Selasa, 20 Maret 2018

PARA PAHLAWAN NUSANTARA DI AFRIKA SELATAN, dari Madura untuk Nelson Mandela (2)



Dari Bisnis Berubah Jadi Menjajah.

                      

Sekedar menyegarkan ingatan,  VOC adalah singkatan dari Vereenigde Oostindische Compagnie  atau Kongsi Dagang atau Perusahaan Hindia Timur Belanda yang didirikan pada tanggal 20 Maret 1602. VOC adalah  persekutuan dagang asal Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia. Disebut Hindia Timur karena ada pula Geoctroyeerde Westindische Compagnie yang merupakan persekutuan dagang untuk kawasan Hindia Barat. Perusahaan ini dianggap sebagai perusahaan multinasional pertama di dunia sekaligus merupakan perusahaan pertama yang mengeluarkan sistem pembagian saham. Jelas sewaktu masuk ke Nusantara, VOC bukanlah Pemerintah Belanda melainkan sebuah perusahaan atau kongsi dagang. Oleh karena itu populer juga dengan sebutan Kompeni.

Kedatangan pedagang-pedagang Eropa ke kepulauan Nusantara adalah melalui jalur laut yang diawali oleh Vasco da Gama. Pada tahun 1497-1498 Vasco da Gama berhasil berlayar dari Eropa ke India melalui Tanjung Harapan Baik (Cape of Good Hope) di ujung selatan Afrika, sehingga mereka tidak perlu lagi bersaing dengan pedagang-pedagang Timur Tengah untuk memperoleh akses ke Asia Timur, yang selama ini ditempuh melalui jalur darat yang sangat berbahaya.

Pada awalnya, tujuan utama bangsa-bangsa Eropa ke Asia Timur dan Tenggara termasuk ke Nusantara adalah untuk perdagangan, demikian pula dengan bangsa Belanda. Misi dagang yang kemudian dilanjutkan dengan politik permukiman (kolonisasi) dilakukan oleh Belanda dengan kerajaan-kerajaan di Jawa, Sumatera dan Maluku. Ini berbeda dengan tujuan Belanda ke  Suriname dan Curaçao di Karibia, yang sejak awal memang murni kolonisasi (permukiman). Dengan latar belakang perdagangan inilah kolonialisasi dan penjajahan Belanda atas bangsa Indonesia berawal (https://id.wikipedia.org/wiki/Vereenigde_Oostindische_Compagnie).

Kilas balik sejarah sebagaimana telah banyak ditulis antara lain dalam Wikipedia di atas, mencatat selama abad ke 16 perdagangan rempah-rempah didominasi oleh Portugis dengan menggunakan Lisbon sebagai pelabuhan utama. Sebelum revolusi di negeri Belanda, kota Antwerp memegang peranan penting sebagai distributor di Eropa Utara, akan tetapi setelah tahun 1591 Portugis melakukan kerja sama dengan firma-firma dari Jerman, Spanyol dan Italia menggunakan Hamburg sebagai pelabuhan utama dan tempat untuk mendistribusikan barang-barang dari Asia, memindah jalur perdagangan menjadi tidak melewati Belanda. Namun ternyata perdagangan yang dilakukan Portugis tidak efisien dan tidak mampu menyuplai permintaan yang terus meninggi, terutama lada. Suplai yang tidak lancar menyebabkan harga lada meroket pada saat itu. Selain itu Unifikasi Portugal dan Kerajaan Spanyol (yang sedang dalam keadaan perang dengan Belanda pada saat itu) pada tahun 1580, menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi Belanda.

Ketiga faktor tersebut mendorong Belanda memasuki perdagangan rempah-rempah antar benua, sehingga akhirnya Jan Huyghen van Linschoten dan Cornelis de Houtman menemukan "jalur rahasia" pelayaran Portugis, yang membawa pelayaran pertama Cornelis de Houtman ke Banten, pelabuhan utama di Jawa pada tahun 1595-1597.

Pada tahun 1596 empat kapal ekspedisi dipimpin oleh Cornelis de Houtman berlayar menuju Indonesia, dan merupakan kontak pertama Indonesia dengan Belanda. Ekspedisi ini mencapai Banten, pelabuhan lada utama di Jawa Barat, disini mereka terlibat dalam perseteruan dengan orang Portugis dan penduduk lokal. Houtman berlayar lagi ke arah timur melalui pantai utara Jawa, sempat diserang oleh penduduk lokal di Sedayu berakibat pada kehilangan 12 orang awak, dan terlibat perseteruan dengan penduduk lokal di Madura sehingga menyebabkan terbunuhnya seorang pimpinan lokal.

Zainal Fattah dalam Sejarah Madura dalam Menyingkap Tabir Sejarah Kerajaan Madura Barat menulis, pada tanggal 6 Desember 1596 terjadi pertempuran antara pasukan  kerajaan Arosbaya dengan rombongan empat kapal Belanda ketika mereka merapat ke pelabuhan Arosbaya. Pertempuran ini menewaskan Patih Ronggo dan Pangeran Musarip.  Pada tanggal 14 Februari 1597, kembali dua kapal Belanda mencoba merapat di Arosbaya tetapi lagi-lagi diusir oleh pasukan Arosbaya.

Setelah kehilangan separuh awak maka pada tahun berikutnya mereka memutuskan untuk kembali ke Belanda namun rempah-rempah yang dibawa cukup untuk menghasilkan keuntungan.

Pada tanggal 31 Desember 1600 Inggris mulai mendirikan perusahaan dagang di Asia yang dinamakan The British East India Company dan berpusat di Kalkuta. Kemudian Belanda menyusul tahun 1602 dan Perancis pun tak mau ketinggalan dengan mendirikan French East India Company tahun 1604.
Pada 20 Maret 1602, para pedagang Belanda mendirikan Verenigde Oost-Indische Compagnie - VOC (Perkumpulan Dagang India Timur). Di masa itu, terjadi persaingan sengit di antara negara-negara Eropa, yaitu Portugis, Spanyol kemudian juga Inggris, Perancis dan Belanda, demi memperebutkan hegemoni perdagangan di Asia Timur. Untuk menghadapai masalah ini, oleh Staaten Generaal di Belanda, VOC diberi wewenang memiliki tentara yang harus mereka biayai sendiri. Selain itu, VOC juga mempunyai hak, atas nama Pemerintah Belanda yang waktu itu masih berbentuk republik, untuk membuat perjanjian kenegaraan dan menyatakan perang terhadap suatu negara. Wewenang ini yang mengakibatkan, bahwa suatu perkumpulan dagang seperti VOC, dapat bertindak seperti layaknya satu negara.

Kongsi dagang VOC mendirikan markasnya di Batavia (sekarang Jakarta) di pulau Jawa. Pos kolonial lain selanjutnya didirikan di berbagai tempat di Kepulauan Nusantara, yang dikemudian hari oleh orang-orang Eropa dinamakan Indonesia.  Pos-pos tersebut ialah di kepulauan rempah-rempah (Maluku), termasuk Kepulauan Banda di mana VOC manjalankan monopoli atas pala. Berbagai cara mereka gunakan untuk mempertahankan monopoli termasuk kekerasan, pemerasan dan pembunuhan massal terhadap penduduk lokal.

Tidak hanya di Nusantara, Belanda juga mendirikan pos perdagangan yang lebih tenteram  di Deshima di lepas pantai Nagasaki, Jepang. Daerah ini merupakan tempat satu-satunya di mana orang Eropa dapat berdagang dengan Jepang.

Tahun 1603 VOC memperoleh izin di Banten untuk mendirikan kantor perwakilan, dan pada 1610 Pieter Both diangkat menjadi Gubernur Jenderal VOC pertama (1610-1614), namun ia memilih Jayakarta sebagai basis administrasi VOC. Sementara itu, Frederik de Houtman menjadi Gubernur VOC di Ambon (1605 - 1611) dan setelah itu menjadi Gubernur untuk Maluku (1621 - 1623).

Dalam beroperasi, VOC memperoleh hak-hak dari Pemerintah Belanda antara lain hak monopoli untuk berdagang dan berlayar di wilayah sebelah timur Tanjung Harapan dan sebelah barat Selat Magelhaens serta menguasai perdagangan untuk kepentingan sendiri. Yang sangat istimewa, VOC memperoleh hak kedaulatan sehingga dapat bertindak layaknya suatu negara untuk:
1.   memelihara angkatan perang,
2.   memaklumkan perang dan mengadakan perdamaian,
3.   merebut dan menduduki daerah-daerah asing di luar Negeri Belanda,
4.   memerintah daerah-daerah tersebut,
5.   menetapkan/mengeluarkan mata-uang sendiri, dan
6.   memungut pajak.

Upaya memaksakan hak-hak subyektifnya yang dilakukan dengan kekerasan, menimbulkan berbagai perlawan, terutama dari para pemuka masyarakat dan ulama , penguasa serta raja atau pangeran dari berbagai wilayah dan kerajaan di Kepulauan Nusantara yang memang sudah eksis sebelum Portugis dan Belanda tiba.

Nusantara pada masa itu bukanlah kepulauan kosong tanpa penghuni dan peradaban, melainkan kepulauan yang sudah berpenduduk dengan peradaban yang cukup tinggi, dengan tata pemerintahan berbentuk kerajaan-kerajaan. Oleh karena itu kedatangan Belanda yang mencoba menancapkan kuku kekuasaannya dengan alasan bisnis tersebut memperoleh perlawanan. Penetrasi sekaligus invasi senyap dari bisnis Kongsi Dagang Belanda itu terbukti segera berubah format menjadi penguasaan fisik yang dimulai dari membangun prasarana dan sarana fisik seperti loji-loji tempat tinggal, pagar benteng untuk keamanan, pasukan keamanan, pelabuhan dan lain sebagainya. Kongsi dagang atau perusahaan bisnis VOC telah berubah menjadi monster kekuasaan, menjadi pengusaha-penguasa yang menelan dan melumat apa saja di sekitarnya.

Dengan politik pecah belah, adu domba dan tawaran berbagai kenikmatan dunia, satu demi satu perlawanan itu bisa dipatahkan. Dengan bantuan para komprador setempat, para penentang dan pemberontak dikalahkan, ditawan dan yang kuat serta keras perlawanannya dibuang jauh ke Srilanka dan Tanjung Harapan (Bersambung).

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda