Selasa, 21 Oktober 2025

BUKU : STRATEGI PEMBANGUNAN MASA DEPAN

 STRATEGI PEMBANGUNAN            MASA DEPAN                                                               

Memetik Hikmah Masa Lalu dan Sekarang Demi Mewujudkan Kejayaan Indonesia *)



Kondisi Mengkhawatirkan

Gambaran bangsa dan negara yang mengkhawatirkan, mundur ke belakang, krisis etika, krisis karakter, mengalami deformasi dan dalam banyak hal tidak sedang dalam keadaan baik-baik saja bahkan mengkhawatirkan, menjadi bahan pembicaraan yang sambung-menyambung dalam acara bedah trilogi buku Tonggak Tonggak Orde Baru, Jumat 11 Oktober 2024 di Kompas Institut Jakarta.

Kita sedang berada di era deformasi, karena praktik operasionalnya berbanding terbalik dengan makna reformasi itu. Terutama, semenjak diberlakukan UUD NRI 1945 produk Amandemen alias UUD 2002. Wajah negara bangsa ini telah dicorat-coret sedemikian rupa sehingga tidak terlihat keaslian 'Wajah Indonesia' yang dahulu dikenal guyub, ramah, tepo seliro, toleransi, santun, pekerja keras, gotong royong dan seterusnya. Justru perilaku warganya kini diwarnai sikap beringas, individualis, materialis, pragmatis, hedonis, narsis, liberal lagi kapitalistik.

Selain sikap rakyatnya yang berubah drastis, juga ulah para tokoh, elit-elit politik, dan perumus kebijakan yang nyaris tanpa keteladanan. Nampak jelas banyak di antara mereka yang bersemboyan. “Berkuasa dan kaya raya dalam tempo yang sesingkat-singkatnya dengan segala cara.“ Hal tersebut diperparah dengan maraknya 'kemiskinan' di berbagai lini dan sektor yakni miskin mental, miskin moral dan miskin iman atau miskin keyakinan.

Satu hal yang menumbuhkan harapan adalah gambaran yang diungkapkan para pembicara, dan juga buku Tonggak-Tonggak Orde Baru, yang kurang lebih sama dengan isi buku Paradoks Indonesia dan Solusinya, yang ditulis oleh Prabowo Subianto, kini Presiden Republik Indonesia (PT. Media Pandu Bangsa, Januari 2022). Prabowo Subianto yang tatkala menulis buku tersebut menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan dalam bukunya memaparkan banyak data, fakta dan angka-angka yang memperkuat bacaan keadaan.

 

BEBERAPA HAL YANG DIUNGKAPKAN PRABOWO ANTARA LAIN:

1.Utang Pemerintah per Agustus 2021 sebesar Rp.6.700 triliun (41% dari PDB), US$200 miliar atau sekitar Rp.2.800 triliun di antaranya merupakan utang luar negeri. Utang yang terus membengkak itu mengakibatkan semenjak tahun  2012, Negara harus membuat utang baru untuk membayar bunga utang yang sudah jatuh tempo, karena keseimbangan primer menjadi defisit. Yang dimaksud dengan keseimbangan primer yaitu selisih dari total pendapatan negara dikurangi belanja negara di luar pembayaran bunga utang.

Jika pada 2010 kita masih surplus Rp.41,5 triliun, 2011 turun jadi Rp.8,9 triliun dan 2012 berubah defisit (-) Rp.52,8 triliun, 2013 minus Rp.98,6 triliun dan terus membesar sehingga pada 2020 menjadi minus Rp.642,2 triliun. (halaman 31 – 32).

Sementara itu menurut CNBC Indonesia, kini utang pemerintah bahkan makin menumpuk. Per Juli 2024, utang pemerintah tembus Rp 8.502,69 triliun, atau naik sekitar Rp 57,82 triliun dalam sebulan. Pada Juni 2024, Kementerian Keuangan mencatat, utang pemerintah masih sebesar Rp 8.444,87 triliun. (https://www.cnbcindonesia.com/news/20240816082004-4 563469/makin-numpuk-utang-ri-tembus-rp-8500-triliun-di-juli 2024).

 

2. Kekayaan Negara mengalir keluar secara gelap: selama 2004 – 2013 diperkirakan Rp.19.100 triliun. Sementara data Kementerian Keuangan 2016, jumlah uang WNI di bank-bank luar negeri sebesar Rp.11.000 triliun, sedangkan yang berada di bank-bank dalam negeri Rp.7.000 triliun. (halaman 53 – 54).

3. Ekonomi milik siapa? Mengutip data Credit Suisse Global Wealth Databook 2021, yang mengacu pada data rasio gini 0,366, Prabowo menulis 1% penduduk menguasai 36% kekayaan Indonesia, atau sekitar Rp.16.800 triliun dari total kekayaan orang Indonesia Rp.44.800 triliun. Di lain pihak Badan Pusat Statistik mengumumkan rasio gini Indonesia baik di kota maupun pedesaan per September 2020 naik jadi 0,385 dari 0,380 pada setahun sebelumnya. (15 Februari 2021, h ps://www. antaranews.com/berita/2000465/bps-gini-ra o-indonesia-naik-jadi-0385 naik-di-kota-maupun-desa).

Ironisnya, 1% dari penduduk kita atau hanya sekitar 2,6 juta orang, juga menguasai 67% dari seluruh tanah yang ada di negeri kita (Sumber: Kementerian ATR/BPN 2020). Yang sangat memprihatinkan, masih menurut Credit Suisse, dari total kekayaan pribadi yang dimiliki warga Indonesia sebesar Rp.44.800 triliun tadi, 66% di antaranya berada di tangan 10% warga terkaya, 10% warga termiskin tidak memiliki apa-apa, bahkan 10% warga termiskin malah memiliki utang. Tak pelak lagi, itulah kesenjangan yang mengkhawatirkan (Paradoks Indonesia : 69 dan seterusnya)

4. Empat dari Sepuluh Balita Stunting. Dampak yang amat memprihatinkan dari kemiskinan sekaligus kesenjangan tadi bagi masa depan Indonesia adalah lebih dari sepertiga generasi muda kita menghadapi masa depan yang sangat buruk, karena  dari 10 anak balita sekarang mengalami stunting, atau pertumbuhan yang buruk, pertumbuhan kerdil dalam arti luas, kerdil tubuh dan otaknya. (Buku 3 TONGGAK-TONGGAK ORDE BARU : 244 – 245).

5. Darurat Korupsi. Tentang ini Prabowo mengutip sumber Komisi Pemberantasan Korupsi, yang menyatakan potensi kebocoran APBN mencapai Rp.2.800 triliun per tahun, dengan rincian total seharusnya penerimaan Negara Rp.4.000 triliun, bocor 50% menjadi anggaran Negara saat ini Rp.2.000 triliun, dan bocor lagi 40% sehingga dampak ke ekonomi Negara hanya tinggal Rp.1.200 triliun. Yang amat sangat memprihatinkan sepanjang tahun 2004 – 2021, sebanyak 22 Gubernur (Indonesia terdiri dari 34 propinsi) dan 122 Bupati/Walikota (dari 514 Daerah Tingkat II), harus dipenjara karena terbukti korupsi. (Paradoks Indonesia : 97 – 98).

6. Demokrasi Kita Bisa Dikuasai Pemodal. Prabowo Subianto yang juga Ketua Umum Partai Gerindra, juga membahas panjang lebar persekongkolan antara penguasa dengan pemodal, dalam Paradoks Indonesia bab Demokrasi Kita Bisa Dikuasai Pemodal ( halaman 87 – 96). Berbagai kelemahan dan ancaman dalam kehidupan ber bangsa dan bernegara sebagai akibat dari UUD 1945 Asli yang diamandemen pada tahun 2002, selain kental dengan isu-isu pembelahan yang mengancam persatuan dan kesatuan, juga ditandai dengan demokrasi semu yang dikuasasi oleh dwifungsi gaya baru “Pengusaha – Penguasa”, pengusaha yang bukan sekedar berkolusi, namun merangkap penguasa dan elit-elit partai politik, yang tidak sejiwa dengan sila keempat Pancasila; serta mengakibatkan terjadinya ketidakadilan sosial ekonomi yang sangat menyolok.

 

SOLUSI STRATEGIS SISTEMIS

Untuk mengatasi berbagai kondisi kritis yang diuraikan di bagian depan, sekaligus mencegah terjadinya bahaya perpecahan bangsa, maka kita harus memiliki serta melaksanakan kebijakan strategis yang menyeluruh dan terpadu, bukan hanya bersifat tambal sulam, emosional dan manipulatif yang tidak menyentuh akar utama persoalan, yakni mengembalikan kehidupan bermasyarakat – berbangsa dan bernegara sesuai dan sejalan dengan semangat serta cita-cita proklamasi kemerdekaan sebagaimana dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945, yang harus menjiwai seluruh pasal-pasal dalam batang tubuh UUD. Langkah selanjutnya adalah menjabarkan pasal-pasal tersebut ke dalam berbagai UU dan peraturan turunannya, antara lain penguasaan modal dan sumber daya alam yang bisa membangun peta kompetisi di antara sesama anak bangsa secara sehat, seimbang dan berkelanjutan, yang disertai penguasaan teknologi dan kemampuan menghadapi dengan baik kapitalis global, articial intelligence dan kecenderungan pertumbuhan yang eksponensial dalam banyak hal.

Yang juga tak kalah penting adalah secara sungguh-sungguh tidak pandang bulu kita harus memberantas KKN dengan antara lain melaksanakan dan menegakkan UU no 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Secara garis besar, solusi strategis sistemis itu bisa di kelompokkan sebagai berikut:

1. Membangun kepemimpinan nasional yang kuat, yang dapat menumbuhkan kepercayaan dan harapan rakyat, yang menjiwai dan beriorientasi pada keadilan sosial dan pem bangunan karakter bangsa, serta memiliki kemampuan untuk melakukan rancangbangun sosial yang baik dan memadai; yang juga bisa membuat serta melaksanakan paradigma baru dalam bidang ekonomi dan kesejahteraan rakyat yang sesuai dengan situasi, kondisi dan kebutuhan bangsanya, sehingga bisa keluar dari keterpurukan yang semakin parah, akibat paradigma lama yang mengekor peradaban bangsa-bangsa lain.

2. Memulihkan, menjaga dan meningkatkan keamanan dan ke tertiban umum, di samping tetap memberikan perhatian yang serius terhadap masalah perbatasan wilayah ke daulatan negara.

3. Tata Pemerintahan yang amanah, akuntabel dan meningkat kan kualitas serta aksesibilitas pelayanan publik. Bila situasi sangat mendesak, bisa diberlakukan Manajemen Krisis/Crisis Center selama periode tertentu misalkan 100 hari.

4. Mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat dengan meningkatan kesejahteraan sosial rakyat, mengatasi kesenjangan sosial ekonomi dan membentuk masyarakat yang sehat termasuk mengantisipasi dampak di masa depan akibat 4 dari 10 generasi muda mengalami stunting dan lain lain. Dalam membentuk masyarakat yang sehat diperlukan antara lain: (a). tersedianya sarana dan pelayanan kesehatan yang mencukupi; (b). pembangunan lingkungan hidup dan sanitasi serta komunitas sadar hidup sehat ; (c). perbaikan gizi; (d). mencegah timbulnya wabah dan antisipasinya serta pemberantasan penyakit menular; (e). pembinaan dan pengawasan yang kuat terhadap obat obatan, makanan dan minuman.

5. Membangun ekonomi kerakyatan dan kemandirian ekonomi, pro people – pro poor, dengan melaksanakan secara konsisten dan konsekuen pasal 33 UUD 1945 khususnya ayat 1 – 3, termasuk di antaranya mendisain dan menggalang kembali konsep Perusahaan Inti Rakyat, serta menjadikan perusahaan-perusahaan besar bagaikan lokomotif yang bergerak secara terintegrasi harmonis dengan gerbong gerbong UMKM. Seiring dengan itu digerakkan pem bangunan yang dimulai dari desa, yang berbasis ekonomi kreatif dan berkelanjutan. 6. Menegakkan hukum dan keadilan secara konsisten dan kon sekuen, termasuk dalam membasmi KKN, dan secara lebih khusus lagi menegakkan Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme serta membuat UU tentang Pembuktian Terbalik Asal-Usul Harta Kekayaan serta UU Perampasan Aset Tindak Pidana.

7. Mengembangkan sistem pendidikan nasional dan pembi naan kebudayaan yang: (a) berjatidiri kokoh serta bisa mengambil hikmah dari sejarah bangsa-bangsa khususnya sejarah nasional kita sendiri; (b) Mencermati serta mengantisipasi revolusi budaya dan perkembangan gaya hidup generasi muda masa depan, yang bukan tidak mungkin akan membentuk suatu peradaban baru. Sejalan dengan itu kita harus kembali menggalang karakter bangsa yang kokoh. Dunia pendidikan mempunyai tanggung jawab mewujudkan karakter yang baik, dengan menanamkan pemahaman akan etika dan moral sebagai pedoman bagi para generasi muda Indonesia Emas dalam mewujudkan pembangunan karakter bangsa yaitu jujur, bertanggung jawab, disiplin, visioner, adil, kerjasama, dan peduli (7 Budhi Utama). (c) Mampu mengejar, mengikuti dan menguasai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya smart technology dan articial intelligence yang kini sedang melesat pesat, eksponensial.

Kita perlu segera menyadari kelemahan generasi milenial dan Gen Z kita dewasa ini, meskipun mereka digolongkan sebagai native digital , yaitu generasi yang lahir dan tumbuh di era digital, dimana teknologi tertanam dalam kehidupan sehari-hari, tetapi justru paling rentan terhadap risiko pengangguran. Padahal seharusnya dengan digital informasi tidak terbatas, kreativitas menjadi lebih bagus dan lebih inovatif. Tetapi itu tidak terjadi, artinya mereka hanya sebagai pengguna digital, dan bukan sebagai inovator digital, tidak menciptakan kolaborasi. Pemanfataan digital masih sangat rendah, masih lebih sekadar hiburan. Berbeda dengan di negara-negara tetangga, dengan digital mereka lebih rajin belajar. Padahal dilihat dari statistik, penetrasi internet kita sudah 77% dari total penduduk Indonesia, (d) Mengembangkan pendidikan kaderisasi pemimpin bangsa yang diinisiasi oleh negara maupun masyarakat sipil. Pemimpin yang berkualitas dan berjiwa demokratis sangat penting bagi masa depan demokrasi itu sendiri. Namun ia tidak lahir dengan tiba-tiba. Ia lahir dari proses pendidikan baik formal dan informal. Demokrasi bukan sesuatu yang sekedar mengikuti kehebatan orang-orang pintar, dan tidak juga boleh terbawa arus kerusakan yang ditimbulkan oleh orang-orang bodoh. Karena itu menyelenggarakan pendidikan bagi lahirnya generasi penerus bangsa adalah tanggung jawab bersama bangsa ini. Baik negara maupun masyarakat sipil perlu bahu membahu untuk mewujudkan pendidikan kaderisasi pemimpin bangsa ini.

8. Menata kembali sistem politik dan ketatanegaraan yang mampu mengikuti perkembangan dan tantangan zaman serta globalisasi, namun tetap berlandaskan pada semangat dan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 – 18 Agustus 1945, serta mengambil hikmah dan pelajaran dari pengalaman se lama Orde Lama, Orde Baru dan Orde Reformasi khususnya pasca Amandemen UUD 2002. Dalam mengantisipasi tantangan zaman dan globalisasi yang terus berkembang, kita harus bisa mengatasi serta menangkal berbagai bentuk perang modern dengan perang asimetrisnya beserta divisi divisi tempurnya, demikian pula dalam menghadapi radikalisme dan ekstremisme beserta ancaman terorisme dan kejahatan-kejahatan internasional-global lainnya .

9. Mengembangkan hubungan kerjasama internasional melalui politik luar negeri yang bebas aktif sesuai dengan yang telah digariskan oleh para pendiri Republik Indonesia, demi terwujudnya tata dunia baru yang harmonis dan sederajat, yang rahmatan lil alamain – rahmat bagi semesta alam, yang hamemayu hayuning bawono – menjaga dan melestarikan anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa pada alam semesta ini dengan segenap isinya. Dalam kaitan ini, Indonesia harus mencermati perkembangan geopolitik dunia yang ber potensi, bahkan cenderung berubah secara dinamis dan cepat.

 

LANGKAH-LANGKAH MENDESAK

1. Satu kepemimpinan nasional yang solid, kuat, berwibawa dan efektif, yang:

1.1). Satu visi, satu irama langkah, satu kata dan perbuatan, satu saluran informasi.

1.2). Bersih – Sederhana – Mengabdi – dan Amanah serta peduli pada orang kecil dan penderitaan rakyat, dapat menjadi panutan/tuntunan, dan bukan tontonan apalagi pencitraan semu semata.

1.3). Mampu menggalamg kepercayaan rakyat, sekaligus membangun harapan mereka atas masa depan nan gemilang, dan selanjutnya memimpin rakyatnya untuk bergerak, berbuat mewujudkan harapan tersebut menjadi kenyataan.

1.4). Mampu menghapus kecenderungan pembelahan bangsa, merekatkan kembali yang retak, meredam bibit-bibit SARA, menggalang persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan semangat Bhineka Tunggal Ika dari 300an suku bangsa yang mendiami lebih dari 17.500 pulau di negeri maritim Nusantara Raya ini.

1.5). Mengendalikan ketertiban umum dan keamanan nasional dalam arti luas termasuk pengamanan prasarana dan sarana produksi, telekomunikasi dan konflik-konflik SARA.

2. Penguatan Penegakan Hukum:

2.1.). Prioritas pada aspek hukum ini sangat mungkin dilakukan jika ada itikad politik (political will) yang kuat dari presiden, terlebih lagi dukungan publik sangat besar untuk pembenahan di sektor ini. Pembenahan aspek ini akan menjawab banyak persoalan lainnya seperti isu korupsi, hak asasi manusia, kerusakan lingkungan, kesenjangan ekonomi, kecurangan Pemilu, premanisme, dan sebagainya yang sesungguhnya merupakan dampak dari lemahnya penegakan hukum.

2.2).Menyelenggarakan serta wewujudkan penegakkan hukum dan pemberantasan KKN (antara lain berdasarkan UU 28 tahun 1999) secara tegas dan konsekuen, termasuk mewujudkan UU Pembuktian Terbalik Asal-Usul Harta Kekayaan beserta kelengkapannya serta UU Perampasan Aset Tindak Pidana, dan jika perlu bergerak laksana Mahkamah Luar Biasa, sehingga:

a). Bisa menjadi terapi kejut seperti Mahmilub di awal Orba;

b). Bisa menjadi tonggak sejarah yang gemilang;

c). Bisa membangun dan mengembangkan transparansi serta kontrol masyarakat terhadap aparat penegak hukum (polisi, hakim, jaksa dan Mahkamah Agung).

3. Kembali ke UUD 1945 Asli – 18 Agustus 1945, kecuali mempertahankan pasal tentang masa jabatan Presiden yang hanya boleh 2 (dua) kali. Setelah itu membentuk Komisi Konstitusi yang independen, non politik partisan, guna bersama masyarakat luas merumuskan dan mempersiapkan penyempurnaan UUD sesuai tuntutan kebutuhan dan zaman, melalui sistem adendum dengan tetap melestarikan teks UUD Asli dan penjelasannya, sebagai suatu dokumen sejarah bangsa.

4. Sistem Politik Ketatanegaraan. Terkait sistem politik ketatanegaraan, ambang batas pencalonan presiden harus dihapuskan agar tidak terjadi pemusatan kekuasaan yang berlebihan pada presiden. Penguatan presidensial memang dibutuhkan tetapi yang harus kuat adalah sistemnya, bukan presidennya. Lalu agar fungsi kontrol legislatif berjalan alamiah dan tidak terkooptasi “orang kuat”, seharusnya fraksi di parlemen ditiadakan. Sebab, selama ini fraksi lebih terlihat sebagai bentuk oligarki dalam parlemen dan menjadi rantai komando elite yang seringkali melawan kehendak rakyat.

Dalam sistem kepartaian/parpol juga harus secara tegas dilakukan penguatan sistem demokrasi internal partai. Partai sebagai lembaga demokrasi, mestinya juga menerapkan sistem kelembagaan demokratis. Pengambilan keputusan yang sentralistis dan berpusat di ketua umum partai harus ditata kembali, termasuk dalam penentuan calon yang akan masuk dalam jabatan-jabatan publik. Definisi proses yang demokratis dalam pencalonan pemilihan harus didefinisikan secara operasional dan diputuskan secara transparan. Tak sekadar pengambilan keputusan yang sentralistik, personifikasi partai politik pada ketua umum baik yang bergaya korporat maupun ala militer harus dihentikan karena tidak mencerminkan partai modern.

Sejalan dengan itu bangunan kelembagaan oposisi juga harus diperkuat, sehingga memungkinkan bagi terwujudnya kontrol kekuasaan (checks and balances). Oposisi belum merupakan satu tradisi dalam politik kita. Padahal ini merupakan elemen penting bagi demokrasi. Oposisi yang kuat bisa menghadirkan alternatif kebijakan dari yang disodorkan penguasa sehingga dapat lahir kontestasi ide untuk kemajuan pembangunan. Oposisi yang baik akan memberikan koreksi saat kekuasaan menyimpang dari konstitusi. Oposisi yang baik melakukan itu semua dengan cara konstruktif, berbasis data dan tetap mengindahkan etika politik.

Disamping menggalang oposisi, bangunan masyarakat sipil yang demokratis pun harus digalang. Masyarakat sipil yang kuat adalah prasyarat penting bagi kemajuan demokrasi. Hari ini, partisipasi masyarakat sipil adalah penyumbang utama skor demokrasi Indonesia yang baik menurut berbagai pengamat dan lembaga, baik di dalam maupun luar negeri. Masyarakat sipil yang kuat bisa menjadi pengimbang kekuasaan terutama ketika sistem politik terjebak dalam kartelisasi dimana semua kekuatan yang semestinya bersaing justru saling bekerja sama di dalam kekuasaan seperti saat ini.

5. Menata kembali sistem pengelolaan negara, berdasarkan dan sebagai dampak butir 3 dan 4 di atas, antara lain penghapusan lembaga-lembaga yang tidak lagi diperlukan, kaji ulang serta perubahan berbagai UU dan lain sebagainya. Untuk itu perlu dibentuk tim atau satuan-satuan tugas yang mampu bekerja secara cepat sesuai bidang tugasnya – integral dan komprehensif.

6. Membentuk tim ekonomi pembangunan, yang mampu menangani dampak-dampak krisis yang terjadi, sekaligus membuat rancang bangun pembangunan jangka pendek – menengah dan jangka panjang termasuk:

6.1). Menjaga stabilitas kebutuhan pangan dan bahan pokok terutama dengan mendayagunakan secara optimal segenap potensi di sekeliling kita masing-masing termasuk:

a). Bahan bakar dan kebutuhan energi dalam arti luas dan bersih secara berkelanjutan. Contoh paling sederhana adalah mengolah serta mendayagunakan sampah, energi matahari dan air sampai dengan skala-skala kecil.

b).Mewujudkan swasembada pangan (dalam arti luas yang bukan semata-mata bertumpu pada beras tapi juga pada produk-produk lokal seperti sagu, umbi umbian dll.) secara komprehensif-terintegrasi berkelanjutan dari hulu sampai hilir.

6.2). Restrukturasi utang negara.

6.3). Kebijakan fiskal dan moneter yang pro poor – pro people/ development.

6.4).Kendali perpajakan dalam arti luas termasuk law enforcement dengan shock therapy yang memiliki detterent effect positif, serta menutup lubang-lubang penyelundupan dan permainan pajak dalam transfer pricing dan pelaksanaan PPN.

6.5). Menjaga dan menggerakkan sektor riil khususnya industri, pertanian, kelautan, pertambangan dan jasa, termasuk terjaminnya suplai bahan baku dan bahan pembantu dengan harga yang wajar.

6.6). Membangun industri maritim Nusantara Raya dengan an tara lain:

(a). Galangan-galangan kapal nasional untuk pembuatan kapal dan servis.

(b). Menguasai sebagian besar angkutan ekspor-impor. (c). Menguasai sepenuhnya angkutan antar pulau.

6.7). Membangun:

(a).“Pagar Laut Luar”, yaitu suatu rangkaian operasional kapal nelayan di ZEE dan pulau-pulau terdepan (sebagai pengganti istilah pulau terluar), yang terintegrasi dan didukung oleh industri pengolahan hasil laut serta Angkatan Laut yang kuat.

(b).”Pagar Laut Dalam”, yaitu pengolahan dan industri hasil laut termasuk garam dan biota laut lainnya di sepanjang garis pantai (sekitar 81.000 km) dari lebih 17.500 pulau kita.

6.8).Membangun suatu kawasan pertumbuhan di wilayah wilayah perbatasan negara, yang dimotori oleh “Brigade - Brigade Nasional” yang mengintegrasikan secara komprehensif seluruh komponen bangsa, keahlian dan modal, di antaranya para bintara TNI-Polri dan keluarganya. Kawasan ini memperoleh sejumlah keistimewaan sehingga menjadi pendorong serta penguat pertumbuhan wilayah dan penduduknya. Di masa lalu, daerah seperti ini diberi nama Daerah Perdikan, daerah yang memiliki beberapa kemahardikaan, memiliki kebebasan atau kelonggaran. Di era sekarang mungkin bisa diberi nama “Benteng Perdikan“.

6.9).Membangun industri terpadu dari hulu ke hilir secara berkelanjutan dengan mengantisipasi dan menguasai perkembangan teknologi, sesuai Skema Pohon Industri yang berbasis pada:

(a). Pertanian/perkebunan/kehutanan.

(b).Laut termasuk biota lautnya sebagaimana butir 6.7. Kita harus benar-benar bisa mendayagunakan potensi kelautan kita yang ditandai antara lain Zone Ekonomi Eksklusif (seluas 2.936.345 km2), garis pantai sepanjang 81.000 km serta bentang panjang wilayah 3.977 mil atau kurang lebih sama dengan jarak New York – Los Angeles atau juga London – Moscow, luas laut 3.544.744 km2, dan lebih istimewa lagi berada di bawah garis katulistiwa dengan hanya dua musim.

(c).Sumber Daya Alam khususnya barang tambang dan mineral lainnya yang tidak bisa diperbarui bagi sebesar-besarnya kemaslahatan rakyat banyak, dan bukan asal mengkeksploitasi apalagi merusak alam dan lingkungan hidup, serta menjualnya sebagai bahan mentah. 

(d).Sumber Daya Manusia mulai dari keunggulannya dalam hal seni, budaya dan ketrampilan sampai dengan penguasaan ilmu dan teknologi maju yang sedang dan akan terus berkembang pesat.                                  

(e).Pariwisata dengan mengutamakan peranserta termasuk kepemilikan oleh masyarakat lokal.

6.10).Meningkatkan produksi barang dan jasa yang berbasis pada masyarakat akar rumput yaitu: (a).Komunitas, gotongroyong dan keharmonisan; (b).Keunggulan dan kearifan lokal;                          (c).Pelestarian ekosistem serta konservasi alam dan budaya;                                                                   (d).Berpihak pada rakyat dan pengentasan kemiskinan; (e).Nilai tambah yang berkelanjutan, Plus: dengan kemasan dan sentuhan akhir kepariwisataan.

6.11).Membangun puluhan daerah pertumbuhan sekelas Hongkong – Singapura dengan antara lain: (a).Mempertimbangkan kembali perubahan otonomi daerah bukan hanya sekelas Dati II dengan potensi yang terbatas lagi tidak merata, menjadi seluas eks Karesidenan (4 – 6 Dati II).

(b).Menyebarkan secara bertahap kantor-kantor pusat Departemen/Kementerian/Lembaga Negara tertentu ke berbagai Daerah Tingkat I, yang di samping mengurangi beban Ibukota Negara, sekaligus juga sebagai pemerataan pembangunan dan perputaran uang, karena mendorong pengembangan pusat pusat kegiatan dan pertumbuhan di daerah-daerah.

7.Membangun birokrasi/aparat yang disiplin, amanah, bersih, sederhana dan mengabdi dengan antara lain:

(a) Menegakkan pemberantasan KKN, membuka peluang pembuktian terbalik harta kekayaan serta perlindungan Saksi Pelapor kejahatan birokrasi/aparat dan perampasan aset tindak pidana.

(b) Non politik partisan untuk ASN/Militer/Polri;

(c) Menetapkan dan menegaskan syarat serta waktu pe ngurusan sesuatu perijinan dan sejenisnya;

(d) Transparansi sistem kepangkatan dan gaji;

(e) Membangun dan mengembangkan transparansi dan kon trol masyarakat.

8. Membangun sistem informasi dan komunikasi pembangunan yang tepat, berdayaguna, terpadu serta mengikuti perkembangan zaman dan tekonologi, baik di dalam maupun ke luar negeri.

Demikian beberapa sumbang saran dalam rangka Menggalang Rumah Gadang Indonesia. Indonesia Emas, Indonesia Mercusuar Dunia. *

 

Jakarta, 11 Oktober 2024

 

Tim Perumus:

dr. Hariman Siregar

Laksaman TNI (Purn) Tedjo Edhi Purdijatno,SH.                   

Dr. (H.C) Heppy Trenggono, M.Kom

Prof. Dr. Gunawan Sumodiningrat

Dr. Herdi Sahrasad

Paulus Tri Agung Kristanto

B.Wiwoho.

 

*) Buku STRATEGI PEMBANGUNAN MASA DEPAN, Penerbit Panji Masyarakat, April 2025 : 1-17. Edisi  lengkap telpon 081235306821 – 0811873332. Perumusan dari acara bedah buku trilogi :  The Untold Story TONGGAK-TONGGAK ORDE BARU, Penerbit Buku Kompas.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda