Bismillahirrohmanirrohim.
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa, dikenal
banyak sekali ramuan obat-obatan tradisional yang lazim disebut jamu atau
bahasa Jawa halusnya jampi. Ada ramuan untuk ibu hamil dan bayi yang
dikandungnya, ramuan untuk sehabis melahirkan, ramuan untuk sang bayi, ramuan
untuk membuat hubungan suami isteri menjadi harmonis saling memuaskan serta membahagiakan satu sama lain, ramuan untuk aneka penyakit sampai ramuan dupa
setanggi menjaga jenazah yang belum dikuburkan agar aroma ruangan tempat jenazah
di semayamkan wangi semerbak.
Ramuan atau resep obat tradisional tersebut dimiliki
banyak orang-orang tua di zaman dulu sebagai catatan pribadi dan di buku-buku
primbon. Sedangkan yang tertuang dalam bentuk tembang, bisa dijumpai dalam
Serat Centhini Bagian atau juz XIII, Bab 251 sampai 253.
Serat
Centhini atau juga disebut Suluk
Tambanglaras atau Suluk
Tambangraras-Amongraga, merupakan salah satu karya sastra terbesar dalam kesusastraan Jawa Baru. Serat Centhini oleh para ahli sastra sering disebut
sebagai Ensiklopedi Jawa, karena menghimpun segala macam ilmu pengetahuan dan
kebudayaan Jawa, yang disampaikan dalam bentuk tembang, dan penulisannya
dikelompokkan menurut jenis lagunya.
Serat atau kitab setebal lebih dari
4000 halaman dalam huruf dan bahasa Jawa
yang dihimpun menjadi 12 jilid ini, digubah oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati
Anom, putra Susuhunan atau Sunan Pakubuwana IV di Surakarta, ,
yang kemudian bertakhta menggantikannya sebagai Susuhunan Pakubuwono V
(1820 – 1823M). Ia dibantu oleh tiga orang pujangga senior dan sejumlah
pujangga lainnya, yang demi penyusunannya, harus disebar mengembara ke berbagai
daerah termasuk menunaikan ibadah haji. Mereka adalah Raden Ngabehi Ronggosutrasna, Raden Ngabehi Yosodipuro II dan Raden Ngabehi Sastrodipuro.
Ronggosutrasno bertugas menjelajahi
pulau Jawa bagian timur, Yosodipuro II
bertugas menjelajahi Jawa bagian barat, sedangkan Sastrodipuro bertugas
menunaikan ibadah haji dan menyempurnakan pengetahuannya tentang agama Islam , yang kemudian mengganti nama
menjadi K.H.Ahmad Ilhar.Sengkala Serat Centhini, berbunyi paksa suci sabda
ji yang berarti tahun Jawa 1742 atau 1814 Masehi, masih dalam masa
pemerintahan Sunan Pakubuwana IV (1813 – 1820M ).
Tiga bab dari Serat Centhini yang
membahas tentang obat-obatan tersebut ditembangkan dalam Sekar Lonthang
sebanyak 78 bait, tembang Balabak 36 bait dan tembang Salisir 40 bait. Pujangga
Raden Ngabehi Ronggowarsito dalam serat Mardowo membagi tembang-tembang Jawa ke
dalam tigsa golongan, yaitu Tembang Gedhe atau Sekar Ageng, Tembang Tengahan
dan Tembang Mocopat atau Sekar Alit. Tembang Lonthang dan Balabak termasuk
dalam Tembang Tengahan yang memiliki aturan seperti tembang macapat
yaitu guru lagu dan guru wilangan. Namun, cengkok dan lagunya menggunakan Sekar
Ageng atau Tembang Gedhe.
Sedangkan Salisir adalah “cakepan
gerongan/sindhenan” yang pada umumnya berupa “wangsalan”, saling bebas
berpantun sahut-menyahut, berupa empat larik/baris dari Tembang Gedhe. Gerongan
yang paling populer atau sering digunakan dalam seni karawitan atau gamelan
Jawa adalah sebagai berikut:
“Parabe Sang Smarabangun,
sepat domba kali Oya,
aja dolan lan wong priya,
gung remeh (gerameh) nora prasaja,”
“Garwa Sang Sindura Prabu,
wicara mawa
karana,
aja dolan lan
wanita,
tan nyata asring
katarka” dan seterusnya.
RESEP
OBAT DALAM SERAT CENTHINI.
Berikut ini beberapa contoh racikan
atau resep obat dalam Serat Centhini:
Dalam
Tembang Lonthang.
Jampi
benter-etis, wonten kawan warna, kang sawarna: sedhah kapanggih rosira, bengkle
dlingo ron ringin temu langya.
Kang
dwi warni: ebungipun pisang saba, podhisari murmak dagi asem kresna, apan sami
binorehaken sarira.
Katri
warni apan namung aben tiga, temu kunir brambang binenem punika,
ugi
sami binorehken patrapiro.
Catur
warni nanging den-unjuk punika: beras adas kunci mrica kumukusnya, brambang
cabe gendhis sawatara.
Bab
251 yang terdiri dari 72 bait tersebut, mengisahkan
pengembaraan rombongan Mas Cebolang, menuju
sebuah daerah yang dari jauh memancarkan cahaya. Setelah didekati cahaya
tersebut hilang, namun di tempat itu mereka bertemu dengan Ki Wanakarta dan isterinya yang sangat
mumpuni dalam ilmu pengetahuan. Mereka berguru tentang berbagai hal kehidupan
manusia, antara lain obat-obatan. Contoh empat bait di atas adalah obat untuk
orang sakit panas tinggi tetapi badannya menggigil kedinginan, berupa empat
macam obat.
Dalam
Tembang Balabak.
Ki
Saloka tanya malih mring ni wisma, jampine, ingkang tumrap dumatheng jaler
kewala, pedahe, bilih wonten enggal kawedharena, saene.
Nyai
wisma mesem lah ngangkah punapa, sarehne, tiyang sepuh wus nir
walangsangkerira, milane, kula weca usada tumrap priya, clemede.
Jampi
apes: lung pare tri punggel lawan, benglene, tigang iris pinipisa ingkang
lembat, nulya ge, ingurutken dhumateng dedakira, wratane.
Catatan: Bab 252 Serat Centhini ini banyak memberikan
berbagai ramuan obat kuat bagi pria. Namun karena agak seronok, maka hanya saya
kutipkan satu contoh saja. Bagi yang berminat lebih jauh silahkan membaca
langsung dari Serat Centhininya.
Kagem
loloh: bendha laos wewahira, bendhane, ingatengan among satunggal kalawan,
laose, sapalihe (n)dhas-ayam mung tumrap wreddha, ekase.
Bilih
mencret: brambang puyang eron sabrang, wewahe, sadayeku pinipis sareng
sadhekan, ingombe, amung bendha laos punika inguntal, patrape.
Bab
252 yang terdiri dari 36 bait itu, menceritakan
dialog Ki Saloka yang sambal senyum malu menanyakan resep obat kuat bagi kaum
pria kepada Nyi Wanakarta, yang kemudian menjelaskan berbagai jenis resep.
Dalam
Tembang Salisir.
Sampun
jinentreh sadaya, nyi wisma malih wacana, humanduke kang usada, mrih istijab
utaminya.
Saestu
kedah ngupaya, ari wuku tigang dasa, pinilih kang pratelakna, asung usada
waluya.
Kemis
Legi wuku Sinta, lenggahe anjampenana, sakit mripat punika, saestu dadya
waluya.
Ngat
Kliwon Tolu wukunya, punika usadanana, sadhengah raga tiarda, tartamtu dumadya
mulya.
Slasa
Wage Gumbreg ika, lenggahe anjampenana, tiyang ewah kang saking raga, mantuka
engetanira.
Bab
253 yang terdiri dari 40 bait di atas,
menguraikan perihal waktu yang paling tepat buat mengobati sesuatu jenis
penyakit, yang dilanjutkan dengan
nasihat mengenai watak, sifat dan perilaku manusia, misalkan yang suka
padu, yaitu berantem baik mulut maupun fisik seperti anjing; manusia yang sok berlagu
seperti badak, manusia yang sok mengandalkan kebesaran dirinya bagaikan gajah
dan lain sebagainya seperti contoh berikut:
Yen
jalma sok dhemen padu, punika kawongan asu, lamun ginitikan iku, tan na nulung
ngaru-biru.
Wong
ladak kawongan warak, kumalungkung ngoyak-ngoyak, tan welas ragane gupak,
endhut temah gelis rusak.
Agahan
kawongan gajah, ngendelken gung luhur miwah, telale gadhinge branggah, blaine
lali ing tingkah.
Resep
Obat Dalam Primbon.
Masyarakat Jawa memiliki sejumlah
Primbon yaitu semacam buku pintar, yang berisi berbagai hal yang menyangkut
kehidupan termasuk obat-obatan, yang disusun berdasarkan pengalaman atau data
empiris, yang dihimpun dari masa ke
masa baik secara tertulis maupun
secara tutur. Satu kelemahan dalam hal obat-obatan, sampai sekarang belum
banyak yang didukung dengan uji klinis secara modern, padahal dalam kehidupan
sehari-hari kita jumpai berbagai merek obat dan aneka jamu tradisional. Sebagai
koleksi masyarakat umum, dan bukan karya sastra, tentu saja ramuan tersebut
tidak disajikan dalam bentuk tembang.
Dari sekian banyak resep obat, yang
terbanyak adalah obat untuk kesehatan pasangan suami isteri atau obat untuk
pria dan wanita dewasa. Dari berbagai sumber, penulis menghimpun untuk pria dan
wanita masing-masing tidak kurang dari 60 jenis obat. Mengapa? Karena mereka
adalah tiang utama rumahtangga atau keluarga, sehingga harus sehat dan kuat
lahir batin. Obat-obatan itu mencakup banyak hal, mulai dari kesehatan fisik
secara umum, menjaga kebugaran, menjaga bau badan dan semua hal yang di sekitar
babahan hawa sanga (sembilan lubang manusia), resep untuk mencapai hubungan
badan suami isteri supaya harmonis dan saling memperoleh kepuasan serta
saling membahagiakan, resep agar
memiliki keturunan yang sehat, merawat ibu hamil serta bayi di dalam
kandungannya, perawatan setelah melahirkan dan lain-lain, misalkan:
Jamu
lemah syahwat:
Bahan-bahan: satu ons jahe, satu butir telur ayam kampong, satu butir jeruk
limau/nipis yang besar, satu sendok makan kecap manis, satu sendok makan madu
asli, tujuh butir merica dan tiga lengkuas.
Cara membuatnya, jahe diperas dan
diambil airnya, telur dikocok sampai halus, jeruk diperas diambil airnya,
merica ditumbuk halus, campurkan kecap dan madu kemudian dikocok sampai
tercampur merata. Diminum sore atau malam hari menjelang berhubungan, sedangkan
ampasnya diseduh dengan air hangat-hangat kuku untuk dibalurkan pada “senjata
pria” setelah selesai berhubungan suami isteri.
Menjaga
agar tubuh wanita langsing tapi padat berisi.
Secara umum, agar tubuh padat dan
sehat adalah dengan mengurangi sebanyak mungkin minum sehabis makan, sehingga
enzim serta bakteri sehat dalam perut bisa bekerja secara optimal, dan tidak
menurun kadar kepekatannya karena air yang kita minum. Khusus untuk wanita, buatlah segelas teh
kental pahit yang dicampir air dari perasan satu butir jeruk nipis. Minumlah
setengah gelas di pagi hari dan setengah gelas di sore hari.
Jamu
agar wanita sehat dan mudah mencapai puncak kenikmatan.
Bahan-bahannya: adas pulosari 2
sendok makan, madu asli 2 sendok makan, kuning telur 2 butir, daun pepaya muda
3 lembar, merica hitam 10 butir. Adas pulosari dan merica ditumbuh sampai
halus, demikian pula daun papaya ditumbuk halus dan diperas airnya. Campur sampai
merata ketiga bahan tersebut dengan kuning telor, kemudian tambahkan madu dan
aduk lagi sampai merata. Hasilnya diminum sekaligus seminggu sekali.
Obat
batuk.
Banyak macam obat batuk, untuk itu
saya ambilkan dua macam.
Pertama, parut kencur sampai halus dan peras airnya, kemudian campur
dengan madu asli secukupnya. Bisa membuat sekaligus sampai memperoleh campuran
sebanyak satu cangkir dan disimpan di kulkas. Sebelum diminum keluarkan dari
kulkas agar tidak terlalu dingin. Untuk anak-anak minumkan satu sendok makan
tiga kali sehari, sedangkan untuk dewasa dua sendok. Jika batuk parah, bisa
sampai empat kali sehari.
Kedua,
daun pare diperas diambil airnya,
diminum seperti obat pertama.
Jamu
sakit pinggang karena bekerja atau olahraga berat.
Ambil 8 lembar daun alpukat yang
segar dan bagus, tidak terlalu muda dan juga tidak tua, direbus dengan 2 gelas air sampai menjadi tinggal satu
gelas. Embunkan di malam hari, yaitu taruhlah di udara bebas yang aman dari
berbagai gangguan dan kotoran agar bercampur dengan embun malam. Pagi hari
diminum dan lakukan selama satu minggu.
Demikianlah sekedar contoh dari
banyak ramuan obat tradisional, yang sayangnya, belum diuji secara klinis.
Meskipun demikian secara umum, mencoba obat-obatan tradisional terutama ramuan
herbal tidaklah terlalu mengkhawatirkan dibanding obat kimiawi. Sudah
barangtentu kita bisa merasakan sendiri setelah dua atau tiga kali minum,
apakah tubuh kita bisa menerima dan melanjutkan atau menolak dan menghentikan.
Hakikat
Penyembuhan.
Di atas itu semua, dalam ajaran
tasawuf Jawa yang sangat kental mewarnai Serat Centhini serta berbagai Primbon
Jawa, ada satu ajaran yang menggariskan
bahwa ramuan obat yang kita akan
gunakan, hanyalah salah satu sarana. Masih ada sarana lain seperti sudah
disinggung dalam Bab 253 (Tembang Salisir). Di samping sarana, masih diperlukan
jalan, yang berupa penyatuan secara harmonis antara cipta, rahsa dan karsa.
Itu pun masih belum cukup. Demi memperoleh kesembuhan dan kesehatan yang
barokah, harus dilandasi oleh hakikat penyembuhan, yakni kersaning Allah. Gusti Allah ngabulake. Dengan ijin dan ridho Gusti
Allah Yang Maha Menyembuhkan hamba-hambaNya.
Bagaimana meraihnya? Insya Allah
kita bahas dalam waktu yang tepat.
(Sumber:
Serat Centhini, Bertasawuf Di Zaman Edan, Primbon Betaljemur Adammakna, Primbon
Lukmanakim Adammakna, Aneka Resep Obat Kuno dan catatan keluarga). B.Wiwoho
* Materi Untuk Kajian & Latihan Seni Mocopat Seri ke 3, Paguyuban Suluk Nunsantara, Sabtu Legi 8 Sapar 1951 (28 Oktober 2017).
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda