Minggu, 13 Desember 2015

WAHYU DAN SENI KEPEMIMPINAN : Seri Etika & Moral Kepemimpinan (13).




Seni kepemimpinan telah banyak diajarkan orang dari masa ke masa, mulai dari rangkaian mitologi Yunani yang amat terkenal, Tao dan Sun Tzu dari Cina, Nasihat Bagi Penguasa-nya Al Ghazali, Sang Penguasa-nya Niccolo Machiavelli, serta sejumlah ajaran Jawa seperti Hasta Brata, Raja Kapa-Kapa, Wulangreh dan Wedhatama, sampai ratusan mungkin ribuan buku-buku teks kepemimpinan abad 20 misalkan The Art of The Leader-nya William A.Cohen dan The Charismatic Leader-nya Jay A.Conger dan sebagainya. 

Dari berbagai buku dan riwayat hidup para pemimpin besar dunia, kita bisa mempelajari bahwa kemampuan kepemimpinan itu tidak jatuh dari langit, melainkan merupakan suatu proses panjang, tempaan keras dan jatuh bangun dalam kehidupan seseorang sebelum menjadi pemimpin. Bagaikan membuat senjata, sang pemimpin tidaklah diperoleh tiba-tiba langsung jadi dari bongkahan tanah, tetapi dikumpulkan dari sejumlah bijih logam, kemudian dibakar api sampai membara dan ditempa terus menerus, sambil sesekali dimasukkan ke dalam air, sampai terbentuk sebuah senjata andalan.

Dalam kamus kehidupan, mereka kenyang menghadapi ujian-ujian kehidupan, diterpa berbagai badai dahsyat serta gelombang pasang surut, sehingga dari waktu ke waktu kearifan, pengalaman dan kapasitasnya sebagai pemimpin semakin meningkat. Mereka terus menerus mengalami pengayaan hidup, dan bukanlah tipe orang yang selalu hidup senang bermanja-manja. Perjalanan dan pengayaan kemampuan  kepemimpinannya bisa diibaratkan lingkaran spiral, yang dimulai dari lingkaran paling luar yang paling besar, yang secara bertahap semakin masuk ke dalam menjadi lingkaran yang semakin mengecil, sampai kemudian menjadi inner circle atau lingkaran terdalam dan pada akhirnya menjadi ujung akhir lingkaran terdalam.

Sejarah dunia dan juga Indonesia mengajarkan, para pemimpin yang tidak mengalami tempaan mengikuti spiral kehidupan yang seperti itu, pada umumnya akan gagal. Mereka akan menjadi pemimpin boneka atau pemimpin yang hanya mengumbar pesona dunia, serakah, tamak, penuh curiga, licik dan kejam. Dalam sejarah Cina misalkan, banyak dijumpai kaisar-kaisar boneka. Sebagai contoh adalah Kaisar Xian atau Liu Xie (181 – 234) yang merupakan Kaisar terakhir dari Dinasti Han yang memerintah dari tahun 189 sampai 220. Contoh lain adalah Kaisar Puyi (1906 – 1967) yaitu Kaisar Cina terakhir yang kisahnya diangkat ke dalam film layar lebar yang amat terkenal yaitu film The Last Emperor. The Last Emperor versi Hongkong diproduksi tahun 1986 oleh sutradara Li Han-hsing, sedangkan versi Hollywood diproduksi tahun 1987 oleh sutradara Bernardo Bertolucci dan memenangkan penghargaan Academy Award.

Di Indonesia, baru-baru ini saya memperoleh kiriman catatan dari sahabat Agus Sunyoto (penulis buku Atlas Walisongo). Catatan itu sebetulnya untuk menunjukkan peristiwa kejatuhan sesuatu rezim yang ditandai dengan amuk atau amok massa, namun semuanya tidak terlepas dari perilaku dan kepemimpinan penguasanya.

Menurut mas Agus Sunyoto, pejabat serakah, rakus, tamak, dalam sejarah kekuasaan di Nusantara selalu jadi pemicu amok massa yang merusak-binasakan segalanya. Tahun 1400 Saka, Majapahit karam dalam lautan darah – yang ditandai sebagai sirna ilang kertaning bhumi. Tahun 1546 Demak karam dalam lautan darah bahkan bekas keratonnya pun hilang. Tahun 1579 Pangeran Banowo sah saking kedhaton Pajang, pergi meninggalkan keraton Pajang, mendirikan pesantren di Parakan. Tahun 1670 Amangkurat l lari ke Tegal dan wafat  di sana setelah Kotagede dijarah pemberontak. Selanjutnya sang pengganti, Amangkurat ll pindah ke Kartosuro. Tahun 1743 Kartosuro pun karam dalam kekisruhan akibat geger Pacinan. Deretan kerusuhan yg melibatkan amok massa terus jadi penanda pergantian rezim. Tahun 1942 saat Jepang masuk, pecah kasus "penggedoran" di Tangerang-Jakarta- Bekasi dengan korban 6000 org tewas. Tahun 1945 amok massa pecah di Surabaya, tentara Jepang yang ditawan di penjara militer Koblen, diseret massa untuk disembelih dan darahnya diminum rame-rame. Tahun 1965 saat Soekarno runtuh massa mengamuk menyerang PKI. Demikian pula amok massa yang terjadi pada saat kejatuhan rezim Orde Baru tahun 1998.

Yang cukup mengkuatirkan dan wajib diantisipasi adalah, Orde Baru tidak membangun sistem kaderisasi kepemimpinan secara terpola terencana dan membiarkan berjalan secara alami, sehingga kejatuhannya secara mendadak mematahkan pola alami spiral kepemimpinan. Akibatnya pola rekrutmennya berlangsung secara bebas sembarangan, sehingga siapa saja termasuk kaum marginal yang semula berada di lingkaran spiral terluar, bisa tiba-tiba saja masuk ke dalam spiral terdalam. 

Yang memprihatinkan dalam situasi seperti ini adalah munculnya kekuataan uang yang membajak sistem demokrasi yang sehat. Munculnya para pengusaha yang  sekaligus menjadi penguasa. Tujuan mereka berkuasa bukanlah untuk menjalankan fungsi kewahyuannya, fungsi menyejahterakan masyarakat dan mewujudkan rahmat bagi semesta alam, melainkan memang semata-mata untuk berkuasa dengan mengumbar nafsu pesona dunia yang tak kan pernah bisa terpuaskan.

Ciri-ciri penguasa yang tidak mengemban amanah kewahyuannya di samping ketidaktulusan dan ketidakikhlasan, antara lain adalah mereka gegabah dalam melakukan sesuatu,  tidak konsisten dan ucapannya tidak  bisa dipegang bahkan sering berbantahan satu sama lain. Padahal sebagaimana nasihat Al Ghazali di awal bukunya Nasihat Untuk Penguasa, seorang penguasa akan dapat mempertahankan kekuasaannya dengan baik dan bisa menyejahterakan rakyatnya, apabila ia tidak pernah melakukan sesuatu tanpa perhitungan dalam arti tidak gegabah,  selalu konsisten dan tak pernah meralat. 

Yang terakhir itu merupakan benang merah yang kuat dalam seni kepemimpinan Jawa, yaitu agar berwibawa, maka seorang penguasa atau raja harus memegang teguh Sabda Pandhita Ratu, tan kena wolak-walik. Artinya, seorang penguasa harus memegang teguh satu kata dan perbuatan. Ucapannya bagaikan ucapan seorang pendeta sakti nan manjur, yang segera menjadi kenyataan. Ludahnya ludah api yang sekali dilontarkan langsung mewujudkan keinginannya. Ucapannya istiqomah dan tidak mencla mencle. Tidak pagi tempe sore dele. Pagi sudah menjadi tempe, sore hari mentah kembali menjadi kedelai.  Ini juga sekaligus mengajarkan bahwa seorang pemimpin tidak boleh berkata atau bertindak semaunya sendiri, menggampangkan persoalan apalagi ngawur, karena dampaknya sangat luas bagi rakyat banyak yang tak berdosa.

Seorang pemimpin tertinggi dalam suatu negara atau kerajaan, dalam bahasa Jawa disebut Ratu, yang berasal dari kata rat yang berarti jagat atau alam raya. Seseorang bisa menjadi raja atau ratu menurut kepercayaan Jawa, karena ia memperoleh wahyu keratuan atau wahyu kedaton atau lebih tepatnya amanah selaku utusan Allah di jagad raya (khalifah fil ard), guna mewujudkan rahmat bagi alam semesta dan seisinya. Tempat tinggal seorang ratu disebut keraton atau kedaton yang berasal dari kata dzat sing katon, maksudnya tempat tinggal wakil dzat Allah yang kelihatan.

Karena mengemban tugas sebagai utusan dan wakil Gusti Allah di muka bumi, maka si penerima wahyu juga harus bisa mencerminkan berbagai sifat mulai Allah, meneladani Kanjeng Nabi Muhammad Saw. menjauhi perilaku tercela, meninggalkan ujub dan riya, jujur, adil serta sungguh-sungguh ikhlas dalam mengemban amanah mewujudkan rahmat bagi jagat raya seisinya. 

Seorang penerima wahyu juga harus memegang teguh sifat-sifat satria utama yaitu “Sumungkem ing Pangeran, bekti ing bapa biyung, welas asih ing sapada-pada. Berbudi bawa leksana, ambeg adil para marta ing liyan, dosa lara diapura, dosa pati diuripi, kuat drajat kuat pangkat. Artinya, sujud dan taat kepada Gusti Allah, berbakti kepada ayah-bunda, belas kasih kepada sesamanya. Berbudi luhur yang diamalkan dalam kehidupan, bersikap adil dan menyejahterakan tanpa membeda-bedakan orang, memaafkan orang yang menyebabkan kita sakit (dalam arti luas termasuk menderita), memberikan hak hidup orang yang menyebabkan kematian (terutama kematian pada keluarga kita). Kuat mengemban derajat dan pangkat.” Jika tidak, maka wahyu kedaton bisa oncat atau pergi meninggalkannya, menjadi orang yang tidak kuat memikul derajat dan amanah, bahkan bukan tidak mungkin tercampakkan luluh lantak. Naudzubillah.

Semoga kita bangsa Indonesia khususnya para elit penguasa, diampuni dan dianugerahi kesadaran dan kemampuan untuk bisa menjadi pemimpin yang amanah dalam mengemban wahyu kepemimpinannya, yakni mewujudkan rahmat bagi semesta alam, khususnya dalam membasmi kezaliman, mewujudkan ketenteraman dan menegakkan keadilan serta menyejahterakan rakyat. Dan bukan pemimpin boneka yang jadi obyek permainan orang-orang di sekelilingnya nan zalim. Aamiin. Berikutnya : TANDA-TANDA PEMIMPIN YANG MEMPEROLEH WAHYU.

1 Komentar:

Blogger pak muliadi mengatakan...

KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.

KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.


KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.

20 Oktober 2016 pukul 03.15  

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda