Selasa, 24 April 2012

SIDANG DPR DENGAN WAPRES BUDIONO: TRAGEDI NASIONAL KETATANEGARAAN.


Saya yakin kita semua terperangah mengikuti sidang Pansus Hak Angket DPR tentang Bank Century, Selasa 12 Januari 2010, yg memeriksa Wakil Presiden/Mantan Gubernur Bank Indonesia Budiono, tatkala tidak bisa atau tidak mau menjawab pertanyaan mengenai apakah dana Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu uang negara atau bukan.
Kemungkinannya hanya 2, dan semuanya tidak bisa diterima akal sehat. Pertama , Wapres berbohong sehingga dengan demikian melakukan kebohongan publik sekaligus melecehkan lembaga tertinggi negara, DPR. Kedua, Wapres menjadi bodoh dan sudah pikun. Tapi mungkinkah?
Dari internet kita dengan mudah bisa menemukan UU tentang LPS, yaitu UU no 24 Tahun 2004 serta UU no 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
UU tentang LPS menegaskan bahwa LPS dibentuk dengan UU dan bertanggungjawab kepada Presiden (ps l2). Dalam melaksanakan tugasnya, LPS harus mengikuti berbagai tata cara yg harus dikonsultasikan dengan DPR dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (ps 9,10 dst), bahkan Dewan Komisionernya diangkat oleh Presiden antara lain berasal dr ex officio pejabat eselon I Departemen Keuangan dan pimpinan Bank Indonesia. Selanjutnya ps 81 menyatakan kekayaan LPS merupakan aset negara yg dipisahkan. Dalam realisasinya, Pemerintah sudah menyetor modal sebesar Rp.4triliun.
UU tsb juga mengatur, rencana kerja dan anggaran tahunan LPS disampaikan kepada Presiden dan DPR (ps.87), demikian pula laporan tahunannya wajib disampaikan kepada Presiden dan DPR. Semakin jelas lagi, laporan LPS diaudit oleh BPK.
Akan halnya BPK, UU no.15 Th 2006 menyatakan, BPK adalah lembaga negara yg bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara (ps.1), yg kemudian diuraikan secara lebih detail lagi dalam pasal 6. UU juga menegaskan (ini juga diragukan oleh Wapres Budiono dalam pemeriksaan DPR sebelumnya), hasil pemeriksaan BPK adalah hasil akhir dari proses penilaian kebenaran, kepatuhan, kecermatan, kredibilitas dan keandalan data/informasi mengenai pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara yg dilakukan secara independen, obyektif dan profesional (ps1 ayat 14).
Berdasarkan pasal 1 (14) UU BPK itu pulalah maka pada tanggal 1 Desember 2009, mantan Hakim Agung Bismar Siregar dengan disertai sejumlah tokoh bangsa senior serta aktivis, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menjadikan hasil pemeriksaan BPK atas Bank Century (BC) dijadikan sebagai bukti awal penyelidikan.
Nah, mungkinkan seorang Wakil Presiden/mantan Gubernur Bank Indonesia tidak mengerti aturan-aturan ketatanegaran yg wajib dilaksanakan plus harus ia tegakkan?
Lebih ironis lagi, Wapres juga mengakui kegagalan BC disebabkan oleh krisis global dan dirampok sendiri oleh pemiliknya. Dengan demikian ia akhirnya mengakui kemarahan Wapres (waktu itu) Jusuf Kalla tatkala menerima laporannya bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani tentang BC. Padahal dalam dasar ilmu hukum yg sudah menjadi pengetahuan umum secara universal, orang yg mengetahui adanya tindak kejahatan, apalagi justru memberi peluang bahkan membantunya, dianggap sebagai pelaku pembantu.
Bukankah ini suatu tragedi nasional???? Ataukah apa yg kita simak dari laporan-laporan media massa serta siaran-siaran langsung televisi mengenai sidang-sidang Pansus Hak Angket DPR tersebut hanya mimpi belaka? Masya Allah, astaghfirullah.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda