Kamis, 28 Desember 2017

APBD BERMASALAH

Perbaiki dari Sistem Ketatanegaraan yang Amburadul

http://watyutink.com/opini/perbaiki-dari-sistem-ketatanegaraan-yang-amburadul

08 Dec 09:35:00
Kelemahan-kelemahan dalam pelaksanaan APBD, bahkan APBN, sudah menjadi rahasia umum. Salah satu di antaranya ditunjukkan dengan kesibukan-kesibukan luar biasa di bulan-bulan akhir tahun anggaran, antara November–Desember setiap tahun. Kesibukan yang tiada lain hanya untuk menghabiskan anggaran. Lantas manfaat apa bagi rakyat, dari kesibukan akhir tahun seperti itu? Nyaris tidak ada. Apa kelemahan itu tidak diketahui oleh Menteri Keuangan? Rasanya mustahil, kecuali memang sengaja tutup mata dan telinga.
Tetapi kerancuan cara berfikir, atau entah apa, tak sanggup kita mengungkapkannya. Pernyataan galau Menteri Keuangan yang kecewa dengan mutu pendidikan Indonesia yang kalah dari Vietnam tersebut saja, kita pun sudah pantas ikut galau. Betapa tidak. Sudah berjalan berapa tahunkah Negara mengalokasikan 20 persen anggarannya untuk pendidikan nasional? Mendidik bangsa bukan urusan setahun dua tahun anggaran, melainkan satu generasi, minimal 15 tahun jika dihitung sejak masuk sekolah dasar sampai jenjang Diploma III. Itupun bila anggarannya dipakai secara tepat guna dan tidak bocor. Maka mustahil pula mengharapkan hasil alokasi anggaran pendidikan hanya dalam bilangan di bawah sepuluh tahun dalam masyarakat korup dewasa ini.
Demikian pula mengharapkan Pemerintah Daerah beserta DPRDnya  di orde reformasi ini menyejahterakan rakyatnya melalui APBD, rasanya juga mustahil. Bagaimana mungkin kita mengharapkan buah yang enak dimakan dari pohon beracun? Mengharapkan makan mangga dari pohon jarak kepyar dan jarak pagar yang buahnya sangat beracun? Mengharapkan makan gethuk nan lezat dari ubi singkong karet atau buah sawo dari pohon upas yang bahkan getahnya saja sudah amat sangat mematikan? Jadi bagaimana mungkin mengharapkan aparat dan sistem berpemerintahan serta bernegara yang baik dari sistem ketatanegaraan yang amburadul seperti sekarang ini?
Dari kerusakan sistem ketatanegaraan, mustahil mengharapkan sesuatu yang baik atau thoyib. Begitulah seharusnya sikap tegas kita menghadapi sistem dasar ketatanegaraan kita, dalam hal ini Undang-Undang Dasar (UUD). UUD adalah bagaikan pohon kehidupan di mana seluruh denyut kehidupan bangsa dan negara tergantung kepadanya.
Kenyataannya, UUD Amandamen 2002 yang sekarang menjadi sumber segala produk hukum dan aturan berbangsa dan bernegara adalah juga pohon beracun, dari benih sampai buah, semuanya beracun. Dari pohon dan buah beracun, apa mungkin meharapkan buah yang lezat? Omong kosong. Dari penamaannya saja UUD 1945 Amandemen itu sudah manipulatif.
Sistem yang rusak akibat amandemen UUD 1945 telah  melahirkan bebagai UU dan peraturan yang memunculkan ancaman krisis moral yang belum pernah terjadi. Konstitusi yang  buruk pasti akan menghasilkan UU dan peraturan yang buruk misalkan:
Pertama, UU Penanaman Modal, mempermudah WNA menjadi WNI, mempermudah WNA memiliki properti, menggampangkan prosedur utang Luar Negeri, menyerahkan kawasan-kawasan dan proyek-proyek vital dan strategis kepada asing seperti di zaman VOC dulu, serta melonggarkan masuknya ribuan tenaga kerja asing, dan lain-lain.
Kedua, UU Kepartaian dan Pemilu yang buruk, menghasilkan partai-partai politik beracun dan buruk yang hanya akan dikuasai para pemodal dan rent seeker, pemburu rente yang menganut paham berkuasa dan kaya raya dalam tempo yang sesingkat-singkatnya dengan segala cara.
Demikianlah mata rantainya, UUD yang buruk akan menghasilkan Pemilu buruk, selanjutnya DPR/DPRD serta Pemerintah dan Kepala Daerah yang buruk, akan menelurkan kebijakan yang buruk pula. Sistem kepartaian dan Pemilu/Pilkadal (Pemilu Kepala Daerah– Langsung) yang sangat berbiaya tinggi, menghasilkan Kepala Daerah dan DPRD yang harus berusaha keras mengembalikan investasi plus bunganya dalam pemilu yang berbiaya tinggi. Apakah mereka memikirkan rakyat? Itu nanti saja pada ritual demokrasi lima tahunan.
Oleh karena itu, siapapun dan partai manapun yang berkuasa  yang dihasilkan dari UUD yang buruk, tidak akan bisa mengubah keadaan karena  menggunakan pola dan sistem yang rusak. Dalam kerangka sistem ketatanegaraan yang buruk seperti itu, bagaimana mungkin kita mengharapkan para Kepala Daerah serta DPRD mengelola APBD bagi sebesar-besarnya keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat? Rasanya mustahil. A bad system can destroy good people. (pso)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda