudah berlangsung akrab semenjak tahun 60-an, “membeku”. Jika biasanya hampir setiap Jumat malam mereka bertemu membahas evaluasi dan perkiraan keadaan,  semenjak itu tidak lagi berlanjut. Pak Yoga yang sangat kesal, mengajak saya menenangkan diri ke Jepang hampir selama 2 minggu. Dalam kesempatan ini pak Yoga menyampaikan keprihatinannya terhadap keadaan bangsa dan Negara, yang disebabkan oleh kepemimpinan Pak Harto yang mulai melemah,  bisnis keluarga dan putera-puteranya yang terus membesar serta sumber informasi dan rekrutmen pak Harto yang semakin menyempit. Karena itulah pak Yoga menyarankan agar pak Harto dengan jiwa besar legowo lengser keprabon dan tidak maju lagi dalam masa jabatan berikutnya. Saran pak Yoga tersebut, kata beliau, tidak ditanggapi oleh Pak Harto dan ditolak oleh sejumlah pejabat dekat lainnya. Kisah selanjutnya kita sudah banyak yang tahu.
Demikianlah, betapa penting orang-orang disekeliling pemimpin, diakui oleh para tokoh dunia. Kanjeng Nabi Muhammad menyatakan, “Apabila Allah berkenan untuk munculnya kebaikan bagi seorang pemimpin, maka Allah akan memperuntukkan baginya menteri yang jujur, yang bila ia lupa, maka menteri itu akan mengingatkannya, dan bila ia ingat maka akan mem bantunya. Tetapi apabila Allah berkehendak selain itu, maka Allah akan menyediakan baginya menteri yang jahat, yang bila Sang Pemimpin lupa, maka sang menteri tidak mengingatkan, dan bila ingat tidak membantunya.”
Tentang kepemimpinan, filsuf Islam terkemuka, Al Ghazali menulis panjang lebar dalam bukunya “Nasihat Untuk Penguasa”.  Dalam hal para pembantu , Al Ghazali mendukung pendapat filsuf Yunani, Aristoteles yang menyatakan: “ Sebaik-baik penguasa adalah orang yang pandangannya tajam bak burung rajawali, sedangkan orang-orang yang berada di sampingnya  memiliki kecerdasan serupa, bagaikan banyak  burung  rajawali, bukan seumpama bangkai.”

Dalam konteks ini, Al Ghazali menggariskan 5 kewajiban seorang Pemimpin yaitu:
1.Menjauhkan orang-orang bodoh dari pemerintahannya.
2.Membangun negeri, merekrut orang-orang cerdas dan potensial.
3.Menghargai orang tua dan orang  bijak.
4.Melakukan uji coba dan meningkatkan kemajuan Negara dengan melakukan penertiban serta pembersihan terhadap segala tindak kejahatan.
5.Taat pada aturan serta Undang-Undang dan jangan sekehendak hati.

Seorang pemimpin, tulisnya lagi, harus menghindari 3 hal yang sangat berbahaya karena mudah menipunya yaitu, kekuasaan, kekuatan dan kesenangan akan pendapat serta pengetahuaannya sendiri. Akan hal ini. Si jelita yang gagah berani, Antigone puteri Oedipus dalam Mitologi Yunani juga menyatakan dalam kecamannya  terhadap Kreon, sang penguasa Tebes: “ Kelemahan seorang tiran, melakukan apa saja yang dipikirnya cocok tanpa banyak mendengar pikiran rakyatnya”.

Dalam konteks kekinian, khususnya dalam era modern, orang sering terbuai dengan survai-survai ilmiah mengenai pendapat rakyat tentang sesuatu hal, yang bukan tidak mungkin juga tentang survai pendapat rakyat Yogya terhadap pemilihan Gubernur.  Beberapa survai yang dilakukan dengan pengambilan responden  ratusan orang dan sampling error sekitar 5%, seringkali cepat dipercaya 100% sudah merupakan pikiran rakyat. Sebagai orang yang pada tahun 80-an dan 90-an telah banyak melakukan survai semacam itu, sementara belum banyak lembaga-lembaga swasta lain  yang melakukan, ada beberapa hal yang harus sangat-sangat dicermati  sebelum memanfaatkan hasil survai. Pertama, motivasi, independensi dan subyektivitas pelaksana survai. Kedua, kejujuran pengambil  dan pengambilan sample. Ketiga, tetap harus mencermati faktor X, karena betapa pun, survai itu bukan referendum yang dilakukan terhadap seluruh rakyat.

Semoga catatan dan sedikit pengalaman ini, dapat menjadi “kaca benggala”,  minimal bacaan ringan yang bermanfaat.
Beji, 02 Desember 2010

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda