Minggu, 25 Maret 2018

PARA PAHLAWAN NUSANTARA DI AFRIKA SELATAN, dari Madura untuk Nelson Mandela (4): Dihargai Bangsa Lain Tak Dikenal Bangsa Sendiri.








Sementara pahlawan-pahlawan yang dengan semangat besar melakukan perlawanan serta dibuang ke Srilanka dan Tanjung Harapan terlupakan oleh kita, masyarakat setempat khususnya di Afrika Selatan menghargai luar biasa. Jasa mereka dalam mengembangkan kota Cape, mengobarkan semangat persatuan dan perlawanan terhadap penjajahan dan diskriminasi rasial serta penyebaran agama Islam, tercatat sebagai tinta emas sejarah Afrika Selatan.  

Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma saat bertemu Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri di Jalan Teuku Umar, Jakarta, Rabu 8 Maret 2017 misalkan mengatakan bahwa mantan Presiden Afrika Selatan Nelson Mandela menyebut Syeh Yusuf sebagai “salah seorang putera Afrika terbaik,” dan untuk itu Pemerintah Afrika Selatan memberikan gelar pahlawan kepadanya.

Sedangkan terhadap Pangeran Cakraningrat IV yang dibuang dan ditahan di Pulau Robin, dalam berbagai kesempatan Nelson Mandela menyebutnya sebagai sumber inspirasi tatkala ia mengalami saat-saat putus asa karena ditahan selama 18 tahun di pulau yang sama (Robben Island Museum dalam  Guide to the Kramats of the Western Cape)  . Dalam pidatonya yang berjudul “Renewal and Renaissance” di Pusat Studi Islam Universitas Oxford, Inggris  11 Juli 1997 misalnya, Nelson Mandela menyebut tahanan politik pertama di Pulau Robben sebagai bapak pembangunan Islam di Afrika Selatan, dan juga satu dari sejumlah pemimpin yang dibuang karena melawan penguasa kolonial di Asia Tenggara.

Yang luar biasa pula, di wilayah Cape masyarakat muslim setempat membangun serta merawat 26 makam yang dikeramatkan pada 24 lokasi. Dari jumlah sebanyak itu 14 diantaranya dipastikan berasal dari Nusantara yang tersebar di 13 lokasi. Sedangkan yang 9 lagi tidak jelas, namun diduga juga dari Nusantara berdasarkan antara lain statusnya sebagai bekas budak atau tawanan Pemerintah Hindia Belanda, kedatangannya pada sekitar abad 17 dan 18 yaitu periode kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda yang banyak mengirim tawanan politik dan para budak.  Selebihnya satu dari Iraq, satu dari Yaman dan satu lagi dari India.

Perawatan makam tersebut ditangani oleh Cape Mazaar (Kramat) Society, yaitu suatu organisasi sosial dan dakwah yang merawat makam atau kramat-kramat tersebut. Uniknya, Organisasi ini didirikan pada bulan Januari 1982 di lokasi makam Pangeran Cakraningrat di pulau Robben, dan lebih unik lagi, 8 tahun kemudian tepatnya 11 Februari 1990, Nelson Mandela dibebaskan dari penjara bertepatan dengan tatkala umat muslim sedang menyelenggakan perayaan tahunan di makam Cakraningrat. Di makam ini sebagian para tahanan terutama yang beragama Islam, menyempatkan diri memberikan penghormatan dan pamitan begitu memperoleh pembebasan.

Nelson Mandela yang memang mengakui memperoleh inspirasi penguat batin dari makam Cakraningrat sewaktu putus asa, mampir dan menyatakan di tengah suasana perayaan tersebut  sebagai berikut, “Apalah artinya saya di penjara di pulau ini, dibanding orang ini. Saya tidak tahu persis dari mana asalnya. Nampaknya dia seorang pejuang di negaranya sehingga dia begitu dihormati. Orang ini dipenjarakan penjajah sampai dia mati di pulau ini. Dia tidak pernah pulang ke negerinya.”

Pada mulanya, kegiatan Cape Mazaar (Kramat) hanyalah sekedar membersihkan dan mengecat makam-makam para penyebar agama Islam di Cape, demi menghormati  kepahlawanan, pengorbanan serta melestarikan api perjuangan mereka, yang tak mungkin dibayar oleh generasi sekarang kecuali dengan cara-cara tersebut. Namun semakin hari spontanitas ini terus tumbuh berkembang menjadi organisasi yang cukup baik dan terdaftar secara resmi. Organisasi ini juga melayani tour ziarah, seperti halnya di Indonesia ada  Wisata Ziarah Wali Songo.
·        Catatan: Foto Nelson Mandela diambil dari Google Image.
(Bersambung).

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda